ETIKA PESERTA DIDIK
TERHADAP PELAJARANNYA
Kajian Kitab
Adabu al-'Alim wal Muta'allim, hal. 43-55
Karya K.H.M.
Hasyim Asy'ari
SUBADI
K.H.M. Hasyim
Asy'ari, dalam bab ini [persoalan etika/adab peserta didik/ al-Muta'allim
terhadap Pelajarannya/
ad-Dars] menyebutkan setidaknya ada tiga belas etika yang musti diperhatikan. Tiga belas tuntunan etika itu adalah sebagai
berikut ;
1.
Peserta didik
hendaknya mendahulukan ilmu yang bersifat fardhu ain, dari pada ilmu yang
lain.
Sebagaimana
yang telah disampaikan Mbah Hasyim, bahwa ilmu yang bersifat fardu ain itu
adalah, pertama ilmu Dzat [ ilmu tauhid, dengan ilmu ini peserta didik
akan mampu mengenali Tuhannya, menancapkan keimanan di hati akan keagunganNya,
Dzat yang suci akan sifat kekurangan].
Kedua ilmu
sifat [ ilmu ini sangat erat kaitanya dengan ilmu Dzat, karena ilmu ini
–ilmu sifat- berisi sifat-sifat kesempurnaan Allah, seperti qudrat, iradat,
al-ilmu, hayat, sama’, basar dan kalam], dan seandainya dalam membahas ilmu sifat
ini mengaitkannya dengan dasar al-Qur’an dan al-Hadits, maka, menurut Mbah
Hasyim merupakan hal yang sangat istimewa, sebab dapat menyempurnakan pemahaman
akan ilmu tersebut.
Ketiga ilmu
fikih [ilmu yang dapat menyempunakan ketaatan dan ibadah kepada Allah]. Termasuk
bagian dari ilmu fikih adalah ilmu taharah/bersuci, shalat, puasa, zakat, dan
lain-lain].
Keempat ilmu
ahwal wal maqamat [yaitu ilmu yang didalamnya terdapat pengajaran tentang
tasawuf, ilmu yang digunakan sebagai cara mendekatkan diri kepada Allah,
sehingga dengan ilmu tersebut peserta didik juga akan mengetahui kedudukan
seorang hamba di hadapan Allah, termasuk menjelaskan tentang ibadah -riyadah-
jiwa bagi seorang hamba kepada Rabnya].
Pada point pertama
ini, Mbah Hasyim, memakai konsep yang telah dirumukan oleh Imam al-Ghazali,
yang diambil dari kitabnya Bidayatul Hidayah, serta pemikiran Sayid
Abdullah bin Thahir dalam kitab Sulam at-Taufiq.
2. Peserta didik kemudian memelajari ilmu-ilmu pendukung bagi ilmu yang
bersifat fardhu ain di atas.
Yang
termasuk ilmu pendukung itu adalah, Ilmu al-Quran [juga tafsirnya], ilmu
hadits, ilmu usul, nahwu dan sorof. Pesan Mbah Hasyim, dalam penjelasannya
salah satu cara yang efektif untuk memahami ilmu-ilmu tersebut adalah dengan
cara menghafalkannya, jika peserta didik berhasil menghafakkan, maka hendaknya
ia menjaga halafalannya itu. Hafalan musti dijaga terlebih hafal al-Quran.
3.
Peserta didik
hendaknya berhati-hati dalam menanggapi perbedaan pendapat di kalangan para
ulama’.
Hal ini
menjadi penting untuk diperhatikan oleh peserta didik, karena banyaknya pendapat
yang berbeda-beda, dapat menyebabkan kebingungan bagi peserta didik, terlebih
yang masih pemula, hendaknya ia lebih fokus pada satu fan ilmu dulu,
dengan selalu mengikuti petunjuk gurunya.
Tatkala seorang
murid menjumpai gurunya sedang mengambil pendapat-pendapat yang beragam dan terdapat
banyak perbedaan, sedangkan guru tidak punya pendirian, pendapat mana yang
dipegangi, maka pesan Mbah Hasyim, seorang peserta didik hendaknya berhati-hati
menyikapi guru yang semacam ini. Dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Imam
Al-Ghazali, “hendaknya peserta didik berhati-hati terhadap guru yang
demikian, karena manfaatnya lebih sedikit ketimbang madharatnya”.
Dalam penjelasan
selanjudnya, sebagai cara menghindari kebingungan dalam belajar, peserta didik
hendaknya belajar dengan fokus pada satu fan ilmu, sampai tuntas. Hal ini
sangat ditekankan dengan tujuan untuk memeroleh pemahaman yang benar dan kuat. Saran
Mbah Hasyim selanjudnya adalah peserta didik hendaknya selalu berusaha
mengamalkan ilmu yang telah dihasilkan, ini menjadi sangat penting karena
maksud dan tujuan ilmu tak lain hanyalah untuk diamalkan.
4.
Peserta didik
hendaknya mengulang dan menghafal bacaan-bacaan –menyetorkannya- kepada orang
yang dipercayainya.
Peserta didik
yang telah menghafalkan fan ilmu, hendaknya selalu dijaga dengan
sungguh-sungguh. Salah satu cara menjaga hafalan yang efektif adalah dengan
cara tikrar/dengan teknik mengulang-ulang pelajaran yang telah
dihafalkan. Selain itu, pesan Mbah Hasyim, peserta didik hendaknya
selalu mentashihkan ilmu yang telah dipelajari kepada gurunya. Peserta didik
yang baik tidak cukup hanya memahami dari buku/kitab semata. Ia musti rajin
mencatat apa yang telah dipahami dari kitab/buku tersebut, untuk kemudian diujikan
kebenarannya.
5.
Peserta didik
hendaknya senantiasa menyimak dan menganalisa ilmu pengetahuan yang dipelajari.
Sebagai contoh,
ketika peserta didik memelajari hadits, pesan Mbah Hasyim hendaknya ia terus
menggali ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan hadits, seperti ilmu sanad,
hukum-hukum hadits, faidah-faidah hadits, bahasa yang digunakan, dan sejarah
hadits [ilmu asbabul wurud].
Berkaitan dengan
belajar hadits, disarankan kepada peserta didik untuk memelajari kitab Shahih
Bukhari, Shahih Muslim, dan kitab-kitab hadits pokok lainnya, seperti kitab
Al-Muatha’ Imam Malik, kitab Sunan Abu Dawud, kitab Sunan
an-Nasa’i, kitab Sunan Ibnu Majah, dan kitab Jami’nya Imam
Attirmidzi.
Mbah Hasyim
juga menegaskan, bahwa salah satu sumber utama dalam ilmu fikih adalah berasal
dari Hadits, teutama kitab Sunan al-Kabir milik Abu Bakar Al-Baihaqy. Dalam
hal ini, hadits ibarat satu sayap bagi ilmu syari’at, dan al-Qur’an adalah
sayap yang lainnya. Bahkan Imam Syafi’i mengatakan “Barangsiapa menguasai
hadits maka hujjahnya akan kuat”. Demikian tandas Mbah Hasyim.
6.
Peserta didik
hendaknya mempunyai himmah/cita-cita yang tinggi terhadap pelajarannya.
Ini adalah
bagian yang sangat penting bagi peserta didik, karena tanpa cita-cita dan
hirrah yang kuat maka peserta didik tidak akan dapat memeroleh ilmu yang
banyak.
Dalam hal
ini, sebagaimana pesan Mbah Hasyim, peserta didik harus menyadari akan
pentingnya waktu dan kesempatan di kala proses belajar, waktu dan kesempatan
harus benar-benar digunakan dengan sebaik-baiknya, hanya untuk belajar dengan
sungguh-sungguh.
Peserta didik,
tidak boleh pasrah dan menerima ilmu yang sedikit, ilmu adalah perkara yang
mulia sebab ilmu itu adalah warisan para Nabi. Ilmu sudah sepantasnya dikejar
dengan sungguh-sungguh, penuh semangat. Selagi ada kesempatan hendaknya terus
dikejar hingga memeroleh faidahnya ilmu.
Peserta didik
harus mampu menggunakan waktu luangnya, waktu sehatannya, dan waktu mudanya, untuk terus giat belajar,
sebelum waktu sibuk datang menderanya.
Selain itu,
yang perlu dihindari bagi peserta didik adalah, merasa dirinya cukup akan ilmu,
dan tidak lagi butuh terhadap guru, bagi Mbah Hasyim ini adalah sumber
kebodohan yang amat dalam.
7.
Peserta didik
hendaknya bergaul dengan guru dan teman-teman, utamanya kepada orang yang lebih
tinggi ilmunya [lebih pintar].
Ini penting
bagi peserta didik, karena bergaul dengan orang yang lebih pandai akan
mendapatkan banyak manfaat. Bergaul dengan guru berarti peserta didik selalu aktif
mengikuti pengajarannya, dengan demikian ia akan banyak mendapatkan penjelasan
dari gurunya. Dengan cara ini pula, peserta didik akan mudah mencatatat
bagian-bagian terpenting dari pelajarannya.
Bergaul dengan
orang yang lebih pandai juga sangat banyak manfaatnya, peserta didik yang
sering berjumpa dengan orang yang lebih tekun dan giat belajar, dapat
dimungkinkan ia akan banyak mendapat bantuan tatkala menemukan masalah yang
belum bisa difahami. Selain itu, jika kita melakukan kesalahan saat belajar,
teman bergaul yang lebih pandai itu akan sesegera membetulkannya.
8.
Peserta didik
hendaknya mengucapkan salam, bila sampai di majlis ta’lim
[sekolah/madrasah].
Mengucapkan salam,
adalah bagian terpenting ketika hendak masuk suatu majlis, apalagi majlis ilmu.
Bahkan, mengucapkan salam adalah bagian dari etika belajar. Mengucapakan salam
tidak hanya cukup tatkala mau masuk majlis ilmu saja, peserta didik hendaknya
juga mengucapkan salam jika ingin keluar dari majlis, izin.
9.
Peserta didik jika
menjumpai hal-hal yang belum difahami hendaknya ditanyakan.
Dalam hal
ini, yang perlu ditekankan adalah etika dalam bertanya, bertanya menggunakan
bahasa yang sopan dan ucapan yang lembut. Bertanya bagi peserta didik adalah
hal yang sangat penting, terutama jika menjumpai masalah yang belum difahami.
Terkait dengan
pentinya bertanya ini, Mujahid r.a menuturkan; “Tidak dikatakan belajar –menuntut
ilmu- mereka yang malu dan sombong”. Aisyah r.a juga menuturkan; “Tidak
dijumpai perempuan-perempuan Anshar itu ada yang malu betanya masalah agama”. Malu
dalam hal kebaikan bukanlah ajaran Allah dan Rasulnya.
Meskipun demikian,
bukan berarti peserta didik boleh semaunya bertanya, ia musti tetap mengedepankan
etika dalam bertanya, seperti jika guru belum siap menjawab pertannyaan yang
diajukan, hendaknya ia bersabar dan tidak memaksa untuk langsung dijawab.
10.
Peserta didik bila
bersamaan dengan teman-teman yang berkepentingan sama, jangan mendahului
antrian.
Ini adalah
bentuk perhatian terhadap bagaimana cara mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Soal
antre ini, bukan hanya populer di masa moderen saja, sebagaiamana yang dikutip
Mbah Hasyim, bahwa pada Zaman Nabi Muhammad pun antre sudah ada, bahkan sangat diperhatikan
oleh Nabi sendiri. Antre merupakan sunnah Nabi, antre bagian dari ibadah.
Diriwayatkan,
bahwa ada sahabat Ansor mendatangi Nabi Muhammad SAW, ia hendak menanyakan
suatu masalah kepada Nabi, dan kemudian datang seorang laki-laki dari bani
Tsaqif yang tujuannya sama, ingin bertanya, kemudian Nabi mengatakan ; “
Wahai saudaraku, bani Tsaqif sesungguhnya sahabat Anshar ini, telah lebih dulu
datang dari pada kamu, ia juga ingin bertanya, maka silahkan kamu duduk dulu,
aku akan melayani sahabat Anshar terlebih dahulu, sebelum melayani kamu”. Sungguh
indah jika kita bisa disiplin antre dimanapun berada.
11.
Peserta didik
hendaknya selalu membawa catatan dan buku/kitab dimanapun berada.
Dalam hal
ini, disampaikan beberapa etika yang musti diperhatikan oleh peserta didik
terhadap buku/kitabnya. Di antara etika itu adalah, peserta didik tidak
diperkenankan meletakkan bukunya di bawah lantai. Buku harus selalu dipengang,
sebagai wujud penghormatan kepada buku/pelajarannya.
Peserta didik,
hendaknya juga selalu mendoakan orang yang mengarang –muallif- buku/kitab
yang sedang dipelajarinya. Selain itu ia
juga perlu memuji Allah, mohon pertolongan, dan bershalawat kepada Nabi
Muhammad tatkala hendak memelajari buku/kitab.
Peserta didik
yang selalu membawa buku kemana saja ia pergi, akan terdorong untuk giat
membaca dan memelajarinya. Di samping buku, bolpen dan buku catatan seyogyanya
juga selalu disiapkan, untuk mencatat tiap-tiap bagian yang penting, terutama
dari buku/kitab yang dipelajarinya.
12.
Peserta didik
hendaknya memelajari pelajaran secara istiqamah/kontinyu.
Istiqomah dalam hal
ini cakupannya sangatlah luas, diantaranya, peserta didik hendaknya menekuni
setiap kitab yang dipelajari hingga tuntas, selesai. Selain itu, peserta didik
hendaknya memelajari fan ilmu secara terus-menerus, sampai benar-benar faham,
baru pindah ke fan ilmu yang lain.
Selain masalah
pelajaran, istiqamah juga berkaitan dengan tempat belajar, sebagaimana
disampaikan Mbah Hasyim, hendaknya peserta didik tidak mudah pindah-pindah
sekolah, sebelum tamat, selesai belajar. Seperti pindah dari pondok satu ke
pondok yang lain, dari negara satu ke negara yang lain.
Soal suka
pindah-pindah tempat belajar ini, akan menyebabkan kamadharatan, seperti
pemahaman yang tidak tuntas, kebingungan, dan waktu yang sia-sia. Selain itu,
hendaknya peserta didik musti menjauhi majlis yang tidak produktif yang dapat
menghambat proses belajar.
13.
Peserta didik hendaknya
menanamkan perasaan antusias dan semangat untuk terus belajar.
Salah satu
faktor utama dalam rangka menghasilkan ilmu yang banyak adalah spirit peserta
didik itu sendiri. Dia harus mampu menanamkan semangat menuntut ilmu yang kuat
di dalam dirinya. Dalam hal ini, peserta didik harus mampu mengidentifikasi
hal-hal yang dapat menghambat proses belajar, dan hal-hal yang dapat
menumbuhkan semangat belajar.
Seorang peserta
didik yang sibuk dengan urusan duniawi, akan sulit untuk fokus terhadap
belajarnya, karena hati dan pikirannya banyak dihabisakan untuk memikirkan hal
duniawi, seperti biaya hidup dan lain-lain.
Salah satu
cara menumbuhkan semangat dan antusias belajar, adalah dengan sering
mendengarkan nasihat dan sering berdiskusi tentang ilmu yang dipelajarinya. Selain
itu juga dapat dengan melihat menfaatnya ilmu dan mulianya thalabul ilmi.
Dengan mengetahui fadhilah-fadhilah thalabul ilmi, maka peserta didik
akan terdorong untuk lebih giat belajar.
Wallahu a’lam
bissowab.
27 Mei 2020,
Punjul Karangrejo Tulungagung.
Luar biasa... Semoga kita dpt menjalankannya sebagai murid yg benar....
ReplyDeleteAamiin...
ReplyDeleteBaru ngecek belum selesai baca
ReplyDeleteNjih... Tidak jadi masalah buk...
DeleteMeskipun sudah menjadi guru bahkan kepala madrasah, tetap saja harus mencari ilmu. Guru terbaik adalah guru yg dapat menjadi murid yg baik
ReplyDeleteAlhmdulillah... Mencerahakan pak... InsyaAllah pak...
DeleteSam'an wa ta'dhiman .
ReplyDeleteBarokah...
DeleteInspiratif
ReplyDeleteAmin Tadz..
Delete