google-site-verification=a29cQDLicXmx_KpxGtFuPjFzKNqoMZ3FEdNxkyQfTTk Kang Badi': S P I R I T U A L & N A R S I S T I K

S P I R I T U A L & N A R S I S T I K


S u b a d i

Bismillah. Secara sederhana, spiritual sering kali dikonotasikan dengan rutinitas ketaatan atau peribadatan. Banyak orang tidak memahaminya dengan makna sesungguhnya. Sehingga spiritual hadir dengan definisi yang sempit dan kurang mencerahkan.
Spiritual adalah sebuah jiwa yang menjalani hidup berdasarkan apa yang diyakini, namun tetap sesuai dengan ajaran dan norma-norma yang ada. Pada dasarnya, setiap manusia adalah makluk spiritual. Meskipun terkadang tidak disadari oleh manusia itu sendiri. Sebab sejak lahir manusia sudah membawa fitrah-fitrahnya, yang di antaranya adalah fitrah agama, suci, bermoral dan kebenaran.
Namun, terkadang juga sangat disayangkan, dampak media sosial yang begitu dahsyat sedikit banyak telah mempengaruhi jiwa dan perilaku seseorang. Sehingga, pada titik tertentu laku spiritualitas seseorang juga mengalami krisis dan penyimpangan.
Media sosial jika tidak disikapi dengan bijak, juga akan menjadi salah satu saksi yang menyuarakan betapa sebagian manusia saat ini sedang mengalami krisis spiritual. Ibarat ladang yang begitu subur, ia sedang ditumbuhi dengan rindangnya jiwa-jiwa narsistik.
Sisi yang lain, media sosial juga akan sangat bermakna, jika kita mampu menggunakan sebagai sarana menebar nila-nilai positif, seperti semangat berdakwah, sarana memberi motivasi, penyalur informasi keberhasilan, karya inspiratif, dan lain sebagainya. Semua itu akan bermakna sekaligus ladang pahala jika disandarkan pada pondasi niat yang benar. Sekalipun kelihatannya bersifat narsistik.   
Lalu pertanyaannya, apakah salah jika kita menarsiskan aktivitas spiritual kita di media sosial ? semisal mengunggah foto sedang sedekah, sedang berdoa, sedang beribadah, atau bahkan saat menjalani aktivitas tahajud di sepertiga malam.
 Bagi saya, tetap ada dua kemungkinan jawaban. Pertama, tidak ada yang salah dengan aktivitas-aktivitas mulia tersebut di atas. Sebab, semua tergantung pada niat masing-masing individu yang menjalaninya. Jika diniatkan untuk memberi motivasi sesama agar ikur meniru jejaknya. Bagi saya tentu akan sangat bermanfaat dan besar kemungkinan akan menjadi ladang pahala. Diawali niat lillah, baru kemudian disusul niat-niat mulia yang lain.
Jawaban yang kedua, akan sangat disayangkan, jika hanya sebatas untuk meninggikan citra diri agar dianggap sebagai orang yang spiritualitasnya tinggi. Hal ini bukanlah sikap terpuji, sebab ia merupakan penyakit hati. Dan bahkan, jika sampai hanya menjadi pledoi untuk menutupi kondisi yang sesungguhnya, tentu lebih miris lagi.
Tegasnya, semua aktivitas manusia di media sosial akan sangat tergantung kepada niat yang mendasarinya. Jika niatnya murni karena Allah, tentu akan bermakna dan bernilai pahala. Akan tetapi jika hanya sebatas demi kepentingan dunia dan sikap narsis, pasti yang menjadi tujuannya – dunia dan narsis – itulah yang akan diperoleh. Niat akan sangat menentukan muara dari setiap aktivitas seseorang.
Akan tetapi, perlu juga dipahami bahwa seseorang yang memiliki spiritual tinggi akan menjalani hidup sesuai dengan keyakinan dirinya, tanpa sedikitpun mencederai norma-norma yang ada, sehingga secara otomatis kepribadian narsistik akan ditolak oleh jiwa spiritual.
Sebab, spiritual bukanlah semata-mata perilaku yang tampak. Akan tetapi, lebih jauh dari itu spiritual adalah sikap seseorang dalam menjalani hidup. Sehingga, sangat tidak heran jika spiritual juga dianggap sebagai salah satu kecerdasan yang setara dengan IQ.
Tegasnya, spiritual mempunyai dua sisi yang saling berjalan beriringan, yakni satu sisi keislaman yang tercermin dalam perilaku keseharian, dan lainya adalah sisi keimanan yang tercermin dalam kondisi jiwa. Wallahu a’lam bisshawab.   

Punjul, 20 Juni 2020




2 comments:

Terimaksih telah berkenan membaca tulisan ini, komentar anda sangat saya hargai. Semoga ada manfaatnya. amin..

𝗥𝗮𝗻𝘁𝗮𝗶 𝗞𝗲𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯𝗮𝗻

𝘒𝘦𝘸𝘢𝘫𝘪𝘣𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘴𝘰𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪...