Subadi
Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, Indonesia menempati peringkat ke 62 dari 70 negara. Dari sini bisa disimpulkan bahwa indonesia merupakan 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
Padahal Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya terbanyak kelima di dunia. Meski demikian indonesia masuk daftar negara yang tingkat literasinya rendah. Ini menandakan kalau masyarakat, dan anak-anak di belahan nusantara ini kurang [tidak] gemar membaca, apalagi menulis, berhitung atau berkreasi yang hal ini menjadi ciri utama tingkat literasi suatu masyarakat.
Pemerintah mencanangkan Gerakan Literasi Madrasah bukan hanya kebijakan yang asal-asalan. Pasti ada tujuan vital yang hendak dicapai. Bayangkan saja, akan banyak hal buruk jika lemahnya budaya literasi ini tidak segera teratasi. Pasti akan banyak hambatan untuk sampai pada derajat indonesia maju.
Lemahnya budaya literasi bisa jadi penyebab kebodohan yang tak berujung, sulit membangun masyarakat tertib bahkan beradab. Masyarakat akan selalu tergantung kepada orang lain. Pendidikan tidak berkualitas, sehingga sulit untuk memberi kontribusi positif terhadap kemajuan umat. Sumberdaya manusia menjadi rendah, yang bisa berisiko pada meningkatnya pengangguran. Kriminalitas tinggi, karena sikap bijak masyarakat rendah. Dan seterusnya.
Melihat ancaman yang begitu pelik dan komplek, maka tak heran jika pemerintah begitu konsen terhadap gerakan Literasi Madrasah. Madrasah harus sigap untuk menyambut kebijakan pemerintah terkait gerakan literasi ini. Paling dasar, dengan berpijak pada sebuah tujuan untuk membudayakan membaca dan menulis di kalangan kepala madrasah, guru, dan para siswa.
SEBUAH RANCANGAN; Pertama, Hari ini sudah mulai banyak group mulai Facebook dan WA yang mewadahi gerakan literasi, seperti hanya MGI [ FB; Media Guru Indonesia], Ma'arif Menulis [WA Group]. Dan tentu saja masih sangat banyak sekali, baik sekala lokal maupun Nasional. Jika setiap guru aktif bergabung dan mengikuti kegiatan literasi di group-group tersebut dapat dipastikan spirit literasi pada diri guru dan juga siswa akan meningkat.
Umumnya, mereka yang bergabung akan diarahkan untuk membuat blog pribadi, sehingga mereka akan lebih bersemangat untuk mengisi blog tersebut dengan tulisan dari berbagai macam genre yang disukainya. Opini, puisi, cerpen, cernak, PTK, dan lain-lain, misalanya.
Kedua, Sudah banyak buktinya, dari tulisan yang diunggah dalam blog pribadi setiap hari itu lama-lama terkumpul banyak dan tentu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi pemilik blog, sekalipun blog itu tak pernah dikunjungi orang, hehe. Banyak guru bloger yang sudah menjilmakan karya tulisan di blog mereka menjadi karya buku, baik antologi maupun buku karangan pribadi.
Nah... dari sini, guru yang seperti inilah nanti yang akan menjadi pemantik bagi guru-guru yang lain untuk segera aktif, bergabung bagi yang belum, dan segera mencetak buku bagi yang sudah banyak mengumpulkan tulisan di blog.
Pasti, akan menjadi kepuasan dan kebahagiaan tersendiri ketika tulisan dan karya mereka dikumpulkan dan diterbitkan. Buku yang diterbitkan bisa untuk koleksi perpustakaan atau terpampang di taman baca madrasah. Bisa dinikmati oleh para siswa dan guru yang lain. Dari sini, saya yakin dengan aktifnya guru berlitersi juga akan memacu semangat mereka untuk ikut di berbagai macam event literasi, dan kemudian akan memunculkan guru yang berprestasi. Bagus tidak?
Ketiga, Melihat dari semangat litersi guru seperti ini, sebagai kepala madrasah yang bijak dan baik hati akan memberikan fasilitas dan peluang untuk lebih bisa berkembang lagi. Buku hasil terbitan guru bisa dibeli oleh madrasah, untuk koleksi perpustakaan. Bahkan kepala madrasah bisa ikut mempromosikan karya hasil guru dan siswa kepada masyarakat dan orang tua wali siswa. Kendatipun perpustakaan/taman baca di madrasah terisi karya guru dan siswa ini jelas bukan suatu kemunduran, malah ini menjadi petanda bahwa Gerakan Literasi Madrasah telah menjadi budaya yang sangat positif.
Keempat, Jika budaya literasi membudaya di kalangan guru, maka sudah selayaknya sebagai kepala madrasah wajib menyambut dengan riang gembira, dengan segera membuatkan SK Literasi Madrasah dengan membentuk kepanitiaan. Yang sekurang-kurangnya terdiri dari penulis, editor, desain cover, lay out, dan penerbitan. Hal ini pasti akan menjadi motivasi bagi panitia untuk giat bekerja. Setiap karya muaranya pada penerbitan karya buku.
Kelima, Munculnya guru-guru penggerak literasi inilah yang akan semakin giat untuk melakukan pendampingan, pembinaan, dan memupuk spirit literasi para siswa. Pasti minat literasi setiap siswa berbeda, dan jenis genre minat menulisnya juga berbeda. Maka dari itu perlu dibentuk kelas-kelas menulis sesuai dengan genre yang diminati siswa. Sehingga guru pun akan lebih mudah dalam memberi bimbingan terhadap para siswa.
Jika, kegiatan Literasi di Madrasah sudah membudaya dan bukti konkrit sudah nyata, saatnya mengajukan kepada Kantor Kementerian Agama setempat untuk diberi sertifikat sebagai madrasah literasi. Kualitas suatu negara juga ditentukan oleh tingkat literasi masyaratkatya. [badiQuot].
Punjul, 25 Januari 2022
literasi madrasah yg dimaksud bukan hanya menumbuhkan budaya membaca tetapi juga menulis untuk semua warga masyarakat... hal itu akan terjadi jika semua madrasah mendapat sarana prasarana penunjang misal perpustakaan, buku-buku bacaan yg memadai, dll yg dipenuhi oleh pemangku kebijakan... tidak seperti sekarang ini literasi digembar gemborkan sementara sarana penunjangnya belum ada...bagaimana anak dibiasakan membaca sementara buku bacaan untuk anak sangat terbatas dan celakanya anak-anak sekarang lebih senang membawa hp dan memainkan game daripada membaca... beda dengan anak jaman dulu... hiburannya hanya TVRI dan buku... perpustakaan sekolah digalakkan oleh pemerintah yg setiap tahunnya mendapat tambahan buku-buku cerita dan pengetahuan kiriman dari negara...
ReplyDeletePehhh... Wes cukup 4 paragraf niki Pak... Mwmwm
Delete