S U B A D I
“ Pergi Belajar “
Anak-anak ;
Oh Ibu dan Ayah selamat pagi
Ku pergi belajar sampaikan nanti
Orang Tua;
Selamat belajar nak, penuh semangat
Rajinlah belajar, tentu kau dapat
Hormati gurumu, sayangi teman
Itulah tandanya kau murid budiman
[ Ibu Sudibyo ]
Masih ingatkah kita dengan lagu ”Pergi Belajar”
karangan Ibu Sud ini? Saya yakin semua ingat dan hafal tentang lagu yang sarat
akan etika dan kasih sayang itu. Lagu yang setiap pagi anak-anak nyanyikan di
sekolah-sekolah mereka. Lagu ini, membuat saya kembali ingat sekaligus menyadari
betapa kita diajarkan untuk senantiasa menghormati para Guru kita.
Sadar, kita telah diajarkan untuk selalu menghormati Guru kita
sejak dahulu kala, meski pada saat itu belum ada peringatan tahunan Hari
Guru. Kita telah diajarkan untuk selalu mencintai Guru kita, meski saat itu
belum ada ajang pemilihan Guru Teladan. Kita telah diajarkan untuk
selalu menghargai Guru kita, meski belum ada Himne Guru. Benar, sudah
sedari dulu kita telah diajarkan tentang itu [menghormati, mencintai, dan
menghargai ] semua.
Guru adalah orang tua kita kedua setelah Ayah dan Ibu
yang melahirkan. Ia menjadi penerang kegelapan kebodohan kita. Guru adalah
sosok yang patut untuk “digugu lan ditiru“, apa maknanya ? Guru dipatuhi dan dicontoh, menjadi model
mulia bagi anak didiknya, itulah Guru. Menghormati Guru sudah menjadi keharusan bagi
seseorang yang menuntut ilmu, demi mendapatkan ilmu yang berguna dan bermanfaat,
untuk dirinya, sesama dan menjaga serta melestarikan alam ini.
“Diam sejenak”, kalau kita perhatikan, saat ini
sikap murid murid kepada gurunya sangat berbeda dengan masa dahulu. Dulu, seorang
murid sangat hormat kepada Gurunya. Dulu, seorang murid hampir tidak pernah ada yang berani berkata lebih keras dari perkataan Gurunya. Seorang murid,
ketika berpapasan dengan Gurunya, selalu menundukkan kepala dan menyapanya. Ketika
di kelas, seorang murid tidak berani bercanda sendiri tatkala ada Gurunya.
Mereka sangat bangga dengan Gurunya. Guru adalah referensi baginya. Bukan berarti
hari ini, semua murid tak hormat kepada Gurunya, masih ada dan tentu tidaklah
sedikit.
Kini, sering kita jumpai berita tentang murid yang melukai Gurunya
dengan perkataannya, hingga menangis. Kita sering dengar julukan-julukan yang
kurang bagus yang diberikan seorang murid kepada Gurunya. Kita juga sering
mendengar murid menyalahkan Gurunya dengan cara yang kurang bijak. Dan bahkan
kita sering mendengar, seorang Guru disakiti muridnya, lantaran tak lulus atau
dalih yang lain. Sungguh, semua bentuk perilaku itu, hendaknya dijauhi oleh
seorang murid yang sedang menimba ilmu dan pengetahuan kepada seorang Guru.
Yang seperti itu [sikap kekurang hormatnya murid kepada
Guru] bukanlah sikap yang benar, itu adalah sikap tidak terpuji yang musti
dijauhi, dengan sekuat tenaga. Gambaran itu, bukan potret keseluruhan pelajar kita
dewasa ini, sebab kenyataannya masih banyak pelajar yang sopan, tawadhu', dan hormat kepada Gurunya, bahkan banyak sekali. Kasus
perilaku kurang bijak itu, hanyalah bagi pelajar yang salah memaknai demokrasi
dalam pendidikan. Demokratisasi dalam segala bidang memang suatu keniscayaan
saat ini, yang musti dimaknai secara benar dan bijak, sesuai porsinya.
Sejatinya, degradasi akhlak lah sebagai biang keroknya. Seorang
murid tidak hanya kurang hormat kepada Gurunya, tetapi juga kepada kedua orang
tuannya, ini sangat disayangkangkan. Sehingga, tak berlebihan jika pendidikan
karakter terus digaungkan di setiap lembaga pendidikan, mulia dari pendidikan
usia dini hingga perguruan tinggi, semua kurikulum yang ada musti dielaborasi
dengan nilai-nilai mulia, sehingga para pelajar tak hanya pandai, tetapi musti
menjadi orang yang berkarakter hasanah. sehingga mampu bersikap baik kepada sosok
Guru, dan menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Ingat, sosok Guru, di samping ia menjadi orang yang
memberi pencerahan dan pengetahuan kepada para murid, ia adalah orang yang
lebih tua, yang sudah semestinya dihormati. Dan bahkan, Guru adalah orang orang
yang membimbing seorang murid untuk memperoleh masa depan yang cerah, masa
depan yang gemilang. Sehinga sangat tidak masuk akal, jika orang yang telah memberikan
bimbingan dan menuntun kepada jalan yang benar itu, justru tidak mendapatkan
penghormatan yang tinggi dari orang yang telah dibimbingnya.
Tidak ada cerita, bahwa ketaatan dan menghormati sosok
Guru akan mengantarkan kepada ruang kerugian. Justru taat dan hormat kepadanya
akan mengantarkan kepada kemanfaatan ilmu yang kita dapat. Dan kenyataan
menunjukkan, bahwa mayoritas para pelajar yang memiliki prestasi belajar di
sekolah-sekolah, rata-rata pelajar yang taat dan hormat kepada Gurunya. Tak berlebihan,
jika kita mencoba merenungkan QS. Al Mujadilah, ayat 28.
“Hormati Gurumu”, Ibu Sud. Ini juga selaras dengan
apa yang disampaikan al- Zarnuji [pengarang Nadzom Alala], bahwa salah
satu syarat diperolehnya ilmu yang bermanfaat adalah sebab “li irsyadi
Ustadzin, pengajaran Guru”. Maka menurut saya, hormat kepada guru adalah
salah satu kunci keberhasilan belajar sekaligus kunci untuk membuka pintu
berkahnya ilmu pengetahuan. Jadi, baik secara akal dan landasan agama, tidak
ada alasan yang membenarkan seorang murid boleh berlaku sewenang-wenang kepada
seorang Guru, Guru musti dihormati layaknya kita menghormati kedua orang tua kita.
Menghormati guru, sebab ia telah berperan besar terhadap
masa depan seseorang. Gurulah yang telah mengarahkan dan membimbing kita,
sehingga kita mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar dan bermanfaat bagi masa
depan kita semua. Mari hormati Guru-Guru Kita. Wallahu a’lam bisshowab.
07 Juni 2020, Punjul.
Bismillah...
ReplyDeleteLuar biasa... Menghormati guru adalah kunci sukses untuk mendapatkan ilmu yg manfaat dan barokah... Mtr swn pak.
ReplyDeleteAmin Pak... Sami2 Pak Aan..
DeleteSalah satu syarat barokahnya ilmu
ReplyDeleteInsyaalloh Pak...
DeleteJazakallah khairan sudah berbagi, inspiratif Pak Subadi, barakallah Aamiin.
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkenan berkunjung. ...
Delete