S u b a d i
“Tangan di atas lebih
baik dari pada tangan di bawah”. Ini adalah
potongan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, tergolong muttafaq alaih. Kalimat yang sudah sering
kita dengarkan mulai sejak kecil, sangat familiar di sekolah dan madrasah. Dan bahkan tak sedikit yang menggukannya
sebagai slogan motivasi.
Terkandung makna bahwa
orang yang memberi lebih baik dari pada orang yang menerima. Pemberi berada di
atas penerima. Maka tangan [derajat] pemberilah yang lebih tinggi sebagaimana yang
dipesankan Nabi Muhammad. Dengan melihat kemuliaan memberi, sudah selayaknya untuk
selalu diupayakan dan dibiasakan, sekecil apapun wujudnya tentu akan bermakna. Di
saat lapang maupun sempit.
Jika tangan kita
terasa berat untuk memberi, setidaknya kita masih bisa meringankan lisan kita
untuk mendo’akan, menasehati, dan menyemangati sesama. Memberi menjadi susuatu
yang sangat penting dalam kehidupan sosial, sebab ia menjadi bagian dari khlak
mulia seseorang. Tegasnya, orang yang berakhlak mulia akan gemar berbagi
kebaikan serta menafkahkan sebagian harta yang dimiliki untuk membantu sesama dan beramal di jalan
Allah.
Sikap selalu berbuat
baik kepada sesama merupakan sikap yang mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Sejalan
juga dengan dawuhnya Allah dalam surat Al-Lail 5-7; yang artinya “ Maka
barangsiapa memberikan [hartanya di jalan Allah] dan bertaqwa, dan membenarkan [adanya
pahala] yang terbaik [surga]. Maka Kami kelak akan menyipakan baginya
jalan yang mudah”.
Jika kita renungkan
ayat di atas, setidaknya Allah sedang menerangkan tentang tentang tingkah laku
manusia, pertama manusia yang suka memberi, kedua manusia yang
selalu berupaya bertaqwa. Orang yang suka memberi sejatinya tidak hanya
terbatas pada tataran rupiah saja, akan tetapi dalam makna yang lebih luas
memberi adalah menolong, yang wajib tidak luput, yang sunnah selalu
diperjuangkan dan diupayakan. Bertaqwa, sebagaimana yang sudah mafhum memberi
pengertian bahwa takut mengabaikan perintah Allah dan melanggar larangannya.
Konsistensi keimanan
seorang muslim dalam dimensi kemanusiaan dapat diwujudkan dalam sikap dermawan
dan ketulusan bagi sesama. Dalam konteks materi, tentu kemampuan seseorang dalam
berbagi tidak akan sama, bagi mereka yang mempunyai kelebihan harta akan sangat
mudah berbagi harta, dan tidak menutup kemungkinan bagi sebagian yang lain akan
terasa sulit dan berat. Maka berbagi di sini, dimaknai secara luas, dengan doa,
ucapan yang baik, memotivasi, bantuan
tenaga, curahan ilmu, dan tentu dengan
harta itu sendiri. Dalam terminologi yang lain berbagi juga berati sedekah.
Saya sangat tertarik
dengan apa yang disampaikan oleh Kyai H. Agoes Ali Mashuri, yang berhasil saya
catat, Beliau memaparkan setidaknya ada tujuh manfaat sedekah ;
Pertama, sedekah itu
memperkuat keimanan seseorang. Keimanan seseorang
tidak cukup pada tataran lisan saja, dengan bersaksi bahwa dirinya beriman
lantas kucup, tidak demikian. keimanan musti diwujudkan dalam praktek di
kehidupan nyata. Salah satunya adalah sedekah. Kasadaran dan kemauan untuk
berbagi kepada sesama hanya semata-mata karena Allah.
Kedua, sedekah dapat
menumbuhkan rasa empati sosial. Gus Ali
menyatakan bahwa esensi dari konsep sedekah adalah memberikan apa yang kita
punya, baik materiil maupun non materiil untuk orang yang lebih
membutuhkan. Jelas, perilaku mulia ini [sedekah] tentu mensyaratkan adanya sesuatu
yang diberikan dan juga siapa yang hendak diberi. Bagi orang yang memberi,
perilaku dermawan ini akan melatih sikap empati terhadap orang lain.
Ketiga, sedekah akan
menghindarkan diri dari sikap meterialisme. Ini sepertinya kusus bagi orang yang bersedekah harta. Bagi
mereka sudah barang tentu, secara fisik akan mengurangi jumlah harta yang ia
miliki, akan tetapi pada hakikatnya adalah bertambah. Memberikan harta dengan Cuma-Cuma
agar seseorang tidak mempunyai sikap gila harta.
Keempat, sedekah
meningkatkan rasa syukur kepada Allah. Sangat sepakat, bahwa apa yang kita punya sebetulnya
hanya titipan Allah. Kenikmatan yang kita peroleh dalam bentuk apa saja,
semata-mata hanya karena izinNya. Mensyukurinya adalah sebuah keharusan, dan
satu di antara jalan bersukur adalah sedekah.
Kelima, sedekah
melatih berfikir positif. Ini bagi
saya sangat luar biasa, dengan ketulusan dan keikhlasan dalam berbagi dan
bersedekah, maka tidak akan ada rasa kekawatiran di dalam hati. Tidak takut
kehabisan harta, tidak takut jatuh miskin, misalnya. Bersedekah sejatinya mengantarkan
kita berfikir positif dalam praktek kehidupan nyata, sebagai manifestasi
keimanan dalam dimensi kemanusiaan.
Keenam, sedekah
menghindarkan dari sifat kikir. Sikap dan
sifat kurang terpuji sejatinya musuh bagi orang yang beriman. Sebab ia selalu
menghalang-halangi seseorang untuk berbuat kebajikan. Maka dari itu, sedekah
menjadi sejata yang cukup ampuh untuk melawan sikap kikir ini. Kikir sudah
selayaknya kita lawan sejak dini, sebab kikir yang terpupuk bisa mengantarkan
kepada sikap sombong, sikap yang sangat
dibenci oleh Allah SWT. Satu jalan untuk melawannya adalah dengan tulus berbagi
dan sedekah.
Ketujuh, sedekah
meningkatkan imunitas tubuh [kekebalan tubuh]. Gus Ali, memaparkan penenilitian seorang ilmuan, bahwa melakukan
sesuatu yang positif akan memberi efek kesehatan kepada tubuh kita. Salah satu
hal positif tersebut adalah sedekah. Wallahu a’alamu Bisshowab.
Sungguh, begitu indahnya hikmah berbagi, secara pribadi saya juga musti akui belum mempu berbuat banyak, bahkan masih sangat jauh. Akan tetapi bagi saya, dengan cara menulis seperti ini, sebagai pengingat kelupaan diri dan bahan refleksi untuk kita aplikasikan dalam kehidupan nyata. Yakinlah bahwa memberi itu kaya, orang yang takut miskin sejatinya ia telah jatuh miskin.
Boyolangu, 16 Juni
2020
No comments:
Post a Comment
Terimaksih telah berkenan membaca tulisan ini, komentar anda sangat saya hargai. Semoga ada manfaatnya. amin..