🆂🆄🅱🅰🅳🅸
𝓑𝓲𝓼𝓶𝓲𝓵𝓵𝓪𝓱. Pada kesempatan ini masih dalam suasana prihatin menyaksikan saudara sebangsa yang dilanda musibah banjir. Siaran televisi setiap hari menyajikan berita di beberapa wilayah Indonesia mengalami banjir. Banjir yang terjadi tak hanya menggenangi pemukiman mereka saja, namun juga merusak ladang pertanian, menghanyutkan harta benda, jalan ambrol, tanah longsor, dan juga sampai menelan korban jiwa.
Disadari atau tidak, percaya atau tidak, sejatinya semua itu bisa terjadi sebab ada suatu hal yang telah melatar belakanginya, yakni sebab adanya kekerasan manusia terhadap alam, kekerasan terhadap tanah dimana manusia tinggal dan hidup. Hal ini musti menjadi perhatian serius dan segera dicarikan solusinya.
Membincang soal kekerasan terhadap tanah seringkali terlupakan atau jangan-jangan memang sengaja dilupakan sehingga tidak menjadi perhatian dan menjadi diskusi yang serius untuk dicarikan solusinya. Kenyataan bicara bahwa dampak yang ditimbulkan begitu serius dan dahsyat. Tidak hanya menimpa mereka yang melakukan kekerasan saja, namun masyarakat kebanyakan juga ikut terkena getahnya.
Kekerasan terhadap tanah berarti memaksa tanah untuk memproduksi diluar kemampuannya. Melihat fenomena banjir dan tanah longsor terjadi di mana-mana menjadi petanda bahwa telah terjadi kekerasan terhadap tanah yang sudah meluas di negara tercinta ini, Indonesia. Nampaknya, aktivitas memaksa tanah untuk terus memproduksi di luar ambang batas kemampuannya ini tak disadari bahwa itu suatu kekerasan. Yang penting mengolah dan menghasilkan produk yang melimpah demi materi semata.
Kini aktivitas pertanian tidak hanya terjadi di sawah dan ladang pada dataran rendah saja, namun hutan yang dulunya rindang dengan pepohonan besar dan kokoh kini sudah sangat berubah, berganti menjadi ladang pertanian dengan tanaman-tamanan kecil yang tak mampu menahan air hujan. Tanahnya pun menjadi rapuh dan mudah longsor saat terguyur oleh hujan yang lebat.
Disamping itu, yang dulunya para petani masih menggunakan cara-cara sederhana dan tradisional untuk menggarap sawahnya, kini pola pertanian yang mereka jalani sudah jauh berubah dengan menggunakan bahan kimia non-organik yang sangat tinggi, pupuk kimia, pestisida, fungisida, dan herbisida misalnya. Sejatinya, jika mau merenungkan pola pertanian yang berlebihan itu selain dapat menyiksa tanah juga merusak ekosistem tanah sampai menimbulkan kerugian kesehatan manusia itu sendiri.
Walhasil, meskipun semuanya telah terjadi, sebagai orang yang beriman pantang untuk berputus asa. Semampu yang bisa diusahakan sudah sepatutnya untuk terus berihtiyar demi melestarikan alam, sehingga kembali terjadi keseimbangan. Sebab, sudah berkali-kali Al-Qur'an mengingatkan " Laa tufsidu fil'ardi ba'da islahiha". [Jangan merusak bumi ini setelah ditata dengan baik]. Semoga bermanfaat. Amiin.
Punjul, 14 Februari 2021
Lanjuuut...
ReplyDeleteHehe. Siap... .
ReplyDelete