S u b a d i
Bismillah. Dalam tulisan kali ini, saya ingin mencoba mengingat kembali ihwal pelajaran hidup yang telah dituturkan Kyai saya, Almahgfurlah K.H. Abdul Aziz, semoga Allah selalu mencurahkan rahmat dan maghfirahNya, amin.
Pada kesempatan yang sangat berharga itu, Beliau menyampaikan 4 tipe hidup manusia. Mulai yang paling istimewa hingga yang nista. Beliau juga menuturkan bahwa sejatinya hidup ini adalah pilihan, sebab hidup menjadi pilihan, maka setiap orang boleh memilih dan berupaya untuk mencapai apa yang telah menjadi pilihan dan tujuan hidupnya.
Oleh sebab itu, setiap manusia yang cerdas tentu memilih kehidupan yang baik dan bermartabat. Pada titik ini, bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa "kebahagiaan" lah, sejatinya yang menjadi pilihan dan tujuan hidup seseorang. Meskipun ukuran kebahagiaan bagi setiap orang tidak sama, bukan berarti kita tidak boleh membuat indikator yang bisa menjadi penanda dari sebuah "kebahagiaan".
Ada 4 tipe hidup manusia yang Beliau sampaikan dalam majlis itu:
Pertama, Sa'idun fiddunya wa sa'idun fil akhirah. Pada tipe ini, memberi gambaran bahwa ada manusia yang hidupnya penuh dengan kebaikan, dhahir-batin. Ibadah dalam rangka menghamba kepada Allah dilaksanakan dengan konsisten, seluruh hidupnya selalu dihiasi dengan beribadah kepadaNya, dan jauh dari perilaku menyimpang. Ibadah menjadi perhiasan diri dan hidupnya. Kemudian, kehidupannya di dunia pun senantiasa menunai ketenangan dan kecukupan. Rumah tangganya sakinah, karir pekerjaannya sukses, dikarunia anak-anak yang soleh, rizkinya selalu melimpah, berkah, dan seterusnya. Tegasnya, yang pertama ini adalah tipe orang yang paling istimewa, sebab dunia dan ibadahnya senantiasa berjalan sempurna.
Kedua, Sa'idun fiddunya wa saqiyun fil akhirah. Memberi gambaran bahwa, ada orang yang kebutuhan hidupnya selalu tercukupi, hampir tidak ada kendala yang berarti baginya dalam menjalani hidup di dunia, sebab ia selalu berkecukupan bahkan lebih. Apapun yang ia inginkan bisa terwujud dengan mulus.
Kata lain hidupnya bergelimang harta. Akan tetapi, ia jauh dari agama, sehingga tidak tahu caranya bersyukur dan tidak menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba. Ia hanya menikmati kesenangan dunia semata. Kesuksesan dunia menjadi miliknya. Hidupnya senantiasa dihiasi dengan ragam kemaksiatan, main, judi, mabuk, dan lain-lain.
Ketiga, Saqiyun fiddunya wa sa'idun fil akhirah. Pada tipe yang ketiga ini, ada seseorang yang hidupnya tak luput dari ujian Allah, kesempitan rezeki, mungkin juga sering dilanda sakit, pekerjaannya keras, untuk mencukupi kebutuhan hidupnya hanya bisa diraih dengan cara banting tulang, siang-malam, dan seterusnya. Meskipun demikian, ia tetap teguh iman, sesibuk apapun, serepot apapun, sesakit apapun ia tetap istiqomah dalam beribadah dan selalu berbaik sangka kepada Allah, bahwa ini hanyalah ujian di dunia, ia mempunyai tujuan yang lebih mulia, ingin meraih sukses di kehidupan selanjudnya, yakni bahagia akhirat. Oleh sebab itu, ia selalu bersabar, qana'ah, dan raja' kepada Allah sampai akhir hayatnya.
Keempat, Saqiyun fiddunya wa saqiyun fil akhirah. Tipe yang terakhir ini, adalah tipe yang paling tidak diharapkan, sebab selama di dunia hanya kepahitan hidup yang ia rasakan, serba kekurangan, rumah tangganya berantakan, menjadi pesakitan, berjudi menjadi perhiasan, maksiat menjadi rutinitas, dan apalagi ibadah kian semakin jauh dari hidupnya. Ia tak mau mengenal Allah, apalagi sampai mengerjakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang hamba.
Sebagai manusia yang cerdas, tentu kita menjatuhkan pilihan pada tipe yang pertama, dan setidaknya jika itu menjadi berat, setelah diupayakan maka setidaknya tipe yang ketiga lah kita akan menjatuhkan pilihan, meski hidup di dunia ini terasa berat, akan tetapi harapan untuk meraih kebahagiaan di akhirat setidaknya masih berpeluang besar. Kuncinya hanya bersabar, qanaah, istiqomah, dan husnuddzan kepada Allah.
6 Kunci Penting Meraih Bahagia
Ada catatan penting dan menarik yang perlu saya bagi, yakni kunci-kunci penting yang dapat digunakan untuk meraih kebahagiaan. Anda juga bisa membacanya di dalam buku Teraju, strategi membaca buku dan mengikat makna, karya Dr. Ngainun Naim, di halaman 95-96 disebutkan setidaknya ada 6 kunci yang dapat ditempuh seseorang yang ingin meraih bahagia, dunia dan akhirat.
6 kunci itu adalah, ibadah, sederhana, menahan diri, dekat dengan al-Quran, bermanfaat bagi sesama, dan bekerja dengan tulus.
Ibadah, beribadah sejatinya bukan hanya cara manusia untuk meraih bahagia di akhirat saja, akan tetapi, ia juga mampu menenangkan batin seseorang. Dengan ibadah secara tulus hidup seseorang akan lebih bermakna dan lebih berkah. Jadikanlah ibadah menjadi perhiasan hidup.
Sederhana, seseorang yang hidupnya dijalani dengan kesederhanaan, pasti hatinya akan menjadi tenang. Ia menerima dengan tulus apa-apa yang telah Allah berikan, setiap usaha dan ihtiyarnya senantiasa digantungkan kepada Allah dan hasilnya dipasrahkan kepada ketentuanNya. Sehingga, ia dapat menikmati setiap rezeki yang ia peroleh dengan syukur dan sikap qana'ah.
Menahan Diri, dalam konteks yang lebih luas, menahan diri bukanlah perkara yang mudah, sebab dalam rangka sampai pada bahagia seseorang musti mampu menahan untuk tidak terjerembab pada jurang kemaksiatan, di samping itu pula, ia musti menahan untuk tidak meninggalkan sejengkalpun keimanan yang telah menancap di dalam hatinya, sehingga ia terus berusaha konsisten pada jalan kebajikan. Iman, islam, dan ihsan.
Dekat dengan Al-Quran, bagi umat islam Al-Quran adalah kitab suci, yang menjadi pedoman hidup. Ia laksana peta yang dapat menuntun langkah kaki manusia dalam meniti hidupnya di dunia. Oleh sebab itu, manusia yang ingin meraih bahagia, ia musti berusaha lebih dekat dengan Al-Quran, membacanya terlebih mengkajinya. Dengan demikian arah hidup menjadi lebih terarah dan berkah. Yakinlah, jika kita selalu bersama Al-Quran keberkahan hidup akan semakin dekat dengan kita, dan kelak di akhirat Al-Quran juga akan menjadi penolong kita.
Bermanfaat bagi sesama, sebagai seorang muslim tentu sudah tidak asing dengan kalimat "khoirunnas anfauhum linnas". Ini sejatinya menunjukkan bahwa manusia di samping sebagai makhluk individu, ia juga sebagai makhluk sosial. Sehingga keberadaannya akan lebih bermakna jika mempu memberi manfaat kepada sesama. Dengan cara memberi manfaat inilah, rasa bahagia itu juga akan kembali ia rasakan.
Berkerja secara tulus, tak bisa dipungkiri bahwa dalam menjalani hidup di dunia, setiap orang membutuhkan biaya, makan, minum, pendidikan, sandang, dan papan. Jika kita mampu bekerja dengan tulus berarti kita telah bekerja dengan ikhlas. Yakinlah, apapun yang kita kerjakan, jika kita teguh, tekun, tulus, dan ikhlas karena Allah, pasti akan mendatangkan ketenangan hati dan hasil yang kita perolehpun akan menjadi lebih berkah.
Do'a saya, semoga kita semua ditakdirkan oleh Allah menjadi orang yang bisa meraih bahagia dunia akhirat. Amin.
Punjul, 15 Juli 2020
Sangat bermanfaat Gus
ReplyDeleteAmin Prof. . .
Deletemantap pak... tulisan yg penuh pesan dan manfaat... lanjutkan...🙏
ReplyDeleteSiap Pak. Monggo sareng2. ..
Deletetulisan yang bagus, semoga bisa istikomah melaksanakan
ReplyDeleteAmin... Sami2 berusaha njih Bu Hj. .
Delete