google-site-verification=a29cQDLicXmx_KpxGtFuPjFzKNqoMZ3FEdNxkyQfTTk Kang Badi': Santri & Jihat Literasi [Refleksi 10 November 2020]

Santri & Jihat Literasi [Refleksi 10 November 2020]

S u b a d i    Bismillah, Bukan rahasia lagi, bahwa santri selalu menjadi aktor utama dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Resolusi jihad puncaknya ditandai dengan peperangan 10 November di Surabaya adalah salah satu bukti nyata bahwa kaum santri senantiasa menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kemedekaan Tanah Air.
 
Membincang soal perjuangan kaum santri, jika kita menilik fakta sejarah, tentu tidak hanya perjuangan merebut kemerdekaan, kaum santri juga aktif dalam mengisi dan berkontribusi dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia sampai saat ini. Santri harus sadar bahwa keberadaannya menjadi benteng moral dan spiritual yang mampu menjaga bangsa ini dari berbagai macam ideologi yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. 

"Hubbul wathan minal iman" bukan sekadar slogan, namun telah menjadi ruh dan darah yang mengalir pada denyut nadi kaum santri. Mereka akan terus berjuang mempertahankan sekaligus mengisi hasil perjuangan para ulama dalam memerdekakan negeri ini. Tentunya sebagai wujud syukur kepada Sang Khaliq, tanda cinta kepada bumi pertiwi, dan ungkapan Terima kasih kepada para pejuang yang telah berkorban jiwa raga demi satu kata "merdeka".

Namun, ada pertanyaan penting yang patut kita renungkan, apa bentuk konstribusi kaum santri di era modern sekarang ini? Ya, kita percaya dan sadar hari ini kita telah merdeka, tetapi bukan berarti bangsa ini tidak memiliki masalah dan tantangan lagi. Kemajuan teknologi yang sangat cepat tidak hanya memberikan kemajuan, inovasi, dan berbagai kemudahan, tetapi juga melahirkan berbagai persoalan besar yang tidak terpikirkan sebelumnya.
 
Melesatnya perkembangan teknologi informasi melahirkan satu dunia baru yang bergerak dengan sangat cepat. Dunia maya adalah dunia yang terbuka dengan lalu lintas informasi super cepat dan tanpa batas. Dunia virtual ini menghujani otak dengan jutaan informasi setiap hari, namun perlu disadari dengan sepenuhnya bahwa tidak semua kabar benar dan bermanfaat. Sebagian besar informasi yang diterima justru berisi kabar bohong/hoak dan informasi yang justru kurang manfaat.
 
Tidak hanya itu, keterbukaan informasi digital membuka medan perang baru yaitu perang ideologi. Di dunia maya khususnya media sosial, akan melihat lalu lalang berbagai ide dan gagasan dari berbagai macam ideologi. Gagasan-gagasan itu saling serang satu sama lain, saling menjatuhkan, bahkan jika perlu saling mematikan. Hal itu bisa berupa ideologi negara, agama, politik dan lain sebagainya. 
   
Sayangnya di tengah tumpukan masalah yang lahir akibat kemajuan teknologi informasi, kemampuan literasi santri masih dipertanyakan. Kemampuan untuk menyaring informasi, kemampuan bertahan dari berbagai macam ideologi yang menyerang ideologi negara, atau ideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, agaknya salah satu kontribusi besar yang bisa dilakukan santri pada zaman ini adalah dengan jihad literasi. Literasi yang mencakup kemampuan membaca dan menulis, mengelola dan memahami informasi, berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, serta penguasaan teknologi.

So, jihad literasi merupakan usaha sungguh-sungguh untuk meningkatkan kemampuan dan potensi santri dalam hal yang telah disebutkan di atas. Semua kemampuan tersebut sangat dibutuhkan pada zaman ini. Jika membaca sejarah, budaya literasi telah dilakukan oleh para ulama terdahulu, bahkan  tradisi menulis sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Beberapa sahabat mengumpulkan dan menulis al-Qur’an. Walaupun sempat dilarang, akhirnya hadits Rasulullah juga akhirnya ditulis dan dibukukan. 

Satu bukti manfaat konkrit aktivitas literasi yang dilakukan para sahabat kalau itu, kita yang hidup di zaman yang jauh dari mereka dapat dengan mudah mempelajari hadits dari Rasulullah. Tradisi literasi itu terus berkembang, yang puncaknya pada zaman Dinasiti Abasiyah sehingga Islam menjadi pusat kebudayaan intelektual. Walaupun setelah  masa itu ada kemunduran, tetapi aktivitas menulis masih tetap berlangsung sampai sekarang. 

Para ulama Nusantara juga ikut andil dalam budaya literasi ini. Seperti Imam Nawawi al-Bantani, Syekh Makhfudz al-Turmusi, K.H Hasyim As'ary adalah contoh ulama Nusantara yang karyanya banyak dan diakui oleh ulama baik di dalam atau di luar negeri.

Kesimpulannya, ketika para santri melakukan jihad literasi, itu berarti mereka meneruskan dan melestarikan budaya literasi yang telah dibangun para ulama dan kiai. Sejarah peradaban Islam pada dasarnya dibangun atas budaya literasi yang sangat kuat. Oleh karena itu harus tetap mempertahankan budaya itu dengan baik. Tak sedikit pakar dan ilmuan di masa ini berpendapat bahwa pada zaman dengan kecepatan informasi seperti sekarang, budaya literasi merupakan kebutuhan primer. Tanpa kemampuan literasi akan hilang dalam jagat dunia maya yang begitu keras.

Dengan demikian, kemampuan literasi akan menjadi modal utama bagi santri untuk bisa beradaptasi dengan dunia modern. Tanpa kemampuan literasi yang mumpuni khususnya literasi informasi dan media, santri akan mudah terombang-ambing oleh derasnya arus informasi. Akan mudah kehilangan keyakinan, jati diri dan bahkan ideologi yang dibawa dari pesantren. Dunia modern juga dibangun di atas perangkat teknologi yang sangat canggih. Santri yang selalu mendapatkan stigma gagap teknologi, bisa jadi akan sangat kesulitan melebur dalam dunia yang canggih. Untuk itu penguasaan literasi digital menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditolak, karena tanpa kemampuan penguasaan teknologi itu, santri hanya akan menjadi objek, bukan subjek yang mampu mengusai teknologi. 

Kemampuan literasi yang baik juga dapat dijadikan sebagai senjata yang ampuh untuk berdakwah. Bukankah santri adalah agen perubahan dalam dunia dakwah? Hari ini medan dakwah sangat terbuka lebar dengan adanya dunia maya. Manusia modern khususnya para remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di media sosial, dengan demikian itu adalah tempat yang paling tepat untuk melakukan dakwah.

Untuk berdakwah di media sosial tentunya membutuhkan kemampuan literasi yang baik, terutama kemampuan menulis, agar dakwah bisa dilakukan dengan efektif. sebab itu, santri sebaiknya menyiapkan diri menghadapi situasi semacam itu, salah satunya dengan melakukan jihad literasi sebagai bukti cinta kepada negeri. Selamat hari pahlawan 2020. 

Siapa kita? NU
Indonesia? Jaya
NKRI? Harga mati
Ma'arif NU? Luar Biasa

Madiun, 10 November 2020
#Parkiran MAN 2 Madiun

2 comments:

Terimaksih telah berkenan membaca tulisan ini, komentar anda sangat saya hargai. Semoga ada manfaatnya. amin..

𝗥𝗮𝗻𝘁𝗮𝗶 𝗞𝗲𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯𝗮𝗻

𝘒𝘦𝘸𝘢𝘫𝘪𝘣𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘴𝘰𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪...