google-site-verification=a29cQDLicXmx_KpxGtFuPjFzKNqoMZ3FEdNxkyQfTTk Kang Badi': TIGA KITAB BERNASIB MALANG, [Pengalaman Santri “Mbeling”]

TIGA KITAB BERNASIB MALANG, [Pengalaman Santri “Mbeling”]




Tradisi Borem (tibo merem)  Cah Pondok

SUBADI

Belajar dengan muroja'ah, mengulang kembali pelajaran yang telah diajarkan di kelas, pastinya selalu menjadi aktivitas sehari-hari semua santri di Pondok. Tidak ada tempat yang kusus bagi satiap santri untuk muroja'ah, semua tempat yang ada seakan layak dan nyaman untuk muroja'ah. Serambi masjid, kamar gotaan, kelas madrasah, uala/qo’ah, teras, dan bahkan di kantin. Semuanya terasa nyaman-nyaman saja, apalagi ditemani dengan secangkir kopi manis, rasa kantuk seakan enggan menghampiri. 

Sejauh pengamatan saya,  pada saat itu, hampir tidak diketemukan sahabat di penjara suci [memaknai pondok menurut beberapa teman] itu, yang tidak pernah muroja’ah, semua pernah belajar dengan muroj’ah,  maaf, meskipun tidak semua rajin belajar [termasuk saya,hehe]. Meskipun demikian, saya sangat bersyukur, telah ditakdirkan punya kesempatan menimba ilmu di Pondok, meskipun saya bukan termasuk santri yang pandai, tetapi sungguh sedikit pengetahuan yang telah saya dapatkan, benar-benar saya rasakan manfaatnya, terlebih ketika sudah boyong. Minimal, untuk perbaikan laku dan amal pribadi, serta modal membangun keluarga. 

Setiap santri, pasti punya pengalaman unik selama mereka hidup di pondok, semisal pengalamannya belajar di kelas, ngaji ngantukan,  kehabisan bekal,  terserang gatal-gatal [wawur istilahnya], terkena hukuman karena tak mampu menghafalkan nadzom,  pengalaman mengikuti lomba baca kitab kuning, khitobah, atau pengalaman-pengalaman yang lain. Semua itu, pengalaman yang akan dikenang sepanjang hidup mereka. Tentu, juga bisa menjadi bahan untuk bercerita dan membangun spirit bagi anak cucu mereka, di kemudian hari.

Ngomong-ngomong soal pengalaman, saya juga punya pengalaman saat di pondok. Maaf, jujur harus saya akui, saya ini termasuk santri yang jarang tidur sore [jam 22.00 ke bawah]. Kebiasaan tidur larut malam itu, ternya terbawa sampai saat ini. Kebiasaan tidur larut malam itu, kayaknya sudah tak asing bagi santri pondok, utamanya bagi santri yang nyambi sekolah, secara otomatis waktu belajarnya berlipat,  satu sisi, mereka harus menuntaskan palajaran madrasah dan pondok, di sisi yang lain, mereka harus menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah dan kuliah. Sudah barang tentu, tantangannya sedikit lebih berat, termasuk waktu murojaah pelajaran sedikit relatif panjang jika dibanding mereka yang murni mondok saja.

Kejujuran kedua juga perlu saya ungkap, [meskipun ini aib bagi saya]. Ya,  kebiasaan sulit bangun tidur di waktu pagi menjelang subuh. Hampir tiap pagi,  saya bisa bangun karena ada yang membangunkan. Meskipun demikian tidak berarti saya mengabaikan dan tidak bisa mengikuti kegiatan [jama’ah dan ngaji], saya musti berterima kasih, karena ada teman yang sudi membangunkan, sehingga bisa mengikuti jama’ah subuh, sekaligus ngaji Tafsir Jalalain dengan Romo Kyai Abdul Aziz, lahul fatihah 3x, dan acara pagi itu diakhiri dengan sorogan al-Quran, di serambi masjid.
-------------------------

Tempat favorit untuk tidur bagi saya adalah serambi masjid,  kalau tidak di situ, ya di kamar gota’an atan teras asrama. Tanpa beralas tikar, apalagi bantal, paling-paling tak terasa buku yang jadi bantal, buku apes.
 --------------------------

Suatu ketika, malam itu saya habiskan hanya untuk belajar, sekitar 3 kitab saya bawa untuk murojaah pelajaran madrasah, seingat saya kitab fan fikih. Satu kitab pelajaran,   dua kitab lainya adalah kitab syarah untuk mendukung memahami pelajaran pokok. Hingga larut malam saya belajar, tak terasa harus ketiduran di tempat itu, ketiga kitab pun masih terbuka, berserakan disekitaran kepala saya.  Apesnya, yang biasanya saya belajar diserambi masjid atau kamar gota’an, ini malah berada di kelas madrasah lantai 2, jelas jauh dari teman-teman, terutama yang biasa membangunkan saya. Huh, bangkong sudah pasti, yang teman biasanya membangunkan tak tahu akan keadaan dan dimana saya berada. Tibalah waktu jamaah subuh.

Seperti lazimya, setiap pagi sehabis jama’ah subuh, petugas keamanaan menyisir tiap sudut ruang kelas, patroli mencari santri mbeling yang bangkong, apes bin nasib, petugas keamanan itu, menemukan sosok santri mbeling yang tak kunjung bangun, dengan bijak beliau itu mengguyurkan air satu timba besar seukuran timba cat isi 25 kilo ke tubuh saya, [semampu saya mengingat, timba itu memang bekas wadah  cat 25 kiloan] , basah kuyup sudah pasti, dan ketiga kitab yang tak punya salah pun, ikut menanggung dosa mbangkong saya, ikut terguyur air dan menjadi bubur, mumur. Hehe..The and.

4 Juni 2020. Punjul-Karangrejo-Tulungagung

10 comments:

  1. Pengalaman menjadi guru terbaik untuk meraih masa depan... Sae pak.. terus semangat..

    ReplyDelete
  2. Hehew... Seng nyuyur uduk aku loh ،،،๐Ÿ˜…

    ReplyDelete
    Replies
    1. Senirmu kae.. Kwkmwmw... Tiwas tuwek nik pondok...

      Delete
  3. Masyaallah.. leres sedanten niku๐Ÿ˜Š bisa buat pengetahuan atau sekedar wawasan bagi santri zaman now atau bisa dibilang santri milenial, yg lebih sensitif dg yg namanya aturan๐Ÿ˜‚ Jadi berasa santri sesungguhnya ๐Ÿ•Œ Ajib jiddan ๐Ÿ‘

    ReplyDelete

Terimaksih telah berkenan membaca tulisan ini, komentar anda sangat saya hargai. Semoga ada manfaatnya. amin..

๐—ฅ๐—ฎ๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ถ ๐—ž๐—ฒ๐˜„๐—ฎ๐—ท๐—ถ๐—ฏ๐—ฎ๐—ป

๐˜’๐˜ฆ๐˜ธ๐˜ข๐˜ซ๐˜ช๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ด๐˜ถ๐˜ข๐˜ต๐˜ถ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฑ๐˜ข๐˜ด๐˜ต๐˜ช ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข๐˜ต ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ด๐˜ฐ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ช...