𝙎 𝙪 𝙗 𝙖 𝙙 𝙞
𝓑𝓲𝓼𝓶𝓲𝓵𝓵𝓪𝓱 𝓵𝓲𝓵𝓵𝓪𝓱, 𝔀𝓪𝓵 𝓱𝓪𝓶𝓭𝓾𝓵𝓲𝓵𝓵𝓪𝓱. Sebelum ke materi inti saya ingin mengenang masa indah waktu kecil dulu. Saat masih di kampung, usia SD lah, jika turun hujan rasanya senang sekali, hati gembira banget. Hujan samakin lebat, rame-rame lepas baju, lari-lari bersama teman-teman, cuma pakai celana pendek bahkan ada yang hanya pakai cawet saja. Keliling kampung sana kemari. Bermain saat hujan memang asyik dan menyenangkan.
Hujan mengguyur kampung semalaman bahkan lebih, terjadilah banjir, banjir bandang tiba bukannya bersedih, tapi tambah senang. Luar biasa senangnya. Bermainnya lebih menantang. Sekolahpun dapat dipastikan libur. Kegiatan bantu orang tua di sawah dan di ladang juga ikut libur, karena banjir aktivitas mereka hanya di rumah untuk beberapa saat, bakar singkong di bara api pawon. Banjir sepertinya sudah menjadi harapan anak-anak desa di saat musim hujan. Jangan dibayangkan.
Tetap saja, banjir bandang seakan bukan menjadi beban kesusahan anak-anak desa kala itu, sungguh. Banjir semakin menjadi-jadi, banyak rumah kemasukan air padahal pondasi rumah juga tinggi-tinggi. Beberapa perabotan dapur ada yang tak terselamatkan. Tidak sedikit ayam dan entok juga ikut hanyut terbawa banjir, kini posisinya sangat jauh dari kandangnya, entah ayam dan entok milik siapa. Dipastikan ayam dan entok itu tak kan tahu jalan pulang, teman-teman menghukuminya "binatang alas tak bertuan". Halal untuk di buru. Gara-gara banjir bandang hukumpun ikut dimonopoli.
Itu kenyataan, kampungku sudah jadi langganan banjir saat musim hujan. Banjir bandang tak butuh waktu lama untuk surut dan mengecil. Kami segera bergegas ke ujung sungai dekat pantai, lari sambil lihat sana-sini, sudah jauh dari kampung, pasti kami akan menemukan ayam dan entok terdampar, kayu-kayu juga masuk daftar pencarian, kelapa yang jatuh juga bagian penting dari misi itu. Misi mengais berkah akibat banjir bandang.
Benar-benar nyata, ayam dan entok basah kuyup menggigil kedinginan, terdampar di pinggiran sungai, di semak-semak dan di bawah pepohonan, jalan saja sempoyongan. Mohon maaf ayam dan entok, kami dengan berat hati menangkap dan segera mengeksekusi kalian. Jika tidak segera kami amankan kalian akan jadi jamuan makan kawanan anjing hutan. Mending dengan kami, kalian sedikit lebih terhormat. Tetap tak ketinggalan, algojo baca bismillah, sebagai syarat halalnya penyembelihan. Tak butuh waktu lama untuk memboleng binatang bernasib malang itu, bersih sudah, kami potong-potong dan dibagi rata sebagai bukti keadilan. Misi berburu kami lanjutkan sampai hasil dirasa sudah cukup, lalu kami pun pulang ke rumah masing-masing. Hari itu sangat senang, mendapat tambahan asupan gizi, terimakasih banjir bandang. Alhamdulillah.
Itu banjir dulu, penuh kenangan dan kegembiraan. Banjir kala itu yang dibawa bukan lumpur walet, tapi pasir sungai yang berkualitas. Sekarang kita lihat, sumbangan lumpur pekat, bahkan sisa-sisa pohon bekas tebangan, dan lain sebagainya. Menghantam, merusak rumah, jembatan, warung-warung, dan apa saja yang diterjang. Dulu banjir lazim terjadi di kampung-kampung yang rendah, tapi banjir sekarang beda, tak pandang ketinggian, jika mau banjir, ya banjir saja. Di pemukiman tinggi juga banjir, di dataran rendah juga banjir, bahkan di kota pun juga biasa banjir. Itulah banjir sekarang. Ternyata banjir sekarang lebih menantang, bahkan jadi momok.
𝙈𝙖𝙩𝙚𝙧𝙞 𝙄𝙣𝙩𝙞, 𝘽𝙖𝙝𝙖𝙣 𝙍𝙚𝙣𝙪𝙣𝙜𝙖𝙣.
Tahun ini, bulan-bulan ini bisa di sebut bulannya banjir. Menurut informasi yang saya terima di Besole saja hampir atau malah lebih sepuluh kali terjadi banjir, di Prigi sudah sampai yang ke tiga kalinya, daerah-daerah lain juga begitu. Kerugian yang ditimbulkan sangat banyak, bahkan sampai mamakan korban nyawa. Rumah hanyut biasa, kendaraan hanyut biasa, kambing hanyut biasa, jalan rusak biasa, jembatan putus dan hanyut juga biasa, dan sebagianya.
Sungguh, jangan bilang adzab, sekali lagi jangan menyebutnya adzab. Itu terlalu naif. Manusia itu ilmunya terbatas, "wa maa utiitum min 'ilmi illaa qaliila". Percaya boleh, tidak juga tidak apa-apa. Karena ilmu manusia terbatas, maka salah satu cara Allah mendidik kita ya di beri UJIAN supaya kita menjadi tambah cerdas, berupaya, berusaha menemukan jalan keluar atas ujian yang Allah berikan, mengapa banjir dan longsor ini terjadi, bagaimana mengatasi, dan bagimana caranya supaya tidak terjadi lagi dan lagi. Ini adalah UJIAN. Kita ambil hikmahnya, kita ambil pelajaran berharga, peringatan berharga. Supaya kita terbuka dengan rahasia-rahasia Allah. Masih banyak sekali rahasiaNya yang belum kita ketahui. Percayalah.
Pelajaran intinya adalah kewajiban kita umat islam harus memelihara lingkungan, shadaqatul insaan ma'al biah. Nah, barang siapa yang hidup di muka bumi ini kok merusak lingkungan, tegas saja termasuk orang mengajak perang dengan Allah dan RasulNya. Jadi jangan heran jika membabat hutan dengan membabi buta, menggali dalam rangka menanbang tapi tidak memperbaiki kembali, tidak dikembalikan seperti semula. Tak ada reboisasi yang masif, tinggal begitu saja. Bahkan hutan sudah beralih fungsi.
"Janganlah kamu berbuat menghancurkan/merusak ekosistem bumi ini setelah Allah ciptakan dengan sempurna". Allah telah menciptakan alam bumi ini dengan sempurna, tetapi kita rusak. Nah, itulah tindakan yang tidak bijak, bahkan tak bertanggung jawab hingga mengakibatkan banjir, longsor, musibah, dan lain sebagainya. Ternyata ekosistem yang diciptakan dengan sempurna oleh Allah dirusak oleh kita sendiri.
Perhatikan, ini terus berulang kali kita buktikan tapi kayaknya masih belum menjadi pelajaran. Adanya longsor, banjir akibat hutan yang gundul, akibat pertambangan yang membabi buta, akibat alih fungsi lahan, penebangan hutan yang masif tanpa reboisasi yang jelas. Tujuannya sekilas bagus, tambang, pembangunan jalan, lahan pertanian, tempat wisata. Tapi satu sisi, kesiimbangan ekosistem tidak diperhatikan, bahkan tak tersentuh.
Maka, itulah pelajaran bagi kita, bahwa ternyata Islam sangat benar, Islam sangat mulia ajarannya supaya kita menjaga kesehatan dan keseimbangan lingkungan.
"Kalau kebenaran dikalahkan oleh hawa nafsu, maka rusaklah tatanan kehidupan di langit, di bumi, dan seisinya ini. 𝚆𝚊𝚕𝚕𝚊𝚑𝚞 𝚊'𝚕𝚊𝚖 .
🅟🅤🅝🅙🅤🅛 10 🅽🅾🅿🅴🅼🅱🅴🆁 2022
Sae Saestu. Saestu sae
ReplyDeleteTrimakasih... Belajar nulis meniko...
Delete