google-site-verification=a29cQDLicXmx_KpxGtFuPjFzKNqoMZ3FEdNxkyQfTTk Kang Badi': ETIKA PESERTA DIDIK TERHADAP GURUNYA

ETIKA PESERTA DIDIK TERHADAP GURUNYA

K.H.M. Hasyim Asy'ari
Studi Literatur 4

Subadi  



Kajian Kitab Adabu al-'Alim wal Muta'allim, hal. 29-43
Karya K.H.M. Hasyim Asy'ari

K.H.M. Hasyim Asy'ari, dalam bab ini [persoalan etika/adab peserta didik/ al-Muta'allim terhadap Guru/ al-Mua'allim] menyebutkan setidaknya ada dua belas etika yang musti dicamkan oleh seorang peserta didik terhadap Gurunya. Dua belas tuntunan etika itu adalah sebagai berikut ;

[1] Peserta didik harus melakukan perenungan dan meminta petunjuk dari Allah SWT [istikharah] dalam memilih Guru.
Pada bagian pertama ini setidaknya seorang peserta didik dalam menentukan orang yang akan dijadikan guru seyogyanya tidak asal pilih. Peserta didik hendaknya melihat-lihat terkait perilaku dan adab kesehariannya. Memilih sosok guru yang mempunyai kepribadian mulia dan akhlak terpuji.
Dalam hal ini, pesan Mbah Hasyim, bisa ditempuh dengan jalan istikharah/ meminta petunjuk dari Allah SWT. Jika proses penentuan guru ini dilaksanakan dengan berbagai cara di atas sangat mungkin peserta didik akan menemukan sosok guru yang profesional dalam pengajarannya dan mempunyai kapasitas kefahaman ilmu yang mendalam. Diceritakan dari ulama salaf, bahwa ilmu itu adalah bagian dari agama, maka lihatlah dari siapa agamamu itu kamu ambil. Tandas Mbah Hasyi.

[2] Peserta didik harus belajar dengan sungguh-sungguh dengan menemui Guru secara langsung, terutama saat belajar masalah ilmu syari'at. Seyogyanya tidak hanya melalui tulisan semata.
Seorang peserta didik seyogyanya menjalin hubungan yang kuat dengan guru-gurunya, dengan cara selalu aktif mengikuti proses belajar secara langsung. Hemat penulis, hal ini menunjukkan kehati-hatian Mbah Hasyim terkait dengan transfer ilmu dari guru kepada peserta didik, terutama ilmu yang berkaitan dengan hukum-hukum syari'at.
Dalam keterangan selanjutnya disebutkan alasan mengapa dalam belajar tidak cukup hanya melalui buku semata, karena dengan tidak bertemu langsung dengan sosok guru sulit dipastikan seorang peserta didik akan bisa mengetahui kecakapan dan kemahiran seorang guru dalam penguasaan ilmu pengetahuannya. Sampai Mbah Hasyim mengambil ungkapan Imam Safi'i r.a. "Barang siapa menjadi alim/pandai - dalam hal fiqh- hanya lantaran membaca buku semata, maka akan dimungkinkan bisa merusak hukum-hukum agama".  Begitu ketat aturan yang tawarkan Mbah Masyim. Ini hemat penulis merupakan keseriusan atas perhatian Mbah Hasyim terhadap kemurnian agama itu sendiri.

[3] Peserta didik harus mengikuti Guru, tidak menyimpang dari pemikirannya.
Dalam hubungan atara peserta didik dan guru ini, Mbah Hasyim menggambarkan bagaikan seorang pasien terhadap dokternya. Pasien yang baik adalah pasien yang selalu mengikuti arahan dari dokternya. Agar tujuan kesembuhan segera dicapai. Begitu juga seorang peserta didik, ia harus selalu mengindahkan perintah gurunya, selalu mengharap ridha gurunya, selalu berusaha menjaga nama baiknya, dan selalu berbakti kepada guru, berbakti karena Allah SWT.
Lebih jauh, Mbah Hasyim mengingatkan bahwa merendahkan diri dihadapan guru adalah bagian dari kemuliaan peserta didik itu sendiri.  Dari sini sangatlah jelas bahwa patuh dan tunduk menjadi harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Hemat penulis, ini jika dihubungkan dengan masa sekarang akan terjadi diskusi dan kritik yang panjang, mengingat keterbukaan ilmu pengetahuan kian besar.

[4] Peserta didik harus memuliakan Gurunya.  Menatap Guru dengan pandangan mengagungkan dan penuh hormat. 
Dalam hal ini, peserta didik musti menancapkan keyakinan dalam dirinya bahwa menghormati guru adalah derajat yang mulia. Menurut Mbah Hasyim Ini menjadi penting, karena dapat menghantarkan kemanfaatannya ilmu.
Ada cerita; Abu Yusuf berkata ; Aku mendengar dari ulama' salaf, Mereka berkata ; Barangsiapa tidak mempunyai keyakinan terhadap keagungan guru, maka ia tidak akan beruntung. Maka Jangan sekali-kali berkata dengan guru dengan nada yang tinggi, jangan memanggil dengan menyebut namanya, akan tetapi panggilah dengan menggunakan kata Pak atau wahai pak guru. Dan Jika seorang guru memiliki gelar maka jangan hanya mamanggil dengan namanya tanpa disertai dengan menyebutkan gelar kemuliaan yang dimilikinya. Seperti Prof. Dr. dan lain sebagainya. Pesan Mbah Hasyim.    

[5] Peserta didik harus selalu memperhatikan hal-hal yang menjadi hak Gurunya.
Dalam hal ini banyak hal yang musti dicamkan oleh peserta didik terhadap gurunya, secara terperinci Mbah Hasyim menyebutkan yang diantaranya adalah;
a. Peserta didik tidak boleh melupakan guru dan segala keagungannya,.
b.Peserta didik harus senantiasa mendoakan guru di kala masih hidup atau kelak ketika sudah meninggal dunia.
c. Peserta didik selalu berusaha menjaga keturunan gurunya, serta kerabat-kerabatnya - baik keselamatan jiwa atau nama baiknya-.
d.Peserta didik selalu rajin ziarah makam gurunya tatkala sudah meninggal dunia dan senantiasa memohonkan ampuan kepada Allah SWT.
e. Peserta didik seyogyanya juga memberikan sedekah yang pahalanya diperuntukkan  bagi gurunya.
f. Peserta didik hendaknya juga selalu berjalan di jalan yang benar sebagaimana jalan yang ditempuh gurunya.
g. Peserta didik hendaknya membiasakan diri untuk selalu menjaga agama dan ilmu, sebagaimana jejak gurunya.
h. Peserta didik hendaknya juga berperilaku mulia sebagaimana prilaku gurunya, tanpa menyimpang sejengkal pun.

[6] Peserta didik harus bersabar terhadap sifat keras Gurunya dan selalu berusaha positif thingking.
Dalam hal ini Mbah Hasyim menjelaskan bahwa seorang peserta didik harus selalu sabar mengahadapi pengajaran seorang guru dalam keadaan apapun, walaupun terkesan muncul perangai jelek sekalipun. Ia harus tetap sabar mengikuti proses belajar yang ada dan tetap berkeyakinan yang teguh atas kesempurnaan gurunya.
Apapun yang nampak dari semua prilaku seorang guru hendaknya peserta didik tetap mengedepankan prasangka yang baik. Sampai-sampai Seandainya se0rang guru bertindak kasar kepada peserta didik, hendaknya peserta didik mendahului meminta maaf dan mengharap ridhanya.
Menurut Mbah Hasyim yang demikian itu akan mendatangngkan rasa cinta seorang guru yang lebih kuat dan dapat menghantarkan pada tercapainya fadilah ilmu. Selain itu juga dapat menjauhkan dari sifat malas dan kesibukan yang dapat merugikan peserta didik itu sendiri. Kerasnya guru kepada peserta didik hendaknya dipahami bahwa semua itu semata-mata perhatian guru kepada peserta didik dan termasuk nikmat Allah SWT.

[7] Peseta didik jika ingin berkunjung kepada Gurunya harus pada tempat yang semestinya atau meminta ijin terlebih dahulu. Kecuali dalam keadaan terpaksa.
Termasuk kesabaran peserta didik terhadap gurunya secara terperinci dapat digambarkan sebagai berikut:
a.    Peserta didik hendaknya mengikuti petunjuknya dengan penuh ketaatan.
b.   Jika ingin bertemu hendaknya meminta ijin terlebih dahulu, apabila seorang guru tidak punya waktu dan kemudian menolak, hendaknya peserta didik pun tetap sabar dan tidak memaksakan kehendaknya hingga benar-benar kondisi sudah memungkinkan. Berakaitan dengan ini adalah etika saat peserta didik sedang bertamu di kediaman seorang guru, jika ketukan pintu dan ucapan salam sampai tiga kali belum terdengar maka peserta didik hendaknya tidak mengulanginya lagi, meskipun peserta didik mempunyai anggapan bahwa gurunya sebenarnya ada di rumah dan tidak mendengarkan salam /ketukan pintu. Perlu ditegaskan pula, saat sedang mengetuk pintu tidak boleh dengan ketukan yang keras.
c.    Ketika peserta didik bertamu ke rumah guru dalam satu rombongan, maka hendaknya yang berada di depan untuk memimpin mengucapkan salam adalah peserta didik yang lebih senior kemudian disusul peserta didik yang di bawahnya dan seterusnya.
d.   Saat sedang menghadap guru hendaknya mengutamakan tata kerama yang mulia, sopan santun, keadaan badan serta pakaian yang dikenaakan hendaknya bersih, memakai wewangian, dan mengindari melakukan sesuatu yang tidak disukai gurunya.
e.    Begitu juga ketika saat sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar serta kegiatan ibadah bersama guru, hendaknya peserta didik mengutamakan etika-etika tersebut.
f.     Selain itu juga ketika peserta didik disaat bertamu dan menjumpai guru yang sedang bercakap-cakap dengan orang lain, atau dalam keadaan sendiri dalam aktivitas belajar atau shalat, maka hendaknya peserta didik mengurungkan niatnya dan segera kembali pulang, kecuai jika memang ia ditahan oleh gurunya.
g.    Bertamu di rumah guru tidak boleh berlama-lama, jika sudah cukup hendaknya segera berpamitan pulang, kecuali jika diminta bertahan lebih lama oleh gurunya.
h.   Jika ia mendapati gurunya dalam keadaan berdiri, hendaknya peserta didik bersabar menunggu dengan tetap berdiri, jangan sekali-kali  menunggu dengan duduk sehingga timbul rasa simpati dari guru dan segera melayani peserta didik.
i.      Apalagi saat mendapati guru dalam keadaan tidur hendaknya jangan diganggu hingga terbangun. Dari etika-etika di atas, bahwasanya Mbah Masyim ingin menekankan bahwa bersabar adalah hal yang harus diutamakan oleh peserta didik terhadap gurunya. Tidak boleh ditawar-tawar. Bahkan di keterangan terakhir Mbah Hasyim menyebutkan bahwa seorang peserta didik sama sekali tidak boleh mengatur guru dalam hal waktu, sekalipun peserta didik itu seorang pemimpin atau mempunyai usia lebih tua dari pada gurunya. Kecuali jika guru mengizinkannya atau dalam keadaan terpakasa, dengan pertimbangan kamaslahatan yang telah guru fikirkan. Maka tidak menjadi masalah.

[8] Peserta didik harus sopan saat menempati tempat duduknya. Dengan posisi rapih dan sopan duduk di depan Guru.
Dalam kaitannya dengan masalah etika duduk ini dapat dijabarkan beberapa hal yang termasuk dalam lingkup etika duduk yang benar.
a.       Duduk seperti duduknya orang yang sedang tahiyat saat shalat.
b.      Duduk bersila dengan dengan sopan dan tenang.
c.       Ketika menghadap guru tidak diperkenankan sering menoleh, baik ke kanan maupun ke kiri, kecuali ada dharurat.
d.      Duduk menghadap kepada guru dengan badan sepenuhnya serta memperhatikan apa yang disampaikan guru, sehingga guru tidak perlu mengulangi untuk yang kedua kalinya/fokus.
e.       Peserta didik tidak menatap guru dengan lirikan-lirikan, tidak kebanyakan menolehkan kepada kesegala arah,  terlebih ketika proses belajar.
f.        Peserta didik tidak gelisah saat ada suara bising yang mengganggu, apalagi sampai mencari-cari sumbersuara.
g.       Duduk dengan tidak disertai menggerak-gerakkan tangan.
h.      Peserta didik hendaknya tidak memakai perhiasan gelang, baik gelang tangan dan kaki.
i.        Tidak boleh membuka mulut dan bermain gigi.
j.        Tidak bermain-main dengan tangan atau memukul-mukul lantai baik dengan tangan maupun alat yang lain.
k.      Tidak memainkan sarung atau pakaiannya.
l.         Tidak bersandar ketombok atau memakain bantal saat mengikuti belajar.
m.   Menyampaikan sesuatu dengan sopan, tanpa membelakanginya.
n.       Tidak menceritakan sesuatu yang dapat menyebabkan guru tertawa, apalagi disertai dengan ucapan dan adab yang kurang baik.
o.      Peserta didik tidak diperkenankan tertawa tepat di depan guru, jika memang tidak bisa ditahan maka boleh sebatas tersenyum saja.
p.       Peserta didik tidak boleh meludah sembarangan, yang benar adalah dengan mamakai tissu.
q.      Pada saat bersin dan batuk, hendaknya ditahan agar suranya tidak keras.
r.       Peserta didik musti berbuat baik kepada seluruh orang yang hadir dalam satu majlis, hal ini selain merupakan sikap memuliakan majlis juga termasuk bagian memuliakan guru.
s.       Saat dalam majlis peserta didik tidak dipernankan pindah ke depan atau ke belakang dengan niat dan tujuan ingin membentuk kelompok sendiri.
t.        Tidak diperkenankan berbicara di luar topik saat belajar sedang berlangsung.
u.      Ketika ada teman yang berbuat jahil kepada teman yang lain, maka yang boleh menegur hanyalah guru, keculai ada perintah dari guru, maka peserta didik baru diperbolehkan.
v.       Jika ada peserta didik yang berbuat tidak sopan kepada guru, maka menjadi hak bersama untuk menegur sekedarnya saja.
w.     Peserta didik tidak diperkenankan mendahului menjelaskan atau menjawab suatu masalah tanpa ada ijin dari guru.
x.       Peserta didik tidak diperkenankan duduk ditempat sholatnya guru, serta tempat yang biasa ditempati, bangku ngaji misalnya. Dalam kaitannya tempat duduk ini, peserta didik diperbolehkan asal ada ijin dan perintah yang kuat dari gurunya. Demikianlah etika duduk di hadapan guru yang musti diperhatikan oleh seorang peserta didik. 

Mbah Hasyim, menyebutkan perdebatan di kalangan umum terkait dua masalah, yaitu lebih mendahulukan mana mengikuti perintah guru yang cenderung berbeda dengan etika-etika di atas dibanding tetap melakukan sesuai etika di atas? dalam hal ini Mbah Hasyim menjawab dengan terperinci/tafsil. Pertama, Jika perintah guru itu benar-benar kuat dan tidak ada kemampuan untuk menolak, maka menjalankannya menjadi lebih utama. Kedua, jika perintah itu hanya sekadarnya, maka peserta didik hendaknya tetap melakukan sesuai etika yang sudah dijelaskan di atas, itu lebih utama. 

[9] Peserta didik jika berbicara dengan Guru harus dengan tutur kata yang halus dan lemah lembut.
Dalam hal ini, secara terperinci Mbah Hasyim menyampaikan diantaranya;
a.     Peserta didik jika berbicara hendaknya secukupnya saja, tidak berlebihan.
b.   Peserta didik jangan bicara menggunakan kata, kenapa..., Kami tidak bisa menerima..., pendapat anda ini diambil dari mana?, dan sebagainya.
c.    Jika hendak bertanya tentang sesuatu harus disampaikan dengan kalimat yang halus dan sopan.
d.   Tatkala seorang guru sedang menjelaskan sesuatu, peserta didik hendaknya tidak menyela dengan mengatakan "penjelasan ini sama dengan yang sudah saya ketahui, atau penjelasan anda ini sama penjelasan si fulan", " pendapat/ penjelasan anda ini berbeda dengan penjelasan si fulan", " penjelasan anda ini tidak shahih/benar, dan lain sebagainya".
e.    Tatkala guru menjelaskan suatu masalah dan didapati ada keterangan yang kurang benar, karena disebabkan lupa atau kurang kejelian, maka peserta didik hendaknya tetap memperhatikan dengan sopan, penuh ketaatan. Karena sesungguhnya tidak ada manusia yang luput dari salah dan lupa, kecuali para Nabi Allah SWT. Tandas Mbah Hasyim.

[10] Peserta didik harus menghafal dan selalu memperhatikan fatwa-fatwanya, baik yang berkaitan dengan hukum, nasihat, serta kisah-kisah yang disampaikan.
Pada point ini, sikap yang musti dicamkan oleh seorang peserta didik adalah sikap belajar dengan penuh ketawadhuan, penuh harap akan faidah ilmu, hati yang gembira dan merasa seakan-akan belum pernah menerima keterangan yang serupa. Niat dan sikap ini menjadi dasar akan mudahnya belajar dan menghafal.
Bahkan Mbah Hasyim dalam kaitanya ini, menyampaikan kata-kata imam 'Atho' r.a, beliau berkata ; sesungguhnya aku tidak pernah mendengarkan hadits dari seseorang, sedang aku merasa lebih tahu darinya, sampai aku juga merasa tidak lebih baik dari seseorang itu. Beliau juga berkata; sesungguhnya ada seorang pemuda, menyampaikan suatu hadits, kemudian saya mendengar hadits itu, aku mendengarkanya seakan-akan aku belum pernah menjumpainya, bagaikan aku baru kali ini mendengarkannya seperti akau baru saja dilahirkan.
Kemudian ketika seorang guru memberi tugas untuk menghafal pelajaran, maka hendaknya peserta didik jangan menjawab dengan kata " iya" atau "tidak", tetapi jawablah dengan menggunakan kalimat " saya sangat senang mendengarkan ini darimu" atau "saya akan mengambil manfaat dari perintah ini". 

[11] Peserta didik tidak boleh menyela saat Gurunya belum selesai bicara dan menjelaskan.
Ada dua point yang ditekankan oleh Mbah Hasyim dalal hal ini, yaitu;
a.  Peserta didik tidak boleh mendahului atau menyela guru yang sedang menjelaskan suatu masalah. Akan tetapi harus bersabar menunggu hingga guru selesai menjelaskan barulah boleh berbicara.
b.    Ketika guru sedang berbicara dengan peserta didik, hendaknya jangan diselingi dengan berbicara dengan teman atau orang lain. Yang musti dikedepankan adalah konsentrasi penuh memperhatikan guru, dikandung maksud jika seandanyai ada perintah atau pertanyaan dari guru, tidak sampai mengulangi yang kedua kalinya, akibat tidak fokus. 

[12] Peserta didik harus menggunakan anggota badan yang kanan jika ingin meyerahkan / memberikan sesuatu kepada Gurunya.
Terkait dengan ini, secara terperinci dapat disimpulkan sebagai berikut;
a.        Jika guru memberikan buku, kertas atau sejenisnya, maka terimalah dengan kedua tangan.
b.        Jika diberikan buku, hendaknya segera diterima lalu buka dan segera dibaca, tanpa harus menunggu perintah guru.
c.         Jika guru hendak memberikan buku atau yang lain, sedang guru berada pada tempat yang relatif jauh, sebaiknya peserta didik segera untuk menghampiri dan menerima dengan posisi berdiri.
d.        Jika guru akan memberikan sebuah buku, sedang dalam posisi duduk hendaknya peserta didik menghampirinya dengan jarak yang tidak terlalu dekat, karena dapat terjebak pada su'ul adab.
e.      Peserta didik jangan sekali-kali meletakkan anggota badanya, pakaiannya, atau sesuatu yang lain di tempatnya guru.
f.   Jika guru ingin memberikan bolpen kepadanya hendaknya segera diambil tanpa menanti guru mendatangi peserta didik.
g.        Jika peserta didik menyampaikan buku/ tugas hendaknya diberikan dalam keadaan buku terbuka tepat pada tugasnya.
h.       Jika guru memberikan sajadah, hendaknya diterima dan segera digelar.
i.          Peserta didik tidak diperkenankan duduk di depan guru menggunakan alas sajadah, kecuali jika tempatnya kotor, atau ada kebutuhan yang kusus/udzur.
j.          Jika guru hendak pergi meninggalkan majlis, maka sesegera mungkin diambilkan sajadahnya dan menata sandal gurunya, ini dikerjakan hanya dengan niat dan maksud taqarrub ilallah dan mengharap ridha seorang guru semata.
k.        Ada pesan yang sangat penting yang perlu dicamkan meskipun bagi orang yang mempunyai status sosial tinggi/ pangkat. Pesan itu berada pada 4 tempat; a] Etika saat berdiri/berjalan di depan orang tuanya, b] Kidmat/melayani guru yang telah mengajarinya ilmu, c] Etika bertanya kepada seseorang saat kita belum tahu, d] Melayani tamu. [dalam 4 perkara ini, seseorang harus mendahulukan etika yang baik, tanpa melihat status apapun, memuliakannya adalah keniscayaan].
l.          Jika peserta didik berjalan dengan gurunya, saat malam hari maka hendaknya berada di depan, jika di siang hari hendaknya di belakangnya, keculai dalam kondisi yang tidak memungkinkan, keramain yang sangat, misalnya.
m.     Peserta didik harus berada di depan dan selalu menjaga keselamatan gurunya jika sedang berjalan bersama, sedang jalan yang dilewati dalam kondisi tidak aman, banyak lobang, dan jalan terjal hingga jurang.
n.       Jika berjalan di keramaian yang sangat, guru harus dijaga dari segala arah dengan sekuat tenaga.
o.        Berjalan bersama guru, jika posisi peserta didik di depan sesekali menoleh ke belakang, untuk memperhatikan gurunya.
p.        Ketika peserta didik berjalan berdua bersama guru, sedang memakai payung -karena panas atau hujan- maka posisi yang benar adalah berada di samping kanan guru. Ada yang mengatakan di samping kiri dan sedikit maju ke depan.
q.        Jika peserta didik sedang bersama teman yang belum dikenal guru, hendaknya peserta didik mengenalkannya kepada gurunya.
r.         Jika peserta didik bertemu guru di jalan hendaknya segera menyapa dengan mengucapkan salam, yang perlu diperhatikan di sini adalah; jangan menyapa guru dari belakangnya atau memanggil dari kejauhan. 
Sekiranya penulis anggap cukup perincian Mbah Hasyim dalam sub tema ini, meskipun sebenarnya masih ada beberapa yang lain. Wallahu a'alamu bissowab...

Ahad, 04 Mei 2020
, Punjul Karangrejo Tulungagung

No comments:

Post a Comment

Terimaksih telah berkenan membaca tulisan ini, komentar anda sangat saya hargai. Semoga ada manfaatnya. amin..

𝗥𝗮𝗻𝘁𝗮𝗶 𝗞𝗲𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯𝗮𝗻

𝘒𝘦𝘸𝘢𝘫𝘪𝘣𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘴𝘰𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪...