S U B A D I
Dalam masa-masa sinau
menulis yang saya lakoni hingga detik ini, hampir seluruh tulisan
itu, tidak ada yang hanya tertidur di bilik blog saja. Tulisan itu [semuanya sederhana,
saya juga menyadari, hampir tak ada yang istimewa], apapun keadaannya
selalu saya syukuri, saya share ke group WA, terutama yang sudah
kayak keluarga, yang biasa guyonan dan buly-buly-an.
Tak hanya terhenti
di Wag, lebih jauh lagi, saya
gunakan untuk mengisi status WA dan Facebook. Seperti itu kira-kira,
seneng-seneng saja. Ada yang menanggapi positif, ada yang menaggapi kamu kok narsis
“negatif”, ada yang mengkritik, ada pula yang menyanjung dan memuji, bahkan
lebih banyak. Semua saya nikmati, bagi saya ini termasuk ruang untuk belajar
membuka diri dan menyadarkan diri bahwa di dunia ini, memang penuh warna dan
rasa.
Saya masih ingat
akan pesan Guru literasi saya, Pak. Dr. Ngainun Naim, bahwa menulis adalah
pekerjaan langka, dan sudah pasti seorang penulis itu, menjadi orang langka,
kira-kira begitu isi pesan Beliau. Pesan ini seakan mengingatkan saya akan
sabda Nabi “Kun ghariban” jadilah orang asing. Ya, asing dan langka
menurut refleksi singkat saya, kurang lebih spirit makna yang dikandung
sama, tidak perlu didebat ya.
Asing, yang
terkandung dalam hadits tersebut berarti kita musti tetap menjalani kehidupan
dengan terus berusaha mengikuti ajaran Nabi dan perintah agama Islam. Meskipun secara
umum, banyak orang-orang menjalani kehidupannya jauh dari nilai-nilai luhur
agama islam. Di tengah kekeringan ini, kita hendaknya tetap teguh memedomani
nilai-nilai luhur agama islam, meskipun beratnya minta ampun, ibarat tangan
yang sedang menggenggam bara api. Bayangkan sendiri kira-kira seperti apa?
Langka, sejauh saya
menangkap pesan dari kata itu [baca; penulis itu manusia langka]. Kenyataannya,
banyak para akademisi, dosen [tidak semuanya], pengajar, dan sebagainya, yang tidak gemar [produktif]
menulis, ini kan aneh? Apalagi seorang dosen, yang setiap bulan atau tahun, dengar-dengar
harus melakukan research / penelitian, yang pada gilirannya tentu
dituangkan pada tulisan, karya tulis ilmiyah. Dosen saja, banyak yang enggan
menulis, apalagi orang yang tidak berkutat pada dunia akademisi, aktivitas
menulis kayaknya tambah semakin sulit ditemui dan pasti menjadi sesuatu yang
langka.
Dari sini saya mulai
berfkir, betul sekali jika menjadi penulis itu termasuk manusia langka, manusia
asing yang berada di kerumunan jutaan orang yang umumnya tidak menulis. Saya kemudiam
berfikir lagi, terus jika menulis manfaatnya apa? Jujur, saya yang baru memulai
belajar saja, baru se bulan, kira-kira banyak menemukan bentuk-bentuk kemanfaatan menulis, yang beberapa
hari lalu diantara rasanya menulis sudah saya abadikan dalam bentuk tulisan, yang sekarang menjadi bagian isian blog. Belum lagi ditambah, cerita pengalaman para penulis produktif, dan kisah-kisah
penulis yang lain, Ajib rosidi, Babu TKW, Hamka dan lain sebagainya.
Menulis paling saya demeni
karena munulis itu bagian dari
Proses Belajar. Simpel saja, belajar adalah ibadah, dan Allah pasti
mengehendakinya. Amin.
05 Juni 2020,
Boyolangu-Tulungagung
Luar biasa sangat memotivasi pak...
ReplyDeleteSuwun Pak... Sama2 pak....
ReplyDeleteMantap.
ReplyDeleteAlhamdulillah...
Delete