SUBADI
[Merenungkan Q.S.
al-Baqarah, 172]
“Dan bersyukurlah
kepada Allah SWT, jika benar-benar kepadaNya kalian menyembah”. Q.S.
Al-Baqarah, ayat 172.
Manfaat gerakan literasi -membaca
dan menulis- di lingkungan pendidik Ma’arif NU Kabupaten Tulungagung
benar-benar membuat saya, dan juga sahabat-sahabat yang lain tak henti-henti
untuk terus belajar. Gerakan yang dinamai Ma’arif Menulis itu secara pelan tapi
pasti telah merubah paradigma bahwa menulis itu hanya bisa dilakukan oleh
orang-orang yang berbakat menulis. Pasalnya, banyak -hampir semua- anggota
group menulis itu, bukanlah orang yang berbakat menulis, dalam arti yang sesungguhnya. Mereka –termasuk saya-
untuk menulis hanya membutuhkan motivasi menulis, dan secara personal kemudian
tergerak untuk menulis. Menulis tentang apa saja yang hendak ingin ditulis, menulis secara konsisten, yang pada gilirannya akan menemukan cara dan karakter menulisnya
sendiri-sendiri.
Karena sering menulis, tulisan-tulisan yang dihasilkan itu, hari demi hari terus mengalami
perkembangan, enak dibaca dan semakin menujukkan manfaat yang tidak hanya
dirasakan si penulis, tetapi juga dirasakan oleh orang yang membaca,
[minimal anggota group itu sendiri]. Jujur secara pribadi, saya sangat
merasakan manfaat dari tulisan teman satu group itu, ini harus saya utarakan sabagai wujud tahaddus binnikmah. Karena dari sana banyak ilmu, dan pengetahuan yang saya peroleh. Alhamdulillah.
Secara pribadi, karena mulai sering menulis, merasa dituntut untuk membiasakan
berfikir secara aktif. Apapun yang dilihat, yang dibaca, yang rasakan, dan
lain-lain, menjadi hal yang penting. Aktivitas berfikir aktif ini, memungkinkan kita untuk
menemukan ide-ide yang bisa menjadi modal menulis. Sesederhana pun ide itu, sekiranya memungkinkan, akan diangkat menjadi topik tulisan yang hendak dikaryakan. Kaitanya
dengan ini -mencari ide- bagi saya mengaktifkan
pikiran menjadi sangat penting demi hadirnya ide-ide yang klik di hati.
Alhamdulillah.
Sore ini, rasanya ingin sekali mengutarakan rasa syukur itu, dan
alhamdulillah saya dipertemukan satu ayat tentang syukur. Dengan dasar itu,
saya ingin segera bergegas untuk mencoba menulis tentang topik syukur. Secara
pribadi, saya sadar bahwa sesungguhnya saya masih jauh dari pribadi yang bersyukur. Tetapi,
dengan cara menulis ini, saya berharap hari demi hari bisa menjadi orang yang
selalu bersyukur. Amin.
“Dan bersyukurlah kepada Allah SWT, jika benar-benar kepadaNya kalian
menyembah”. Q.S. Al-Baqarah, ayat 172. Itulah kira-kira artinya, semoga Allah
mengampuni kesalahan saya.
Sebagai orang yang beriman, sekecil apapun benih keimanan itu, tentu kita
selayaknya untuk selalu syukur. Karena syukur pada kenyataannya tidak bisa
dipisahkan dengan siapa saja yang mengakui akan adanya Tuhan, Allah SWT. Allah
yang menciptakan segala sesuatu, dan Allahlah yang menyempurnakan. Kesempurnaan
alam ciptaanNya ini, -termasuk kesempurnaan jasad kita- wajib kita syukuri,
baik secara lisan, dengan mengucap alhmdulillah, selalu memujiNya. Mensyukurinya
dengan tindakan, dalam pengertian menggunakan semua yang telah dianugerahkan itu
demi menunaikan perintahNya, sekaligus sebagai alat untuk menggapai ridhaNya.
Dan dengan hati, berarti mensyukuri segala pemberian itu dengan sikap
kerendahan hati dan ketawadhuan kepadaNya.
Sungguh Allah sangat mencintai orang-orang yang pandai dan selalu
bersyukur. Orang yang selalu bersyukur sebagaimana ditegaskan dalam al-qur’an
surat Ibrahim, ayat 7. “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan
menambah [nikmat] kepada kalian, dan jika kalian mengingkari, sesungguhnya
adzabKu sangat pedih”. Ayat ini, sering kali kita dengarkan bahkan hafal, sangking
seringnya.
Bagi saya, ayat di atas mengandung pesan Allah, bahwa bersyukur adalah
perkara yang sangat diperhatikanNya dan mempunyai derajat yang tinggi di
sisiNya. Dengan keagungan derajat syukur ini, seharusnya setiap hamba
berlomba-lomba untuk selalu bersyukur. Tetapi jika kita tengok pesan Allah di
dalam surat Saba’ ayat 13; yang artinya “Dan sedikit sekali di antara
hamba-hambaKu yang bersyukur”. Ayat ini menandakan bahwa mayoritas manusia di
muka bumi ini sangatlah sedikit yang bisa melakukannya, mereka kebanyakan
mengeluh dan tidak pandai bersyukur.
Kita juga mengenal istilah, puji dan syukur. Sering kedua kata itu
dirangkai menjadi satu, dan seolah-olah tidak bisa pisahkan. Namun kedua kata
itu dapat dipisahkan. Hanya saja satu dan lainnya saling terkait. Puji atau
pujian merupakan pangkal syukur. Barangsiapa yang tidak memuji, dapat dipastikan
dia tidak pandai bersyukur.
Dengan bersyukur, berarti seorang hamba menyadari dan mengetahui akan
nikmat yang diterimanya. Sebab mengetahui nikmat itu, pada gilirannya akan
menuntunnya kepada jalan untuk mengetahui dan mengenal Pemberi nikmat
itu, dan Dia adalah Allah SWT. Dari sini dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa
orang yang bersyukur berarti juga mengenal Tuhannya.
Ma’arif Menulis bagi saya adalah
bagian dari ladang bersyukur. Dengan giat menulis berarti kita sedang
mengaktifkan anugerah yang telah Allah berikan kepada kita, mengaktifkan
pikiran, tangan, hati, dan panca indera yang lain. Jika ini dilandasi dengan
niat yang benar dapat dipastikan menulis akan mengantarkan kita pada keridhaan
Allah, Dzat Pemberi nikmat. Menulis sebagai proses belajar, sedangkan belajar
sendiri adalah perintah Agama. “ menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap orang
muslim, laki-laki maupun perempuan”. Niat menulis yang paling dasar adalah niat
menuntut ilmu, sesuai ajaran agama. Dengan menulis dapat dimungkinkan menjadi
wasilah untuk menggapai ridha dan cinta Allah SWT. Tentu, masih banyak lagi
manfaat Ma’arif Menulis, besilaturrahmi, berdakwah, berbagi manfaat dan lain
sebagainya. Wallahu a’lam bissowab.
26 Mei 2020, Punjul-Karangrejo, Tulungagung.
Suuip..
ReplyDeleteSuwun...
DeleteEtooop kang
ReplyDeleteBersyukur ditambahi..
ReplyDeleteBersyukur punya istri nanti di tambahi kang... (Guyonane pak Arik)