(Kang Badi’ Menjawab)
(sayangi wanitamu karena Alloh pun menyayanginya) |
Masih berhubungan dengan
kegiatan posting tulisan. Sekitar 3
hari yang lalu beberapa tulisan yang ada di Blog pribadi diintip oleh salah seorang teman perempuan,
yang mungkin juga membaca beberapa tulisan saya. Lantas,
teman saya kirim pesan lewat
WA pribadi, Cak... tolong dong
coba buat tulisan perihal
hukum dan cara yang benar melayani suami di saat bulan ramadhan. Maklum teman
saya ini baru saja menikah dan kayaknya bekal pemahaman belum bagitu banyak
perihal masalah itu. Mungkin teman saya yang tidak mau disebutkan namanya ini
punya anggapan bahwa saya mampu menjawab
tentang tata cara dan dasar hukum
yang berkaitan dengan pertanyaan tersebut. Sehingga meminta saya untuk membuat tulisan seputar masalah itu. Saya coba-coba membuka referensi yang menjelaskan topik
itu. Ini juga termasuk tantangan tersendiri yang musti saya kerjakan
dengan sebaik-baiknya. Dan hari
ini sekiranya waktu yang tepat untuk saya menjawab pertanyaan tersebut.
Bismillahirahmanirrahiim.
Berbicara tentang pernikahan ternyata
banyak yang menyesal. Menyesal? Ya, menyesal karena kalau tahu begitu nikmat
kenapa tidak sedari dulu menikah. Akan tetapi mungkin pula ada yang benar-benar
menyesal dengan pernikahannya, karena menikah bagi mereka hanya mengundang
penderitaan. Pernikahan akan menjadi gudang berkah jika dibekali dengan ilmu,
gemar beramal, dan hati yang ikhlas. Suatu hari nanti ketiga bekal itu akan
saya coba kupas untuk menggapai rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah.
Kembali ke topik utama :
Sahabatku yang baik, sebuah pernikahan,
tentunya hubungan suami istri atau bersetubuh merupakan salah satu hak bagi
pasangan masing-masing yang wajib dipenuhi demi menjaga keharmonisan rumah
tangga. Dilakukan dengan semangat beribadah dengan cara-cara yang baik dan
tidak melanggar aturan agama. Boleh dilakukan di siang hari maupun di malam
hari. Dengan cara-cara yang baik dan benar. Namun ada kalanya hubungan intim
tidak boleh dilakukan di waktu-waktu tertentu, misalnya ketika sedang
melaksanakan puasa Ramadhan. Berarti di siang hari, tidak boleh yaa !
Sebelum masuk ke bahasan utama, sekiranya perlu saya awali dari puasa dulu. Berkaiatan dengan puasa Ramadhan sudah
ditegaskan oleh Allah SWT dalam firmannya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟
كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (Q. S. Al
Baqarah: 183)
Rasulullah
Muhammad dalam pesannya yang populer juga disampaikan dan sering kita dengar,
yang artinya: “Barangsiapa
berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya
yang telah lalu, dan barangsiapa sholat di malam lailatul qodr karena iman dan
mengharapkan pahala, akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).
Beliau
juga bersabda: “Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan, satu
kebaikan dibalas sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ta’ala berfirman,
‘Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya,
sebab orang yang berpuasa itu telah meninggalkan syahwatnya dan makanannya
karena Aku’.
Dan
bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan
ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia bertemu Rabb-Nya. Dan sungguh, bau
mulut orang yang berpuasa lebih harum dari aroma kasturi.” (HR. Muslim dari
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu).
Di atas beberapa dasar hukum dan
beberapa hadits Nabi Muhammad yang berkaitan dengan fadilah / keutamaan bagi
ummat yang berpuasa. Tetapi keutamaan-keutamaan puasa bisa saja menjadi hilang
jika kita tidak mampu menahan hawa nafsu kita. Termasuk nafsu syahwat di siang
hari. Saat sedang menjalankan ibadah puasa.
Dalam kontek ini salah satu sarat sah ibadah puasa adalah mampu
menahan segala hawa nafsu, termasuk nafsu syahwat atau berhubungan intim dengan
pasangan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ
النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا
صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً
تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ
مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ
مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ،
فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ
فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ
أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ
مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ
الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ
النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ «
أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »
Kurang lebih artinya demikian :
“Suatu
hari kami duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu
pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata,
“Apa
yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi
istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak
yang dapat engkau merdekakan?”
Pria
tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya
lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi
menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya
lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria
tadi juga menjawab, “Tidak”.
Abu
Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas
diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah
kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“
Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya,
aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
“Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah
akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah?
Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur
hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah
makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no.
1111).
Dari
riwayat di atas dapat terlihat jelas bahwa berhubungan intim ketika siang hari
saat bulan Ramadhan adalah tidak boleh dan jika dilanggar ia harus membayar
dendanya. Sedangkan jika hubungan intim dilakukan pada malam hari atau sebelum
subuh pada bulan Ramadhan, maka diperbolehkan. Sebagaimana firman Allah SWT:
أُحِلَّ لَكُمْ
لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ
وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ
أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟
مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ
أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ
عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ
كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ .
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa
bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun
adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat
menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam
mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (Q. S.
Al Baqarah: 187)
Kemudian bagaimana jika ternyata subuh telah masuk, tapi belum
sempat mandi junub? Hal ini juga tidak dipermasalahkan, hanya saja harus segera mandi wajib sesuai tata cara yang bena kemudian
agar bisa mengikuti sholat subuh dengan segera.lebih bagus dan utama jika dikerjakan dengan berjamaah, bersama suami tercinta.
Sedangkan
untuk puasanya tetap sah selama niatnya telah diucapkan sebelum subuh
datang. Dan hal ini dibenarkan dengan perkataan ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha,
قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ فِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ
فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi
basah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap
berpuasa.” (HR. Muslim no. 1109)
Kesimpulannya : Berhubungan intim suami istri tidak dilarang selama bulan Ramadhan, hanya
saja jangan sampai mengganggu puasa pada siang harinya karena selain dilarang juga
akan menanggung dosa,
dan beberapa
ketentuan hukum kewajiban membayar denda seperti dijelaskan di atas. Jadi gunakan
waktu malam, mulai masuk waktu berbuka sampai menjelang fajar tiba. Di antara
waktu itu sampean bebas untuk saling berbagi kebahagian dengan pasangan anda. Ingat
yaa... jangan di siang hari !!!
Kurang lebihnya mohon maaf... semoga bermanfaat.Selasa, 28 April 2020. Punjul Karangrejo Tulungagung.
No comments:
Post a Comment
Terimaksih telah berkenan membaca tulisan ini, komentar anda sangat saya hargai. Semoga ada manfaatnya. amin..