Subadi
Siapa sih yang tidak kenal dengan Bung Tomo, sosok pejuang yang gigih dan pemberani dalam melawan penjajah. Bung Tomo yang kita kenal sebagai pembakar semangat perjuangan arek-arek Suroboyo. Dari sosok ini banyak pelajaran berharga yang dapat kita petik sebagai pelajaran hidup berbangsa dan bernegara.
Catatan sejarah mengungkapkan bahwa Bung Tomo yang lahir di kota santri Surabaya memang tidak pernah nyantri di pondok pesantren. Karir pendidikannya ia jalani di sekolah umum. Namun demikian, bukan berarti Bung Tomo tumbuh dan menjadi besar jauh dari sikap-sikap kesantrian.
Bung Tomo, meskipun tidak pernah nyantri, namun ia lahir dan dibesarkan dalam keluarga muslim yang taat, maka pemuda Sutomo pun tumbuh menjadi seorang muslim yang taat dan patuh melaksanakan ibadah. Itulah Bung Tomo, sosok pejuang yang religius.
Banyak Kyai yang dekat dengan Bung Tomo, salah satunya adalah K.H. Hasyim Asy'ari. Bung Tomo juga sering sowan dan minta nasihat kepada para Kyai. Tak terkecuali kepada K.H. Hasyim Asy'ari. Kedekatanya kepada Kyai inilah pada gilirannya menumbuhkan keyakinan Bung Tomo bahwa perjuangan yang ia lakukan tidak hanya semata-mata membela bangsa dan negara saja, melainkan juga bernilai jihat fi sabilillah, menjaga agama.
Ketaatan dalam beragama dan kepatuhan Bung Tomo kepada para ulama, ternyata tidak lepas dari asuhan sang ibunda, sebagai seorang muslim yang sangat taat beribadah. Dorongan semangat dari keluarganya pula yang menumbuhkan jiwa patriot pada diri Bung Tomo.
"Radio" pada saat itu menjadi salah satu media Bung Tomo dalam mengobarkan semangat perjuangan kepada arek-arek suroboyo, selain secara langsung. Sangat terasa nuansa religius Bung Tomo di setiap pidato yang dikumandangkan lewat siaran radio yang diselingi dengan pekik takbir, Allahu Akbar ! Sehingga semangat arek-arek Suroboyo pun ikut menggelora.
Semangat religiusitas inilah yang mendorong Bung Tomo ingin memperbaiki keadaan. Kondisi masyarakat yang miskin dan terbelakang akibat kezhaliman penjajah menjadi keprihatinan tersendiri bagi Bung Tomo. Bung Tomo faktanya juga tidak hanya berinteraksi dengan para tokoh ulama dan nasionalis saja. Tetapi, ia juga gemar bergaul dengan orang kebanyakan, rakyat jelata pada umumnya. Sehingga ia bisa menghayati kehidupan masyarakat lapisan bawah yang hidup dalam bayang-bayang penderitaan.
Ya, fatwa jihad K.H. Hasyim Asy'ari dan ulama' lainnya memberikan semangat penduduk surabaya dan sekitarnya. Kewajiban mengangkat senjata ditunjukkan kepada penduduk Surabaya dan sekitarnya dalam radius 94 km. Selebihnya, di luar radius itu perjuangan hukumnya fardhu kifayah untuk membantu gerakan melawan agresor penjajah belanda.
Bung Tomo pada saat itu dengan siaran radio perjuangannya, sejak sekutu masuk Surabaya, menyerukan perjuangan melawan penjajah Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia. Penduduk Belanda dan sekitarnya menyambaut seruan Bung Tomo dengan antusias. Semangat juang arek-arek Surabaya kususnya, dan Jawa Timur bahkan Indonesia pada umumnya, makin menggelora setelah mendengar fatwa K.H Hasyim Asy'ari dengan resolusi jihadnya.
"Pasukan Berani Mati" merupakan nama pasukan khusus yang dibentuk Bung Tomo disamping ia memimpin BPRI "Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia". Kedua pasukan ini merupakan pasukan yang sangat ditakuti Belanda. Pasukan inilah yang didoktrin dengan mental baja dan semangat jihad yang tidak mengenal rasa takut sedikit pun. Hanya ada satu slogan yang terdiri dari dua kata " Merdeka atau Mati".
sekian..... Terimakasih...
Kemenag Kab. Tulungagung, 10 Februari 2022
No comments:
Post a Comment
Terimaksih telah berkenan membaca tulisan ini, komentar anda sangat saya hargai. Semoga ada manfaatnya. amin..