google-site-verification=a29cQDLicXmx_KpxGtFuPjFzKNqoMZ3FEdNxkyQfTTk Kang Badi': September 2020

Kisah 2 Dua Orang Hebat


S u b a d i

Bismillah. Pasti tidak mudah bagi seorang anak laki-laki yang ditinggal untuk selamanya oleh Bapaknya saat masih kecil, sedangkan ia adalah anak laki-laki tertua dalam keluarga. Kini ia harus menggantikan peran Bapaknya menjadi tulang punggung kelurga untuk membantu Ibunya mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Kini tinggallah seorang Ibu, dia, dua kakak perempuan, satu adik laki-laki, dan satu adik perempuan. 

Lima bersaudara itu usianya berdekatan, bahkan saat dia ditinggal untuk selama-lamanya oleh sang Bapak, ia masih sangat belia, masih blm cukup usia 10 tahun, baru saja masuk sekolah dasar. Memang ayahnya saat menikah dan mulai membangun bahtera rumah tangga usianya sudah tak muda lagi. 

Subutlah Imam Safari, itu nama ayahnya yang pergi untuk selamanya. Sedikit berkisah tentang sosok hebat ini, mulai kecil beliau hijrah ke banyuwangi untuk keperluan thalabul ilmi, entah berapa tahun waktu yang beliau habiskan untuk menimba ilmu agama sekaligus mengabdikan diri kepada sang Kyai. 

Hingga suatu saat, sangking lamanya dan tak kunjung pulang kampung, keluarga yang ada di rumah dilanda kegelisahan, apakah ia masih hidup atau sudah meninggal dunia, semua kelurga tidak ada yang tahu pasti, tidak ada kemampuan untuk mencari tahu kabar tentang Safari muda. 

Sebab terlalu lama menunggu dan tidak ada kepastian akan kabar Safari, kala itu keluarga sepakat dan meyakini dengan sepenuhnya, pasti ia telah meninggal dunia, kehadirannya tak bisa diharapkan kembali. Mungkin ini adalah takdir yang telah digariskan oleh Allah untuk keluarga itu, kehilangan salah satu anggota keluarga yang mereka sayangi dan sangat diharapkan kepulangannya, namun sudah begitu lama mereka menunggu, tetap saja Safari tak kunjung kembali pulang.

Akhirnya sebagai penghormatan terakhir untuk Safari yang dianggap telah meninggal itu, keluarga mengadakan hajatan, yakni slametan. Sebagaimana tradisi yang sering dijumpai tatkala ada anggota keluarga yang meninggal. Kerabat berkumpul untuk menggelar acara slametan, rumah mulai ramai tetangga yang berkumpul untuk membantu menyiapkan hidangan, beberapa makanan ringan mulai dibikin, mendut, apem, pisang goreng, jadah, kucur, lemet, dan lain-lain. 

Sebagaimana kebiasaan yang sudah menjadi tradisi, beberapa tetangga diundang hadir ke rumah sederhana itu untuk ikut berdoa dan membacakan amalan tahlil bersama, yang akan dihadiahkan kepada Safari yang diyakini telah meninggal dunia itu. Acara akan dimulai setelah shalat maghrib. Kini waktu menunjukkan pukul 17.15 seluruh hidangan yang akan disajikan kepada tamu undangan sudah siap, sepertinya tidak ada yang kurang satu pun.

Alhmdulilah, acara doa dan tahlilan bersama berjalan dengan lancar dan penuh khidmat, harapan keluarga, semoga Safari bisa tenang menghadap Allah, diampuni semua khilaf dan diterima semua amal kebajikannya. Semoga rahmat Allah selalu menyertainya, begitulah kira-kira harapan keluarga kepada Allah SWT. 

Sangking tulusnya keluarga dan keyakinan akan keadaan Safari, akhirnya Safari mendapatkan isyarat yang tak lazim, ia tak merasa makan apem, memang ia tidak makan apem sama sekali. Namun, ia muntah apem beberapa kali, ia terkejut, bingung, dan keget. Karena ia merasakan hal yang aneh dan tak wajar itu, kemudian ia sowan kepada Kyai dan mengadukan kejadian aneh itu untuk minta isyarat, apa yang sebenarnya sedang terjadi. 

Bersambung..... 








Renungan di Bilik Hati


S u b a d i

Bismillah. Hati dan kehidupannya laksana gunung besar yang menjulang tinggi, sejuk dan indah. Terlebih jika dipandang dari kejauhan, setiap mata yang memandang akan meninggalkan kesan indah, sejuk, damai, hening dan penuh ketenangan.

Namun sesungguhnya, jika kita dekati di dalamnya terdapat hutan belantara, jejurangan, tebing curam, bahkan sungai-sungai yang bekelak-kelok hingga penuh bebatuan. 

Hutan belantara juga identik dengan rimbunnya berbagai jenis pepohonan, ada yang berbuah ada yang tidak. Pohon yang berbuah pun ada yang dapat dimakan karena enak, manis, dan nyaman rasanya, namun tak sedikit juga yang beracun, bahkan bisa mematikan. 

Begitulah keadaan kehidupan hati. Pada titik waktu tertentu hati bisa merasa bahagia, namun pada titik waktu yang lain juga bisa bersedih. Kadangkala terasa bersemangat untuk melakukan sesuatu, namun sekali waktu hanya tersisa rasa kemalasan. 

Manusia sebagai pemilik hati, kayaknya tak bisa membebaskan diri dari rasa bahagia serta kesedihan, juga tak mampu menghindari kemudahan serta kesulitan. Tegasnya, setiap manusia hidup yang dianugerahi hati oleh Tuhan senantiasa memikul rasa bahagia juga beban penderitaan. 

Pasti kita sudah tahu sifat air mengalir. Kebanyakan sungai berkelak-kelok, artinya kemana sungai berkelok di situ air mengikutinya hingga ke muara. Sepertinya, mustahil air menentang dan bisa kembali pulang ke sember asalnya, di atas bukit yang tinggi. Air yang mengalir itu, dalam perjalannya sering bertemu dengan bebatuan, dari yang kecil, sedang, besar, hingga kelokan tajam. 

Hidup pun juga demikian, kita sadari atau tidak, tak selamanya kita selalu bertemu dengan sesuatu yang kita senangi, namun juga sering, bahkan sangat sering berjumpa dengan sesuatu yang sulit hingga menyibukkan pikiran. Seperti ujian hidup, cobaan, wabah, bertambahnya usia, sakit, dan berbagai warna kehidupan.

Kita hidup dan kaki berpijak di tengah tatanan norma, tradisi, hingga moral agama. Maka kemerdekaan kita tak sebebas yang selalu diharapkan. Tegasnya, tidak semuanya boleh melakukan sesuatu hal sekehendak pikiran dan keinginan kita. Kita berjalan, bertindak senantiasa terikat oleh tatanan yang ada, demi terciptanya keseimbangan. 

Namun demikian, bukan berarti kita tak bisa menjelmakan hati menjadi sebening embun di pagi hari. Salah satu kuncinya adalah senantiasa berfikir positif di setiap suasana dan keadaan. Sebab dengan berfikir positif akan lebih mendekatkan kepada kebahagiaan, hidup menjadi lebih terasa hidup, dan hati pun menjadi bening dan lembut. 

Sungguh berbeda dengan kita yang merawat berfikir negatif. Sebab hanya akan menyisakan ketakutan, gelisah, sakit, hingga kesengsaraan. Kesedihan yang tak kunjung purna hanya akan menggangu ketenang hati. Membayangkan keburukan hanya akan menguras energi pikiran, ia akan habis untuk hal-hal yang tidak seharusnya dipikirkan. 

Tugas kita hari ini adalah senantiasa berusaha menjalankan hidup dengan sebaik-baiknya. Menatap hari esok dengan doa, ihtiyar, dan husnuddzan. Wallahu a'lam bisshawab. 

Punjul, 7 September 2020

Cambuk Disiplin Melawan Corona


Bismillah. Sampai saat ini, dunia dan kususnya bangsa Indonesia masih dihantui oleh peredaran Corona. Pengaruhnya sangat luar biasa, semua spendi kehidupan hampir seluruhnya terimbas oleh Corona. Entah sampai kapan wabah ini akan berakhir, yang jelas seluruh elemen masyarakat dan pemerintah telah bahu membahu berihtiyar supaya wabah ini cepat berakhir. 

Masyarakat di Republik ini sangatlah variatif, dari tingkat pengetahuan, pendidikan, kesejahteraan, hingga kesadarannya dalam menyikapi penyebaran Corona, banyak yang taat menerapkan protokol kesehatan, namun tak sedikit pula yang acuh dan kurang menghiraukan himbuan pemerintah untuk selalu disiplin menerapkan protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak, cuci tangan, tidak berkerumun, misalnya

Setiap penyakit pasti ada obatnya, namun faktanya sampai saat ini belum diketemukan obat untuk Corona. Bahkan, seperti diberitakan akhir-akhir ini, Corona mulai mutasi dan berkembang lebih ganas. Maka dalam hal ini, salah satu vaksin atau obat untuk melawan Corona tak lain adalah sikap disiplin. Tidak ada salahnya kita belajar dari al-Quran surat yasin ayat 40 :

لاالشمس ينبغي لها ان تدرك القمر ولا اليل سابق النهار، وكل في فلك يسبحون. 

Artinya;  "matahari tidak akan dapat mendahului bulan, dan tidak juga malam dapat mendahului siang, dan masing-masing pada garis edarnya terus menerus beredar".

Ayat di atas, sejatinya sedang memberi pelajaran kepada kita, bahwa alam semesta ini dengan segala sunnatullah berjalan dengan disiplin. Tegasnya, bulan, matahari, bintang-bintang, dan planet-planet mampu tampil dengan menjaga disiplin

Menurut hemat saya, salah sekali jika manusia yang statusnya menyandang predikat sebagai khalifah fil ard atau khalifah di muka bumi manakala tidak menjaga sikap disiplin

Dalam konteks menghadapi wabah Corona ini, benar jika seluruh masyarakat Republik tercinta ini senantiasa mengikuti aturan pemerintah untuk selalu disiplin menjalankan protokol kesehatan kapan dan di manapun berada. 

Sesuatu yang tidak boleh ditawar-tawar, masyarkat untuk selalu memakai masker, utamanya jika keluar rumah. Membiasakan pola hidup bersih dan sehat, dengan rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Disiplin untuk selalu menjaga jarak dan tidak berkerumun. Apalagi, bagi orang yang usianya lanjut, untuk lebih waspada dan hati-hati, sebab lebih rentan, terutama lagi yang mempunyai penyakit bawaan. 

Meski demikian, bukan berarti kita harus merasa takut yang berlebihan, namun bukan pula menganggap remeh, enteng. Yang lebih bijak adalah mengambil sikap pertengahan. Sebab jika selalu takut, was-was bisa jadi malah akan berakibat buruk bagi kesehatan dan imunitas tubuh. Maka mengedepankan sikap optimistis dan menjaga hati bahagia adalah pilihan yang tepat, tanpa mengesakpingkan sikap disiplin menerapkan protokol kesehatan. 

Terakhir, di malam jumat ini, mari kita berdoa, dengan keyakinan semoga pertolongan Allah selalu menyertai kita semua, dan wabah ini segera berlalu. Sehingga new normal benar-benar terlaksana dengan sesungguhnya. Amin... Amin... 

Punjul, 3 Agustus 2020



𝗥𝗮𝗻𝘁𝗮𝗶 𝗞𝗲𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯𝗮𝗻

𝘒𝘦𝘸𝘢𝘫𝘪𝘣𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘴𝘰𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪...