S u b a d i
Madrasah [ Tantangan dan Harapan] ;
Bismillah. Arus globalisasi kian derasnya, kemerdekaan
berbicara, kemerdekaan berbuat sudah tidak terbendung. Perang ujaran, setiap
detik terjadi di media sosial. Tayangan televisi yang kurang mendidik karakter anak
bangsa semakin gencar diproduksi. Kenakalan remaja selalu mewarnai berita di
televisi. Pengaruh media sosial kian hari semakin mengikis moralitas generasi
muda kita. Ini adalah tantangan bagi orang tua dan juga lembaga pendidikan
dalam menyiapkan generasai yang gemilang dan berkarakter.
Memproyeksi pendidikan
karakter abad 21 harus secara menyeluruh,
bergerak bersama-sama. Di samping guru dan pihak sekolah, justru peran
orang tualah sebenarnya yang
paling utama. Sekolah adalah mitra dan fasilitator dalam proyeksi tersebut. Jika mendapati orang tua yang kurang dalam
tingkat pendidikan, tidak peduli dan sebagainya, sekolah sebagai institusi
pendidikan harus tanggap dan langsung
mengambil alih peran.
Kurun beberapa tahun
terakhir ini, Pendidikan Madrasah, sejauh saya mengamati diakui atau tidak telah
mengalami kemajuan yang signifikan. Anggapan masyarakat akan eksistensinya
sebagai lembaga pendidikan yang lebih mumpuni dalam rangka membina karakter
peserta didik, telah menjadikan madrasah terus diminati oleh masyarakat.
Fenomena ini, menurut saya musti disadari dengan sepenuhnya dan diimbangi dengan
peningkatan kualitas pengajaran dan pelayanan.
Salah satu faktor yang
menjadikan minat masyarakat kepada Madrasah kian meningkat. Menurut saya adalah
karena gaung pendidikan karakter lebih melekat di tubuh Madrasah.
Madrasah dapat mengejawentahkannya dalam bingkai Akhlak Mahmudah.
Peserta didik Madrasah dibekali dengan pemahaman bahwa Akhlak itu
universal, berakhlak berarti harus mampu membangun hubungan yang positif
dengan Tuhannya, Rasulnya, Orang tuanya, sesama manusia, dirinya
sendiri, cara bersikap dan berbudaya serta menjaga alam sekitar.
Sastra dan Pendidikan Karakter;
Sejatinya banyak cara
yang bisa ditempuh lembaga pendidikan dalam rangka penanaman pendidikan
karakter kepada peserta didik. Baik melalui kurikulum, materi pelajaran di
kelas, kegiatan ektra, pramuka, dan program pembiasaan aktivitas keagamaan yang
sudah terjadwal, baik harian, mingguan atau tahunan. Semua sangat memungkinkan
untuk menanamkan pendidikan karakter kepada peserta didik.
Salah satu cara dalam
rangka membangun karakter peserta didik dapat ditempuh dengan Pembelajaran Sastra. Sastra merupakan bagian dari kesenian yang dapat memberikan kesenangan, hiburan, dan
kebahagiaan pada diri manusia. terutama anak-anak usia sekolah dasar.
Rudi umar susanto,
dosen sastra Universitas NU Surabaya, mengatakan bahwa dalam sastra tersaji unsur
perasaan lebih tinggi. Sastra berhubungan dengan penciptaan, dan ungkapan [ekspresi]
pribadi. Jiwa sastra berupa pikiran, perasaan, dan pengalaman manusia. Sebuah
karya sastra akan menjadikan pembacanya lebih kaya akan pengalaman dan
pengetahuan, hati akan bergetar dan jiwa akan diliputi kegembiraan.
Sastra menjadi salah
jalan membangun karakter yang efektif bagi anak didik juga telah diugkap Broto
dalam Sumaryadi, ia mengatakan “sastra dapat menimbulkan rasa baru,
keindahan, moral, keagamaan, khidmat
terhadap Tuhan, dan cinta terhadap sastra bangsanya”, Pembelajaran Sastra
di Sekolah: Metode Imersi, 2012.
Kemudian, Agus Wibowo
dalam bukunya Pendidikan Karakter Berbasis Sastra, 2013, h.127. Menuturkan
bahwa “Sastra juga mampu memberikan kenikmatan, keindahan, dan keagungan
kepada anak didik khususnya dan bangsa ini pada umumnya”.
Sejalan dengan
implementasi pendidikan karakter yang sedang digalakkan oleh pemerintah saat
ini, maka dapat ditarik benang merah bahwa sastra merupakan salah satu media
yang efektif sebagai ihtiyar menginternalisasikan nilai-nilai pendidikan
karakter kapada anak didik.
Sastra di Sekolah Dasar;
Di jenjang sekolah
dasar, terdapat materi pembelajaran sastra. Pembelajaran sastra di sekolah
dasar pada dasarnya bertujuan membina apresiasi anak terghadap karya sastra. Sehingga
anak dapat mengembangkan kearifan, kejelian, dan ketelitian untuk menangkap
isyarat-isyarat dalam kehidupan yang tercermin dalam kara sastra. Jika apresiasi
telah tumbuh pada diri anak, maka akan memberikan dampak positif terhadap anak,
tingkah laku dan kepribadiannya.
Menurut Rahmanto,
sebagaimana tertuang dalam bukunya yang berjudul Metode Pengajaran Sastra,
1996;15. Sebagaimana dikutip oleh Rudi Umar mengatakan “ jika pengajaran
sastra dilakukan secara tepat maka dapat memberikan sumbangan yang besar untuk
memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan di dalam
masyarakat”.
Dari sini, menurut
hemat saya santra menjadi materi penting untuk diajarkan kepada anak didik. Meskipun
demikian sastra harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang
khas milik mereka. Karya sastra yang diajarkan adalah sastra secara khusus yang
dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab dengan
anak-anak.
Apabila karya sastra diajarkan sejak bangku
sekolah dasar, maka sejak dini anak didik akan dapat mengerti kehidupan manusia
yang sederhana, berbudi luhur dan disiplin. Selain itu ia akan dapat belajar
tatakrama / sopan santun berbahasa dari pengungkapan kata-kata Sastrawan.
Ini bagi saya sangat mungkin terjadi, sebab di
dalam karya sastra terdapat gambaran kebiasaan manusia bergaul dengan
kebenaran, keindahan dan kebaikan. Selain itu, di dalam karya sastra begitu
kaya dengan kata-kata yang tersusun secara tepat dan mempesona.
Genre Sastra yang Membangun Karakter;
Melalui penjabaran
tersebut, perlu disadari, secara tidak langsung karya sastra memudahkan guru
dalam menanamkan pendidikan karakter terhadap anak. Guna menjadi anak yang
sopan dan santun di dalam lingkungan sekitarnya maupun dimanapun mereka berada
nantinya.
Dalam hal ini, agar
karya sastra yang diajarkan menjadi efektif dan tepat sasaran, saya akan
menyajikan genre sastra yang bernilai dan relevan dengan pendidikan karakter. Karya
sastra yang dipilih tidak “asal comot” atau semaunya saja diambil dan
dipilih untuk bahan ajar. Akan tetapi karya sastra yang memiliki kriteria yang
berkualitas.
Agus Wibowo, 2013;
131. Dalam bukunya, telah meyajikan 4 genre sastra yang bernilai dan relevan
dengan pendidikan karakter. 4 genre itu sebagai berikut :
1.
Literer-estetis
Genre sastra yang mengandung
nilai keindahan, keelokan, kebagusan, kenikmatan, dan keterpanaan yang
dimungkinkan oleh segala unsur dalam karya sastra.
Contoh: puisi Taufik Ismail
yang terkumpul dalam judul “Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit”.
2.
Humanistis
Genre sastra yang
mengandung nilai kemanusiaan, menjunjung harkat dan martabat manusia serta
menggambarkan ituasi dan kondisi manusia dalam menghadapai aneka masalah
kehiupan.
Contoh : Kisah Ramayana dan
Mahabarata.
3.
Etis dan Moral
Genre sastra yang dalam
karyanya mengacu pada pengalaman manusia dalam bersikap dan bertindak,
melaksanakan yang benar dan meninggalkan yang salah serta bagaiamana seharusnya
tanggung jawab manusia dilakukan.
Contoh : karya Kalatidha
[R.Ng.ranggawarsita].
4.
Religius-Sufstik-Profetis
Genre sastra yang
menyajikan pengalaman spiritual dan transendental.
Contoh : kerinduan manusia
pada Tuhan, bahkan hubungan kedekatan manusia dengan tuhan telah lama ditulis
dalam karya sastra oleh para Sufi. Dalam bentuk puisi misalnya karya Hamzah
Fansuri, Nuruddin ar-Raniri, Amir Hamzah, abdul Hadi W.M., dan sebagainya.
Keempat nilai sastra
tersebut dipandang mampu mengoptimlakan peran sastra dalam membentuk karakter
bangsa pada umumnya dan anak didik pada kususnya. Hemat saya, dengan mengacu
kepada keempat nilai sastra tersebut di atas, semoga kita, para guru tidak
mengalami keraguan dan kegalauan saat mengajarkan sastra kepada peserta didik. Semoga
bermanfaat. Amin.
Punjul, 27 Juni 2020