SUBADI
Belajar menulis, bagi saya, tidak harus
terbelenggu dengan hasrat keinginan menghadirkan tulisan yang bermutu
tinggi, ilmiyah dan berbobot [kata teman-teman], apalagi sampai mengabaikan nilai-nilai
luhur yang dikandung oleh mulianya budaya literasi. Betul memang, tidak semua
penulis pemula kesulitan untuk menghadirkan tulisan yang berbobot, nyatanya
banyak karya belia mereka yang bagus dan sarat akan gagasan briliyant dan pengetahuan
baru, saya yakin yang bisa seperti ini, karena ditunjang oleh budaya membaca mereka yang sebelumnya sudah berjalan
dengan baik dan konsisten, pasti hobi membaca, bahkan kutu
buku.
Harus saya akui, dengan minimnya pengetahuan dan
jarangnya membaca buku, seringkali membuat saya kekeringan ide. Sehingga saya harus
memutar otak kuat-kuat, untuk mencari inspirasi dengan cara apa saja, pokoknya
bisa menghadirkan ide yang bisa saya tulis. Mulai dari aktivitas sehari-hari,
membaca buku ringan yang ada di rumah, menonton berita di tv, merenungkan
setiap kejadian yang memungkinkan untuk dijadikan topik tulisan, sampai hal-hal
yang sangat remeh sekalipun, dan lain sebagainya. Yang terpenting, bisa menjadi
ide untuk ditulis, demi sebuah karya tulis.
Kekeringan ide itu, kerap kali mendorong saya untuk
mengabil jalan pintas, sesekali melihat-lihat tulisan yang ada di internet,
artikel-artikel yang betebaran dan beraneka-ragam topik itu, seakan
melambai-lambai untuk saya Copas, tubuh sudah capek, ide tidak kunjung datang, sudah larut malam, dan kantuk pun ikut melanda. Rasanya ini adalah
jalan yang tepat untuk hadirnya sebuat tulisan. Tetapi, saya masih bersyukur,
masih diberi pikiran yang jernih, apalah artinya saya belajar menulis, jika saya
harus mengambil jalan pintas itu, ini pasti hanya bujuk rayu setan saja.
Wajib saya lawan.
Dalam proses belajar menulis ini [sebab, kering dan terbatasnya
gugusan ide yang saya miliki], yang saya coba kukuhkan adalah, saya harus
berani memulai menulis dari hal -hal yang sangat sederhana sekalipun, yang
terpenting saya di sini belajar mengolah dan menyusun kata secara istiqamah, sampai tulisan
saya mudah dipahami dan enak dibaca. Seiring berjalannya waktu, dengan rajin membaca
saya yakin tulisan yang saya hasilnya akan bermutu sekaligus berbobot,
seiring perjalanannya waktu belajar menulis. Dari pada saya harus mengejar bobot, tetapi lupa akan kejujuran
dalam menulis, yang akhirnya kebiasaan dan kecenderungan untuk selalu Copas
akan sulit dihindari, karena menjadi karakter buruk saya.
Sebagaimana yang sudah mafhum, Copas karya tulis orang lain, yang kemudian diakui
sebagai tulisan pribadi, dalam dunia literasi disebut plagiasi. Kegiatan
seperti ini juga banyak terjadi di kalangan akademisi, bahkan penulis produktif
dan dosen juga ada yang terjerembab
pada jurang kebodohan plagiasi ini, sebagaimana kasus plagiasi yang telah dicontohkan oleh Dr. Ngainun Naim dalam bukunya The Power of Writing. Menurut cacatan Beliau ini, bahwa plagiasi merupakan
perilaku yang kurang terpuji, [Naim, 115]. Jika kita membaca keseluruhan contoh
kasus plagiat yang dipaparan pada bab IV
sub ke 4 itu [Habitus Plagiasi], kiranya tidak berlebihan, jika saya
menyimpulkan bahwa plagiasi bukan hanya sekedar tindakan yang kurang terpuji,
tetapi juga akan merugikan, bagi karir seorang penulis.
Saya menjadi tambah yakin bahwa plagiasi adalah
bagian dari prilaku kurang terpuji. Yaitu, saat awal mulai membuat blog, karena
tidak ada yang membantu, beberapa kali saya mencoba membuka tutorial cara
membuat blog yang ada di youtube, mulai dari cara daftar sampai cara mengisi
kolom setting, dan seterusnya, beberapa chanel youtube saya putar dan simak
dengan cermat. Mas youtuber beberapa kali mengingatkan "Setelah mempunyai blog, tugas Anda sekarang adalah mengisinya
dengan artikel dan tulisan setiap hari, yang dibanyakin tulisannya, jangan
fotonya".
Mas youtuber itu, pada pesan selanjutnya juga
menuturkan, "jika Anda mengisi
blog dengan tulisan, pastikan yang anda unggah adalah karya anda sendiri,
karena jika Anda mengisinya dengan cara Copas/plagiat, itu akan sangat
merugikan Anda, terlebih bagi orang lain, kususnya penulisnya". Sampai hari ini, saya masih ingat betul
kata-kata itu. Apalagi, ditambah keterangan dari buku, yang pada bagian tertentu memaparkan tentang pentingnya
membangun spirit menulis, serta
memaparkan contoh kasus plagiasi yang merupakan perilaku kurang terpuji
itu.
Jujur, saya sangat sepakat dikatakan bahwa spirit kepenulisan
merupakan ruhnya menulis. Spirit inilah yang menentukan
proses kepenulisan seseorang apakah akan terus berkembang atau berhenti, [Naim,
25]. Akan tetapi spirit menulis itu, akan menjadi lebih mulia jika disandarkan
pada nilai kejujuran dalam menulis. Menulis jujur, bagi
saya adalah sebuah keniscayaan dan tantangan tersendiri, karena ia akan menjadi motivasi terbangunnya
spirit membaca, refleksi, dan segala aktivitas yang dapat menghadirkan ide
menulis. Dengan demikian, kecenderungan
untuk Copas
tulisan orang lain akan tersingkirkan dengan sendirinya.
Saya juga tidak tahu, akan seperti apa, perjalanan
sinau menulis ini di hari-hari selanjudnya, yang terpenting “hari ini” saya
kerjakan dengan penuh semangat dan rasa tanggung
jawab, ini bagi saya, sudah
lebih dari cukup. Hanya satu keyakinan saya, bahwa karakter seseorang juga akan
sangat ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan, jika kebiasaan itu bagian dari nilai positif, besar kemungkinan akan membentuk karakter yang mulia. Begitu juga sebaliknya, jika kebiasaan itu bagian dari
nilai negatif, besar kemungkinan akan membentuk karakter yang kurang baik, receh.
Tulisan
ini, adalah bagian dari cara saya untuk
memotivasi diri pribadi saya sendiri, bahwa
segala aktivitas apapun [termasuk menulis] musti dilandasi dengan spirit “Kejujuran”.
Guyonan; Suatu ketika, ada yang berkomentar, Kang,
mengapa argument yang sering kamu gunakan kok Cuma dari bukunya Dr.Ngainun Naim
saja? Yang lain mana?, ya, [sambil tersenyum] saya jawab; Memang buku tentang
menulis yang saya miliki, hanya itu, tidak punya yang lain, itu saja saya sudah
bahagia, dan bisa belajar menulis. Hehe
04 Juni 2020, Punjul-Karangrejo-Tulungagung.
Terharu
ReplyDeleteTerharu tetangganya pak kasian... Kwkwkw... Siap pergi ke toko buku lowakan Dok, Hunting buku...
DeleteTulisan Ustafz menginspirasi sy, semoga sy juga kuat terhindar dari plagiasi, mental rwceh h h h
ReplyDeleteSiap... Monggo sareng-sareng terus menulis Buk...
DeleteKonsisten dengan idealisme dalam nenulis
ReplyDeleteSip.... Bagi penulis dpt menyelesaikan tulisan adalah suatu kenikmatan terlepas dari komentar orang, karena menikmati proses itu lebih bermakna
ReplyDelete