Salah satu kelas Madrasah Diniyah MHM Bolu Punjul Karangrjo |
MENDALAMI DOA IFTITAH
Subadi
Tulisan ini saya buat berangkat dari sebuah pengalaman, ya pengalaman pribadi dan juga beberapa teman. Teman yang saya maksud ialah teman saat di pesantren dulu. Di setiap pesantren yang mananya ngaji fikih itu sudah menjadi makanan pokok yang tak pernah ditinggalkan. Ngaji fikih setidaknya sudah dimulai dari bangku Ibtida', kitab yang sudah menjadi kurikulum wajib di setiap pesantren. Salafi kususnya. Namanya kitab Al-Mabadi' Al-Fiqhiyah, kitab fikih yang sangat dasar, terdiri dari 4 jus. Biasanya akan katam di kelas 5 Ibtida'. Sangat mudah dipahami untuk santri awalan. Karena penyajiannya berupa tanya jawab. Kitab ini hanya membicarakan urusah fikih. Tidak yang lainnya. Pasti bagi yang pernah mengenyam bangku madrasah tak asing dengan kitab yang satu ini. Sungguh bermanfaat untuk menunjang praktik ibadah sehari-hari. Alhamdulillah.
Dalam kitab ini, Juga di kitab yang lain disebutkan bahwa doa Iftitah termasuk bagian dari sunnahnya shalat. Bukan rukunnya shalat. Doa ini dibaca setelah takbiratul ihrom, sebelum membaca surat Al-fatihah yang rukun itu. Karena hukum membacanya sunnah maka mempunyai implikasi bagi siapa yang meninggalkan atau tidak membaca doa Iftitah ini, shalatnya tetap sah-sah saja. Berbeda dengan ketika tidak membaca surat Al-fatihah, dapat dipastikan shalatnya tidak sah, sebab ia bagian dari rukun shalat. Dari kemurahan ini, terkadang saya tinggalkan dengan biasa-biasa saja. Tanpa dibebani rasa penyesalan sedikitpun, Tanpa menengok makna dan pesan yang begitu mendalam. Hal yang serupa juga dialami oleh sebagian teman santri yang lain. Mengambil yang lebih mudah, sehingga menjadikan shalat sedikit lebih sebentar karena ada bacaan yang ditinggalkan. Ya bacaan sunnah doa Iftitah ini. Padahal jika kita kerjakan paling hanya menghabiskan waktu 1 sampai 2 menitan cukup. Naif sekali.
Kebiasaan sering meninggalkan doa Iftitah itu berjalan lumayan lama, bukan hanya dalam hitungan bulan, tapi tahunan. Tapi alhmdulillah, kini kebiasaan itu tak lagi saya lakukan. Ini tidak terjadi begitu saja, tetapi ada hal yang saya anggap sebagai hidayah dari Allah SWT yang dilewatkan seorang Guru. Beliau adalah K.H.Muhsin Ghozali. Yang tak lain adalah pengasuh Pondok Pesantren Putra Hidayatul Mubtadi'in Bolu Punjul Karangrejo Tulungagung. Sosok Kyai yang sangat Alim, tegas dan istiqamah dalam menebar ilmu. Kapasitas keilmuannya mumpuni, terutama ilmu alat [nahwu-sharaf] dan Fikih. Tentu fan-fan ilmu yang lain. Maklum Beliau alumni Pondok Lirboyo, yang juga termasuk santri terbaik kala itu.
Dalam suatu acara tasyakuran yang berbarengan dengan peringatan Isra' Mi'raj Baginda Muhammad SAW. Saya merasa beruntung mendapat undangan. Apalagi Kyai yang ngisi acara tausiyahnya adalah Yai Sin [ masyarakat sekitar akrab juga dengan panggilan ini ]. Model ceramahnya saya suka, tidak hanya guyonan, tetapi banyak pesan dan ilmu yang beliau sampaikan. Tak jarang ketika saya hadir di setiap pengajiannya, tangan selalu terdorong untuk membuka HP kemudian mencatat apa yang beliau sampaikan. Sesampai di rumah yang sering saya lakukan adalah segera mengingat kembali dan menulis di status Facebook. Salah satu point pesan beliau saat menjelaskan masalah Isra' Mi'raj adalah topik tentang shalat. Karena ini termasuk pesan dasar dari peristiwa itu. Selain juga menyampaikan peristiwa-peristiwa yang menyertainya.
Salah satu pesan Yai Sin kala itu ;
"Iftitah itu sunnah, meskipun sunnah sebaiknya jangan ditinggalkan, apalagi saat shalat munfarid/sendirian hendaknya penuh. Kalo waktu shalat berjamaah, ya diusahakan tetap dibaca walaupun tidak dari awal, yaa dari Inna Shalati wa Nusuki ..... dan seterusnya". Dengan catatan ada waktu dan tidak mengganggu Fatihah. Beliau kemudian memaparkan makna dan fadilah kenapa musti dibaca meskipun tidak wajib. Dari sini saya merasa tercambuk untuk segera memperbaiki shalat dengan menyempurnakan doa iftitah.
Dari uraian yang disapaikan, setidaknya ada beberapa point yang sempat saya abadikan, sehingga doa Iftitah menjadi lebih penting ;
1] Secara bahasa Iftitah mempunya arti pembukaan. Serumpun dengan kata miftah yang secara bahasa artinya alat pembuka atau kunci. Maka dapat ditarik kesimpulan doa Iftitah bisa dimaksudkan Doa Kunci, yang berfungsi sebagai alat pembuka dalam setiap shalat. Karena itu kandungan isinya semacam laporan dan kehadiran diri memenuhi panggilan Allah SWT. : "Wajjahtu wajhiya liladzi fathara as-samawati wal ardhi " [ku hadapkan wajahku pada Dzat yang menjadikan langit dan bumi].
2] Yang dimaksud "wajah" bukanlah wajah dhahir, yang sama arti dengan wajah fisik menghadap ke arah kiblat. Tetapi wajab bathin yang menghadap kepada Allah SWT. Karena pada hakikatnya yang memiliki kemampuan melihat Allah SWT dan mengenalnya bukanlah mata dhahir, tetapi mata bathin. Setelah melapor atas kehadiranNya - sebagaimana doa di atas- orang yang shalat kemudian melakukan pengakuan dan kepasrahan yang berbunyi : Hanifan Musliman wa ma ana minal musyrikin [ ... dengan condong dan berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang yang musyrik]
Dalam bagian pertama doa Iftitah ini terlihat sekali proses pengakuan seorang hamba akan kebesaranNya, yang secara otomatis memposisikan diri lebih kecil dariNya. Barang siapa terbesit dalam hatinya akan adanya keuasaan yang lebih besar dari Allah SWT, sungguh orang itu telah terjerumus dalam kemusyrikan.
3] Begitu pula jika setelah melaporkan kehadiran dan pengakuan dirinya, barulah seorang berikrar akan posisi sebagai laku ibadahnya. Sebagaimana terucap dalam lanjutan doa Iftitah: "Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati lillahi robbil alamin, la syarika lahu wa bidzalika umirtu wa ana minal muslimin" [ sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah milik Allah Robbul alamin. Tiada sekutu bagiNya. Demikianlah aku diperintah, dan aku termasuk orang muslim].
[Inilah bentuk kepasrahan total dari seorang hamba pada Allah SWT merupakan kandungan inti dari doa Iftitah. Karena itulah doa Iftitah juga dimaknai sebagai doa pembuka. Tidak hanya pembuka shalat, tetapi juga pembuka pintu langit. Yang tiada lain sebagai wasilah membukakan pintu komuniksi antara hamba dan Tuhannya].
wallahu a'lamu bissowab.
Jum'at-Sabtu, 09 Mei 2020
Punjul Karangrejo Tulungagung
.
Tak pikir-pikir benar, kadang kita seringkali mengabaikan yang "sunnah", padahal penting dan mendalam maknanya...
ReplyDeleteHehe.. Njih leres pak....
Delete