S u b a d i
Bismillah, alhamdulillah hari ini saya masih diberi kesempatan untuk mencicipi halaman demi halaman kitab yang lama tidak saya buka. Tradisi membaca memang perlu terus dilestarikan, meskipun hanya sedikit waktu yang disisihkan untuk membaca. Ya, saya percaya membaca sejatinya bukanlah aktivitas yang berat dan membutuhkan banyak biaya. Namun jika belum terbiasa, membaca rasanya bisa menjadi sesuatu yang sangat berat, malas seperti saya ini. Hehe
Kitab yang saya miliki rata-rata hanya seputar ibadah, akhlak, ilmu Qur'an, hadits, manthiq, blaghah, ilmu alat, dan tauhid saja. Itu pun masih dalam tingkatan yang sangat dasar sekali. Maklum, saat nyantri dulu selain hanya dalam waktu yang sangat singkat, barangkali kemalasanlah yang menjadi faktor utama, sehingga tidak sampai menjadi orang alim seperti teman-teman yang lain. Namun, meski demikian saya tetap wajib bersyukur dengan kesempatan yang telah Allah berikan kala itu. Alhamdulillah. Yang sedikit ini semoga bisa bermanfaat. Amin.
Pada beberapa halaman kitab yang saya baca, coba mengulas keterkaitan lafadz iyyaka na'budu dalam surat al-fatihah dengan persoalan ibadah kepada Allah SWT. Disebutkan bahwa ibadah seorang hamba kepada Allah SWT keberhasilannya senantiasa ditopang oleh tiga hal, yakni hati, lisan, dan angota tubuh.
Pertama, Hati. Disebutkan bahwa ibadah merupakan perjalanan seorang hamba menuju Allah SWT. Sebelum seseorang berkata dan bertindak maka hatilah yang paling pertama bergerak dan merespons segala sesuatunya. Dalam hal ini, hati akan melintasi beberapa tahapan untuk menuju al-Haq. Persinggahan hati yang pertama adalah al-Yaqzhah yakni kerisauan hati setelah terjaga dari kelenaan.
Secara sederhana dapat dipahami begini, seseorang yang awalnya terlena kemudian mulai tersadar. Ya, dalam keadaan sadar seseorang hatinya akan mulai galau dan ingin melakukan amal ibadah. Saat keinginan muncul pada hati seseorang pasti ia akan mendapatkan ilmu/pengetahuan untuk menuju tahap selanjutnya.
Tahap kedua yang akan dilintai oleh hati disebut al-Azm yang bisa dimaknai dengan niat atau tekad untuk memulai sebuh amal. Saat seseorang sudah mempunyai niat dan tekad yang kuat, ia akan segera mempersiapkan diri untuk belajar tentang cara dan lain hal yang dapat mengantarkan dia kepada tujuannya. Bahkan, disamping itu ia akan mencari cara bagaimana menyikapi godaan dan rintangan yang akan menghadang tujuannya.
Kemudian, setelah niat dan tekad telah menjadi kuat, maka seseorang akan memasuki apa yang disebut dengan Fikrah. Al-fikrah merupakan fokusnya perhatian hati kepada sesuatu yang hendak dituju atau dicari, meskipun dia belum memiliki gambaran jalan yang akan ditempuh untuk mengantarkan kepada sebuah tujuan. Itulah makna fikrah.
Sejatinya, hati yang sudah terfokus, hanya memiliki satu tujuan yakni kepada Allah semata, tanpa terpengaruh godaan dari kanan maupun kiri. Jika ini sudah terjadi, maka seseorang akan memasuki tahapan al-bashirah. Lalu apa maksud dari al-bashirah itu? Disebutkan bahwa ia adalah cahaya dalam hati untuk melihat janji dan ancaman, surga dan neraka. Tegasnya, cahaya bashirah merupakan sebuah keistimewaan atau ilmu yang disusupkan oleh Allah SWT ke dalam hati hambaNya. Ia menjadi mata batin yang mampu mengetahui apa-apa yang terkandung dalam sesuatu yang madharat maupun manfaat, begitu juga yang terkandung di balik larangan maupun perintah Allah SWT.
Jika hati seseorang telah mendapatkan hal-hal tersebut, dapat dipastikan hatinya akan semakin tulus dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Hatinya mempunyai tujuan yang satu, yaitu terfokus kepada Allah SWT. Dan apabila maksud/tujuannya kuat maka ia akan memulai perjalanan menuju Allah SWT dengan tawakkal.
Kedua, Lisan. Meskipun hati seseorang telah kokoh sebagai penopang utama ibadah seseorang, namun lisan tidak kalah penting. Dijelaskan ibadah secara lisan setidaknya harus memperhatikan lima perkara. Yang wajib bagi lisan diantaranya mengucapkan dua kalimat syahadat, sebuah kesaksian kepada Allah SWT serta merupakan pondasi ibadah. Kemudian lisan untuk membaca al-Qur'an, seperti menjaga keabsahan shalat, mengucapkan zikir yang wajib dalam shalat, dan membalas salam atau mengucapkan salam.
Yang sunnah bagi lisan di antaranya membaca Al-Qur'an secara rutin/istiqomah, menyebut asma Allah, menggali ilmu dan lain sebagainya. Sedangkan yang haram bagi lisan di antaranya mengucapkan perkataan yang dibenci Allah SWT dan RosulNya, menyampaikan sesuatu yang bertentangan dengan ketetapanNya, menyuruh kepada bid'ah, menuduh, mencaci, bohong, memberi kesaksian palsu, dan mengatakan tentang Allah SWT tanpa didasari ilmu. Sedangkan yang makruh bagi lisan adalah mengatakan sesuatu, padahal andai kata hal itu tidak dikatakan, maka akan lebih baik.
Ketiga, Anggota Tubuh. Anggota tubuh seseorang tidak bisa dinafikan dalam urusan ibadah, karena ia sangat menentukan terjadinya sebuah tindakan ibadah atau amal ibadah. Munculnya sebuah amal untuk berbuat semata-mata terdorong oleh tujuan yang kuat. Tekat yang kuat itu menjadi daya yang memotivasi terjadinya tindakan/amal. Sehingga seseorang akan segera dapat mengawali ibadah, yakni berbuat dalam melakukan perjalanan menuju Tuhan Yang Maha Benar.
Walhasil: Ketiga penopang ibadah ini [hati,lisan, dan anggota tubuh] haruslah sejalan dan disempurnakan, demi terlaksananya ibadah dengan baik dan benar, sampai pada tujuan, dan diridhai oleh Sang Khaliq, Allah Azza Wajalla. Wallahu a'lam bisshawab.
Punjul, 5 Mei 2021
Artikel yang penting dan bermanfaat
ReplyDeleteSuwun Tadz....
Delete