google-site-verification=a29cQDLicXmx_KpxGtFuPjFzKNqoMZ3FEdNxkyQfTTk Kang Badi': "BLANGKON" DALAM KAJIAN SUFISTIK [Belajar dari Prof. Dr. Phil. H. M. Nur Kholis Setiawan, M.A,]

"BLANGKON" DALAM KAJIAN SUFISTIK [Belajar dari Prof. Dr. Phil. H. M. Nur Kholis Setiawan, M.A,]

S u b a d i

Bismillah. Sebagaimana jamak kita ketahui, bahwa blangkon menjadi penutup kepala khas orang jawa yang terbuat dari kain batik. Biasanya Blangkon digunakan oleh kaum pria yang mengenakan pakaian tradisional Jawa. Blangkon bentuknya seperti topi, ditaruh di atas kepala, dan keunikannya menjadi semakin istimewa dengan punduk di bagian belakang. 

Secara umum, Blangkon dibagi ke dalam empat jenis, yakni blangkon Yogyakarta, blangkon Surakarta, blangkon Kedu, dan blangkon Banyumas. Bagi sebagaian orang, blangkon hanyalah aksesoris pakaian tradisional Jawa. Tenyata, dalam kajian sufistik, blangkon memiliki makna yang cukup dalam. Sebab itu, menjadi satu alasan logis sehingga orang Jawa memakai blangkon. 

Ihwal blangkon, dalam kacamata sufistik, saya tertarik dengan apa yang disampaikan oleh Prof. Dr. Phil. H. M. Nur Kholis Setiawan, M.A, Sekretaris Jendral Kementerian Agama RI, Guru Besar Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan sederet tugas lain yang diembannya. 

Beliau menuturkan soal blangkon dalam kajian sufistik sebagai berikut;

Arti harfiah blangkon sebenarnya  "belange lakon" (cacatnya kehidupan). Lakon adalah perjalanan hidup, sedangkan belang adalah cacat atau aibnya seorang manusia. Artinya tidak ada orang yang hidup di dunia ini yang tidak punya cacat, kelemahan, atau aib. 

Karena Allah Maha Pengasih, sehingga aib manusia itu tidak ada yang dibukakan. Coba kalau aib dibuka sama Allah, sangat luar biasa, mampu mempermalukan yang dibuka aibnya tersebut. 

Maka yang tersirat dari blangkon itu adalah jangan sampai kita mengulangi belang-belang dalam kehidupan. Tidak ada yang sempurna. Setiap orang memiliki kelemahan dan kelebihan. Orang yang berakal, ketika berbuat salah harus ingat, jangan sampai diulangi lagi. Ketika blangkon ditaruh di atas, maknanya jangan berbuat kesalahan yang diulang-ulang. 

Tegasnya; dengan berkaca kepada blangkon, perilaku manusia diharapkan bisa lebih baik di masa mendatang. Apapun aktivitas, profesi dan tanggung jawab yang diemban, sejatinya bisa menjelma menjadi sebuah ibadah yang mempunyai nilai kemuliaan di sisi Allah SWT. Wallahu a'lam bisshawab. 

Punjul, 19 Juli 2020


4 comments:

Terimaksih telah berkenan membaca tulisan ini, komentar anda sangat saya hargai. Semoga ada manfaatnya. amin..

𝗥𝗮𝗻𝘁𝗮𝗶 𝗞𝗲𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯𝗮𝗻

𝘒𝘦𝘸𝘢𝘫𝘪𝘣𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘴𝘰𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪...