google-site-verification=a29cQDLicXmx_KpxGtFuPjFzKNqoMZ3FEdNxkyQfTTk Kang Badi': Kang IMAM MURSYID MENOLAK LUPA [Refleksi Wejangan dari Sang Kyai]

Kang IMAM MURSYID MENOLAK LUPA [Refleksi Wejangan dari Sang Kyai]



 
[ Dari Santri Untuk Negeri ]

S U B A D I


Setitik Pitutur ;
Bismillah, menjemput kebahagiaan bisa kita upayakan dengan selalu bersyukur, dengan lisan, tindakan dan hati kita. Allah menganugerahkan kepada setiap manusia sebaik-baik bentuk, penanda kesempurnaan ciptaanNya, yang dilengkapi dengan akal dan hati, begitu juga nafsu. Yang seperti itu, hanya manusialah yang menyandangnya, bukan setan, bukan pula Malaikat. Semua yang diciptakan olehNya, bersujud dan bertasbih kepadaNya, kecuali mereka yang membangkan pada perintah dan ketetapanNya.

Begitu juga manusia, mereka yang taat akan selalu menggunakan nikmat usia dan kesempatan yang ia miliki, semata-mata untuk beribadah kepadaNya. Semua akan bernilai ibadah, jika pelaksanaannya disandarkan kepada niat yang benar. Makan dan minum sebagai ihtiyar menghimpun daya ibadah, bekerja untuk menghidupi keluarga, tidur untuk menghindar dari segala bentuk ketidakfaidahan dan kemaksiatan, olah raga untuk menjaga nikmat tubuh yang sehat, thalabul ilmi dalam rangka menunaikan kewajiban, serta  ihtiyar menjadi orang yang berilmu, berguna, dan bermanfaat bagi sesama. Semua itu hanyalah permisalan saja. Niat merupakan pondasi dari segala aktivitas yang kita lakukan.

Pagi ini, selasa 9 Juni 2020, saya membaca pesan dari sosok santri sekaligus ustadz tatkala di pesantren dulu. Sejauh saya mengamati, Beliau mempunyai keseriusan ketika ngudi ngilmu agama di pesantren. Berkat jerih payah dan kerja kerasnya, kini Beliau menjadi orang yang cukup diperhitungkan di tengah-tengah masyarakat. Dari pesantren Ia tidak hanya mengumpulan bekal ilmu agama saja, tetapi juga membangun spirit bekerja yang kokoh, banyak hal yang Beliau rela lakukan demi dapat bertahan hidup dan ngaji di pesantren. Jualan koran setiap pagi hari, merupakan salah satu penopang hidupnya di pesantren. Saya tahu betul, Beliau pagi-pagi setelah kegiatan mengaji pagi selesai segera mengambil tas lusuhnya dan segera bergegas menaiki sepeda ontelnya pergi berjualan koran.    

Karena hirrah yang kokohlah, sehingga Beliau mampu menapakkan kakinya di jalan thalabul ilmi hingga selesai. Selain menjadi santri yang duduk menimba ilmu di kelas,  kang santri ini setelah tamat bangku Ulya, juga diangkat menjadi seorang ustadz di pesantren tersebut. Bagi saya, ini [diangkat menjadi ustadz] adalah kehormatan tersendiri bagi seorang santri, semata-mata menjadi ruang pengabdian dan sarana belajar menyiapkan diri menyongsong kiprahnya kelak di kampung halaman. Siapa dia ? Kang Imam Mursyid, [Santri dari Panggul Trenggalek] santri Pondok Pesantren MIA [Ma’ahadul Ilmu Wal Amal] Pacet, Moyoketen, Tulungagung, Jatim. 

Kang Imam Mursyid, meskipun singkat pesan yang Engkau kirimkan kepada kami, akan tetapi yang singkat itu, seakan mengingatkan kami tentang sejauh mana kiprah kami santri alumni di tengah masyarakat. Meskipun singkat, bagi saya jika kita mau merenungkannya,  dari pesan itu akan kita temukan makna yang cukup dalam.

Maknanya, adalah santri itu orang yang terdidik dengan ilmu pengetahuan agama Islam, sosial, dan sederet nilai-nilai mulia, akan sangat disayangkan, jika saat berada di tengah masyarakat hanya sebatas berguna untuk pribadinya saja. Sayang sekali jika sosok santri yang telah menimba ilmu pengetahuan agama di pesantren, tatkala sudah pulang kampung, hanya berdiam diri, tanpa memberi warna di tengah-tengah masyarakat. Idealnya, musti berusaha menjadi bagian dari golongan manusia terbaik, yang selalu mengupayakan diri untuk bisa  memberi manfaat kepada sesama, sekecil apaupun peran dan kiprahnya.  

Pesan itu, sangat sayang jika saya lewatkan, dari Romo Kayi H. Abdul Aziz,  kang Imam Mursyid menuturkan [dalam bahasa jawa] “ Lak nik masyarakat, Lak di weki tugas sekirone awakmu mampu, lakonono “. Kurang lebih artinya demikian, [tatkala kamu sudah berada di tengah masyarakat, ketika diberi tugas, dan sekiranya kamu mampu, maka laksanakanlah]. Itulah pesan Romo Kyai, yang hingga detik ini, oleh kang Mursyid sama sekali tidak dilupakan. Bagi saya, pesan itu tidak boleh dimaknai dengan sebuah kepasrahan tanpa kerja keras, akan tetapi pesan itu merupakan signal bagi santri, bahwa kita sebenarnya dinanti oleh masyarakat, sehingga mumpung masih di pesantren musti berusaha mengumpulkan bekal [ilmu dan pengalaman] dengan sungguh-sungguh.

Jika kita cermati kalimatnya, pesan itu sangatlah pendek, dan mudah kita ingat. Akan tetapi bagi saya, pesan itu memberikan isyarat kepada para santri untuk berfikir, dan merefleksikannya makna pesan itu lebih jauh. Tidak hanya, didengar dan kemudian dilupakan, tanpa mau mencari makna yang di kandungnya. Jika ini yang terjadi, maka tidak mengherankan jika santri, akan santai-santai dalam belajar dan tidak mempunyai jangkauan panjang setelah ia pulang ke kampungnya masing-masing.

Wejangan singkat Romo Kyai itu, menurut saya adalah signal bagi seluruh santri, agar segera menyiapkan dirinya dengan sebaik-baiknya. Karena, keberadaannya di pesantren dan pedikat santri yang disandangnya sudah dilihat dan diperhitungkan oleh masyarakat. Ia menjadi harapan masyarakat untuk ikut serta membangun peradaban dan mencerdaskan ummat,

Dari pesan itu, saya dapat menemukan tiga point penting yang tidak boleh dilupakan bagi santri. Pertama budaya santri saat di pondok, kedua perjuangan dan harapan, dan ketiga menyadari tantangan di masyarakat.

Budaya Santri ;
Menyoal tentang santri dan kebiasaannya, seakan tidak ada habisnya. Keseharian dan kebiasaan para santri juga berbeda dengan orang-orang pada umumnya, namun sangat menarik dan unik. Kesederhanaan kaum santri merupakan bentuk kerendahan hati dan suatu proses yang hendak mengantarkan dirinya menuju insan yang berkualitas.

Ciri khas yang biasa dijumpai di kalangan kaum santri yaitu seperti sarung, songkok miring, sendal jepit dan kebiasaan yang bersifat spontan seperti ketiduran saat ngaji atau sekolah, ngobrol di sela-sela musyawarah dengan topik terkini, ngopi tanpa batas dan over dalam bergurau, berkelakar. Ditambah lagi dengan kehidupan yang serba bersama, seperti masak bersama, makan bersama, dan tidur bersama dalam satu kamar yang sempit dan sumpek, tanpa tikar apalagi bantal.

Akan tetapi di balik itu semua terkandung nilai-nilai yang luhur. Sebab, santri biasa dilatih dengan kebersamaan, kesederhanaan, kesabaran, dan keteguhan jiwa dalam menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang mengahadang. Sehingga membuat ikatan emosional antar santri terjalin kokoh. Selalu teguh bagaikan karang di lautan yang tak pernah rapuh meskipun diterjang ombak.

Hari-harinya, seakan hanya diisi dengan mengaji dan mengaji, pagi, siang, sore, hingga malam hari. Memang tidak semua pesantren karakteristiknya sama, akan tetapi dimanapun seseorang nyantri, pada dasarnya ia sedang menuntut ilmu agama, dan predikat santri akan selalu melekat pada dirinya. Oleh karena itu,  mau tidak mau, santri musti menyadari bahwa dirinya adalah santri yang selalu diharapkan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat, sebagai sosok yang patut diteladani dan ikut mewarnai kehidupan di masyarakat dengan nilai-nilai luhur, pencerah, penyejuk, dan pengurai pelbagai problematika hidup yang terjadi di masyarakat. Di sinilah, peran santri yang sesungguhnya.

Perjuangan dan Harapan ;
Ada yang bilang, pesantren adalah “kawah candra dimuka”, bisa diejawentahkan bahwa pesantren merupakan tempat menempa diri secara lahir maupun batin. Para santri supaya menjadi sosok yang berkwalitas ditempa sedemikian rupa, dengan berbagai macam bentuk kegiatan yang berat yang musti dilaksanakan dengan konsisten, terus menerus sampai ia benar-benar menjadi orang yang layak diandalkan.

Tempaan itu adalah, mengaji tanpa jemu, baik bersama Sang Kyai maupun dengan bimbingan para Ustadz yang ada di pesantren. Berbagai macam disiplin dan fan ilmu terus ia pelajari, mulai ilmu nahwu, sharaf, fikih, Qur’an, Hadits, akhlak, balaghah, mantik, sirah islam,  dan lain sebagainya. Seluruh waktu yang mereka miliki, kian berarti tanpa sedikitpun tercecer untuk hal yang kurang berfaidah. Semua waktunya tercurah untuk memperdalam wawasan pengetahuan agama islam, kususnya.

Selanjudnya, Sebuah Perjuangan, kata yang telah menjadi tradisi kebiasaan di dalam pesantren. Para santri sudah terbiasa bangun di tengah malam, menunaikan Qiyamul Lail, berdzikir hingga mejelang sholat subuh, lalu mengaji kitab dengan Kyai. Perjuangan menahan nafsu untuk bermalas-malasan. Perjuangan untuk mendapatkan ilmu. Perjuangan untuk mandiri, menjadi manusia dewasa.

Perjuangan, perlu latihan. Di pesantren dilatih untuk menjaga sikap tawadhu, dilatih untuk menerima apa adanya dan memperbesar rasa syukur. Makan dengan lauk seadanya sudah biasa. Tidur dengan alas lantai tidak jadi apa. Santri adalah manusia yang unik. Sudah terbiasa bekerja keras. Belajar dan selalu belajar dari keadaan. Mengaji Kitab dan mengaji alam ayat Tuhan.

Tak hanya berhenti sampai di situ saja, berbagai macam kegiatan, untuk mengasah skill berdakwah pun terus digelorakan, budaya musyawarah sudah menjadi santapan setiap minggunya, belajar menyelesaikan berbagai masalah yang muncul di masyarakat, kegiatan kithabah/pidato menjadi bekal untuk cakap berdakwah saat nanti terjun di masayarakat, kegiatan syafari dakwah yang dilaksanakan pada bulan romadhoan dan waktu yang lain,  dengan terjun langsung di tengah-tengah masyarakat menjadi penyempurna tempaan bagi santri agar kelak tidak canggung berkiprah di masyarakat.

Dan kenyataan yang tak bisa dielakkan adalah di pesantren itu mereka berkumpul, berbaur denganya santri-santri lain yang berasal dari berbagai kota dan provinsi, sudah barang tentu karakter mereka tentu satu sama lain bebeda-beda. Dari sini menunjukkan bahwa santri secara sosial, mereka sedang belajar menghormati, memahami karakter tiap individu yang bermacam-macam itu. Saya sadar, sejatinya uraian ini tak cukup untuk menggambarkan berbagai macam tempaan para santri saat masih pesantren, pasti masih banyak lagi yang bisa kita masukkan ke daftar bentuk-bentuk tempaan yang diberikan kepada para santri.

Tantangan di Masyarakat;
Dari segala aktivitas yang ada di pesantren serta segala macam bentuk perjuangan, yang semata-mata li thalabil ilmi wal barakah tersebut, sejatinya tidak hanya untuk bekal pribadi semata, akan tetapi idealnya juga untuk menjadi bekal berjuang di tengah-tengah masyarakat. Menjadi insan yang bisa memberi manfaat bagi sesama.

Lantas, seperti apa kiprah alumni saat sudah berada di masyarakatnya masing-masing, apakah ia mampu berkembang atau tidak? Apaka ia mampu berbaur dengan masyarakat atau tidak ? apakah ia mampu menjadi penerang bagi sesama atau tidak ? apakah ia mampu bertanggung jawab dengan pribadinya sendiri atau tidak? Setidaknya, pada lingkup yang sangat kecil mereka musti mampu menjadi penerang bagi keluarganya. Minimal. Saya sangat yakin,  mayoritas alumni pesantren tidak hanya menjadi orang yang baik, tetapi juga menjadi pribadi yang mencerahkan ummat. Barangkali, itulah harapan Kyai kepada para santrinya.

Mengapa kiprah almuni itu menjadi penting ? bagi saya, kesuksesan alumni itu akan menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah pesantren, sekaligus akan menjadi spirit generasi santri setelahnya  yang akan menimba ilmu di sebuah pesantren, kondisi nilah yang akhirnya diikuti oleh santri lainnya untuk terus belajar dan mengembangkan diri di pesantren.

Mengapa demikian? Itu terjadi karena karakter building dan revolusi mental telah lama dilakukan dan diterapkan oleh pondok pesantren. Hal ini tidak lepas dari jasa pesantren melalui programnya, seperti cuplikan tradisi dan perjuangan di atas. Terutama syafari  dakwah dengan menerjunkan para santri yang telah siap secara mental untuk berkiprah di tengah masyarakat dan lembaga formal. Program yang digiatkan ini bertujuan sebagai media syiar Islam dan praktek lapangan bagi santri untuk belajar bermasyarakat secara langsung.

Dengan demikian, pesantren juga harus tanggap dengan menyiapkan para santrinya untuk menjadi alumni yang cakap dan siap berkiprah di tengah-tengah masyarakat, disamping mampu mengantarkan santri menguasai macam-macam fan ilmu. Lebih jauh lagi, menyiapakan kesiapan para santri untuk terjun dan berdakwah juga tidak kalah penting. Sehingga pesantren akan terus diincar oleh masyarakat, karena dapat menjadi “kawah candra dimuka” bagi para santri yang hendak menempakan dirinya di pesantren tersebut.

Terakhir, sejatinya setelah sesorang menyandang predikat santri, mulai saat itu pula, ia menjadi harapan masyarakat. Agaknya tidak berlebihan jika masyarakat mengharapkan kehadiran peran dan kiprahnya setelah tamat menimba ilmu di pesantren, mengingat tidak semua generasi muda bisa mengenyam bangku pesantren. Santri di tengah masyarakat ibarat mutiara di tengah-tengah bebatuan berjubel. Ia telah dikenal oleh kebanyakan orang bahwa ia adalah santri. Dengan demikian, kiranya perlu disadari, tantangan santri tidaklah ringan, makanya tempaan-tempaan saat di pesantren harus dilalui dengan sungguh-sungguh,  niat yang kokoh,  dan spirit yang kuat, untuk membekali diri dan sebagai modal berkiprah di masyarakat.

Setidaknya, pesan Romo Kyai di atas tidaklah berlebihan, jika kita pahami bahwa santri itu sosok yang akan berkiprah di tengah-tengah ummat. Iya, memang tidak semua santri akan sama perannya, tetapi bagi saya, tidak salah jika kita ikut mewarnai kehidupan di masyarakat dengan nilai-nilai luhur yang telah diajarkan Sang Kyai dan para Ustadz di pesantren. Sekecil apapun peran kita, akan sangat berharga ketimbang hanya diam diri di rumah, dan tak berbuat apa-apa. 

Dimanapun kita bisa berkiprah, sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. Saya berani memastikan tidak ada santri yang pulang tidak membawa bekal ilmu dan pengalaman, sekalipun bekal yang dibawanya itu hanya sedikit. Dari yang sedikit itu, musti dikembangakan agar tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat, apalagi yang bisa mengumpukan bekal banyak, tentu lebih mantap lagi. Itulah, satu bentuk berkahnya ilmu, ilmu yang bermanfaat untuk sesama.  

“Dari  Pesantren Mata Air Kearifan Bisa Ditimba Guna Memenuhi Dahaga Peradaban Yang Semakin Gersang” [Badi’]

Punjul, 09 Juni 2020

2 comments:

Terimaksih telah berkenan membaca tulisan ini, komentar anda sangat saya hargai. Semoga ada manfaatnya. amin..

𝗥𝗮𝗻𝘁𝗮𝗶 𝗞𝗲𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯𝗮𝗻

𝘒𝘦𝘸𝘢𝘫𝘪𝘣𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘴𝘰𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪...