google-site-verification=a29cQDLicXmx_KpxGtFuPjFzKNqoMZ3FEdNxkyQfTTk Kang Badi': August 2020

Dolanan Tradisional Budaya Bangsa


S u b a d i 

Bismillah. Di era millenial yang serba canggih seperti sekarang ini, dolanan tradisional sudah mulai ditinggalkan. Anak-anak zaman sekarang kini lebih kenal dengan dolanan online, game online atau game di gadget.

Sungguh, zaman ini berubah begitu cepat, rasanya baru beberapa tahun yang lalu saya masih biasa bermain gobak sodor, bola bekel, benteng-bentengan, lompat tali, kelereng, egrang, cantengan, dan lain-lain. Meski terlihat sederhana, namun banyak hal positif yang kita peroleh, kebersamaan, olah raga, sportivitas, ketangkasan, kerjasama, misalnya. 

Semua yang pernah mengalami pasti akan merasakan, meskipun dolanan tradisional itu nampak sangat sederhana, namun mampu menumbuhkan rasa kegembiraan dalam jiwa yang luar biasa, gembira bersama-sama teman bermain. Sangat berbeda dengan kebiasaan kebanyakan anak-anak zaman sekarang, betapa tidak, mereka umumnya hanya sibuk dengan bermain game online dan bermain gadget, mereka nampak sibuk dan asyik dengan dirinya sendiri, minim belajar bersosial, dan bahkan terganggu kesehatan jiwanya. 

Gadget bagi saya merupakan tantangan yang tidak ringan bagi perkembangan anak-anak. Usia anak-anak, musti harus banyak bergembira bersama teman-temannya, harus senang hatinya. Supaya bisa belajar tekun menyiapkan masa depan dengan baik. Gadget hari ini menang sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak zaman sekarang, meskipun demikian dolanan tradisional musti tetap kita kenalkan kepada anak-anak kita, generasi zaman ini

Tantangan anak-anak saat ini, menurut hemat saya adalah penggunaan teknologi digital dan pemanfaatannya. Apalagi, saat pandemi C-19 anak-anak musti belajar jarak jauh, belajar di rumah. Sudah barang tentu, anak-anak dituntut lebih akrab dengan teknologi digital, gadget misalnya. Sebagai alat komunikasi dan menerima materi pelajaran dari gurunya. Gadget dalam hal ini tentu sangat membantu dan bermanfaat bagi kelangsungan proses belajar mengajar jarak jauh. 

Di lain sisi, sejauh ini anak-anak juga lebih suka bermain game lewat handphone dibandingkan maian tradisional. Ini kenyataan yang tidak mudah dihindari, banyak orang bilang, wes teko zamane [sudah sampai zamannya]. Sehingga, seakan-akan mau tidak mau gadget menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan dari anak-anak zaman mellenial dewasa ini. 

Menurut saya, melihat kenyataan di atas, untuk menetralisir kecanduan gadget perlu media belajar baru yang dikemas dalam bentuk permainan tradisional, sehingga mampu menarik minat anak-anak zaman millenial ini untuk bermain dengan berbagai macam model dolanan tradisional yang kaya akan manfaat itu. Ada sisi positif dengan dolanan tradisional itu, anak-anak tidak hanya akan merasakan kegembiraan saja, namun juga bisa sehat secara jasmani, tumbuh rasa toleransi, rasa persahabatan, kompak, dan saling berinteraksi dengan sesama. 

Orang tua, tokoh-tokoh masyarakat, dan lembaga pendidikan, dalam hal ini kususnya pendidik, mempunyai tanggungjawab untuk mengarahkan anak-anak dan para siswa bagaimana cara menyikapi dan memanfaatkan teknologi dengan sebaik-baiknya. Utamanya saat ini adalah penggunaan handphone, yang hampir semua anak-anak usia sekolah telah menggunakan teknologi tersebut, bahkan anak-anak pra sekolah pun sudah bayak yang akrab dengan handphone. Jika tidak terkontrol dengan baik, bisa jadi kecanggihan teknologi ini akan berdampak negatif bagi perkembangan anak-anak, generasi millenial. 

Tegasnya, sangat perlu kita kenalkan kepada generasi millenial, terutama anak-anak dan siswa kita bahwa dolanan tradisional itu merupakan budaya bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur. Kita sadarkan, dengan mengenalkan dolanan-dolanan tradisional yang mulai jarang disadari itu, sebenarnya sangat menyenangkan, menggembirakan, dan kaya akan manfaat. Sekian terimakasih. 

Boyolangu, 30 Agustus 2020










الكتابة من ‏بعض الامور ال‏مهمة ‏


S u b a d i

Bismillah, saya ikut bersyukur [sangat] dengan terus terbitnya buku-buku dari anggota Group Ma'arif Menulis, baik buku antologi maupun buku karangan pribadi. Meskipun belum begitu banyak, saya selalu berfikir positif, insyallah di hari-hari yang akan datang pasti akan terbit buku-buku dari anggota group WA kesayangan ini. 

Tidak berlebihan dikatakan bahwa penulis adalah manusia langka, ghorib. Sebab, memang jumlah orang yang mau menulis apalagi sampai menerbitkan buku, jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan orang yang tidak menulis, jumlahnya tak sebanding.  

Bahkan, orang yang gemar membaca pun belum tentu mau menekuni dunia menulis,  artinya banyak membaca tidak lantas menjamin seseorang mau menulis, meskipun membaca sama pentingnya dengan menulis. Seperti yang sudah sering kita dengar, bahwa jika ingin menjadi penulis, kuncinya hanya satu, ya mulailah menulis, menulis, dan menulis. 

Sangking pentingnya menulis dan menerbitkan buku, K.H. Ahmad Idris Marzuqi dalam sambutannya, sebagai bentuk apresiasi terbitnya salah satu buku karya santrinya, beliau menuturkan "Banyak sekali orang yang membaca, tetapi yang menulis masih sulit dicari, terutama sekali dari kalangan pesantren. Padahal penyebaran ilmu yang abadi hanya bisa dilakukan dalam bentuk "Karya Tulis". 

Mengingat pentingnya tulis menulis, bahkan dalam al-Quran disebutkan kata-kata yang berasal dari masdar كتب - كتابة  yang mempunyai arti "menulis" sebanyak 319 kali. 

Pepatah syair pun mengatakan :
ما كتب قر  *  وما حفظ فر 
Apa yang di tulis akan abadi  *  apa yang dihafal akan terlepas
العلم صيد والكتابة قيده  *  قيد صيودك بالحبال الواثقة 
Ilmu adalah buruan, pengikatnya adalah tulisan  *  maka ikatlah dengan kuat buruanmu itu

Dengan mengetahui serta menyadari bahwa menulis selain sebagai warisan leluhur, ulama', juga mendapat perhatian dari Agama, semoga saya, kita di tahun ini juga bisa segera menyusul teman-teman yang sudah lebih dahulu menulis dan menerbitkan buku. Amin

Punjul, 29 Agustus 2020





BUNGA "KECOMBRANG" SEMPURNAKAN SAYUR "BLENDRANG"

Oleh : S u b a d i

Bismillah. Dari awal manusia diciptakan, salah satu perbincangan yang paling memikat adalah diskusi soal makanan. Betapa tidak, Nabiyullah Adam As mendapat hukuman dari Allah diturunkan ke bumi kala itu, salah satu sebab utamanya juga soal makanan, yakni melanggar makan makanan yang terlarang, apalagi kalau bukan buah kuldi, yang kisahnya sangat terkenal sepanjang sejarah. 

Kalau tidak karena sangking menariknya makanan yang berupa buah kuldi, hingga dikemas dengan retorika bujuk rayu bahasa iblis yang sungguh menggoda dan menggiurkan, barangkali Adam yang statusnya kekasih Allah itu, bisa jadi tidak akan tergoda dengan satu makanan yang namanya buah kuldi tersebut. Iya sih, semuanya sama sekali tak mungkin terjadi, kecuali atas skenarioNya. Oleh sebab itu, ambil saja hikmah di balik setiap peristiwa yang sudah terjadi. 

Sampai detik ini, entah sudah berapa juta tahun perjalanan kehidupan di dunia ini berlangsun. Saya meyakini bahwa dari masa ke masa ihwal makanan dalam berbagai bentuk, resep, dan jenisnya pasti telah menjadi bagian tak terpisahkan dari peradaban hidup manusia. Mengapa saya begitu yakin ? sebab, karena makanan merupakan kebutuhan utama manusia, disamping kebutuhan sandang, papan, dan lainnya. 

------------------------------

Membincang soal makanan, menurut saya salah satu jagonya adalah orang Indonesia. Dari Sabang sampai Meraoke, dari Nias sampai pulau Rote, bersuku-suku, berpulau-pulau, pasti bangsa ini sangat kaya dengan berbagai jenis makanan dan resep yang dimiliki, makanan ringan hingga yang paling berat sekalipun. Berbagai macam tumbuhan hidup dengan subur, rempah-rempah melimpah ruah, dan hasil laut pun hingga kini selalu menjadi primadona. Semua itu, salah satunya, kayaknya semata-mata wujud anugerah Allah bagi bangsa Indonesia. Paling simpel sich, sebagai bentuk kasih Allah untuk memanjakan lidah kita. Lalu, adakah alasan bagi kita bangsa Indonesia untuk tidak rajin bersyukur kepada Zat Yang Maha Memberi ? Tentu tidak ada. 

---------------------------

Ah, jadi ngelantur... 

Membicarakan soal makanan, ada satu jenis makanan yang sangat populer di Republik ini, yaitu sayur Blendrang, dalam bahasa bekennya, orang-orang biasa menyebut  dengan sayur yesterday. Hehe. 

Lazimnya makanan sehat, apalagi menurut dokter gizi, masakan sayur yang sehat sebaiknya habis disantap pada hari sayur itu dibuat atau dimasak. Dengan kata lain sekurang-kurangnya habis dalam waktu 12 jam, atau menurut  teman saya nich ya, yang baik sekali masak sayur sekali makan. Namun, kenyataan berkata lain, ada satu keunikan yang dimiliki oleh masyarakat di Republik ini, yakni sekali memasak sayur, kususnya sayur yang menggunakan kuah santan kelapa kental [sayur lodeh] bisa jadi, baru bisa habis 3 hari sampai 1 minggu, bahkan bisa lebih. Nah, itulah Sayur Blendrang, masakan sayur santan yang usianya terhitung mulai hari ke dua, ke tiga dan seterusnya. 

Ngomong-ngomong soal sayur Blendrang, setiap orang bisa dipastikan mempunyai pendapatnya masing-masing, ada yang suka juga ada yang tidak menyukainya, alih-alih karena Blendrang dianggap tidak sehat dan lain-lain. Bagi orang yang menggemarinya, pasti punya cara masak sandiri-sendiri, mulai bahan utama yang hendak di masak, bahan sayur lain yang menjadi oplosan, hingga resep bumbu yang dipilih. Ada kalanya orang lebih suka bahan kacang lotho, cipir, tempe, buah pepaya muda, nangka muda/tewel, buncis, daging, ikan laut, atau bahan sayur lainnya, pasti sesuai selera ya.

Menurut pengalaman referensi pribadi ini ya, entah sudah berapa jenis sayur Blendrang yang telah saya nikmati hingga saat ini, soal jumlah saya tidak bisa memastikan, pasti banyak sekali, mulai masakan ibuk, istri, mertua, kerabat, saudara, dan masakan sendiri. Terlepas dari kontroversi sehat atau tidaknya sayur Blendrang, yang pasti saya cukup suka dan menikmatinya. Apalagi jika makannya dengan nasi hangat, nasi tiwul gaplek, dan disanding lalapan daun keningkir. Bihhh mantap abis.. Blendrang disukai karena rasanya yang khas dan kelezatan yang unik. 

Meskipun sudah banyak jenis sayur Blendrang yang saya nikmati, jujur hingga saat ini hanya ada satu jenis Blendrang yang bagi saya sempurna. Penasaran? Ya, sayur Blendrang hasil kecanggihan memasak ibu saya sendiri, orang desa yang hidup nun jauh dari kebisingan kota, kesehariannya selain menjadi ibu rumah tangga, kalau tidak bekerja di sawah ya di ladang, hanya berbekal pengalaman meramu bumbu masak, bisa dipastikan semua orang yang pernah mencicipi kecekatan tangannya dalam meramu bumbu dan mamasak, semuanya mengakui kalau rasa masakannya memang yahut, lezatoz. Hehe. 

Satu jenis  sayur Blendrang hasil besutan tangan ibu saya yang paling saya sukai adalah sayur Blendrang Tewel yang dioplos dengan Cirang, dengan racikan bumbu khas ibu saya, serta ditaburi cabai rawit yang sangat banyak. Bihh, gurih, wangi, dan pedasnya jangan ditanya deh, sangat pedas. Sayur Blendrang itu biasa, Blendrang baru luar biasa jika dioplos dengan Cirang. Hehe

Tau gak Sich ??????

Tewel adalah buah nangka muda, sedangkan cirang adalah bunga kecombrang yang masih cukup mudah ditemukan di kampung halaman orang tua saya, Soal bunga kecombrang ini menurut sebagian orang dianggap aneh untuk dimasak, apalagi bagi orang kota, namun bagi kami yang hidup di desa, Cirang / bunga Kecombrang merupakan bahan sayur yang sangat istimewa, aroma wanginya yang khas dan rasanya yang bisa merasuk ke bahan sayur lainnya. Usut punya usut ternyata bunga Kecombrang ini banyak manfaat juga lhoo... Sebagai pelancar peredaran darah, mengobati asam lambung, kaya akan antioksidan, mengobati batuk, dan lain-lain. Pokoknya mantap sekali. Yang seperti itu mulai saya nikmati sudah dari kecil, di mana lagi kalau bukan di desa Gemiring, kecamatan Munjungan, kabupaten Trenggalek. Cie... ciee Wong Ngalek.... 

Meskipun saat ini, saya sudah berumah tangga dan tidak tinggal satu rumah dengan orang tua, kami [anak-anaknya] yang hidup jauh ini, masih selalu mendapat perlakuan sama seperti kala kami masih kumpul satu rumah. Ya, selalu sebelum kami mudik ke kampung halaman, beliau setidaknya 2 atau 3 hari sebelum kami sampai di rumah, beliau selalu mengawali masak sayur Blendrang yang kami sukai ini. Kemudian, sangat sering juga kami request untuk secara kusus dimasakkan atau mamang inisiatif ibu saya sendiri mengirim sayur Blendrang istimewa ini. Atau bahkan jika beliau menjenguk kami dan menginap beberapa hari [karena kangen cucu] sudah dapat dipastikan beliau disini juga nyayur Blendrang, utamanya Blendrang Tewel, oplos cirang, bertabur cabe rawit. Menjadi lebih sempurna lagi, saya dan istri juga sama-sama suka sayur Blendrang tewel oplos bunga Kecombrang. Apalagi masakan ibu. Suerrr deh, Mantap... Mantap.... 

Punjul, 26 Agustus 2020

 

MEMAKNAI ESENSI TAHUN BARU


S u b a d i

Bismillah. Setiap penghujung tahun, berbagai tempat wisata di negeri ini, selalu saja ramai dipadati oleh para pengunjung. Karena tahun baru selalu identik dengan hari libur, tanggal merah, dan bahkan ditambah dengan hari cuti bersama. Sehingga tidak heran, jika antusiasme masyarakat untuk berlibur selalu tinggi. 

Perayaan dan berbagai macam acara dalam menyambut datangnya tahun baru pun digelar secara meriah. Seolah tak mau ketinggalan, kebanyakan stasiun TV menyuguhkan acara-acara yang meriah dan menarik, kusus event yang bertajuk pergantian tahun. Namun, saat ini [karena pandemi C-19] agaknya, banyak hal berbeda dengan yang biasanya, lebih sederhana dan tak begitu meriah. 

Sejatinya, merayakan suatu peristiwa bukanlah sesuatu yang salah, sebab sudah menjadi naluri manusia, senantiasa senang merayakan sesuatu untuk meninggalkan kesan dalam hidupnya. Apalagi, peristiwa pergantian tahun memang hanya terjadi sekali dalam setahun. Penilaian salah atau tidaknya suatu gelaran acara perayaan sejatinya akan muncul dengan sendirinya seiring dengan tata cara yang dipakai dalam perayaan tersebut. 
___________________
Lalu pertanyaannya, bagaimana seharusnya cara kita menyikapi sebuah perubahan ihwal tahun baru? Kalau kita mau merenungkan, sejatinya di setiap pergantian tahun mengandung banyak makna yang komplek. Mari kita wedar bersama-sama ;

Pertama, pergantian tahun, berarti berakhirnya tahun yang lalu dan menjelangnya tahun yang datang merupakan fase baru dalam hidup setiap orang. Sebab dengan datangnya tahun baru berarti usia seseorang semakin bertambah, musti disadari bahwa kesempatan hidup di dunia juga semakin berkurang. 

Kedua, sesungguhnya tahun baru merupakan batas waktu, maksimal maupun minimal atas tiap orang, untuk mengevaluasi apakah program hidup yang telah dijalankannya dalam setahun telah dicapai. Tegasnya, datangnya tahun baru bisa dijadikan sarana evaluasi keberhasilan hidup dalam rentang waktu satu tahun. 

Ketiga, pergantian tahun merupakan pelajaran yang paling nyata bagi manusia bahwa waktu di dunia ini sangatlah pendek. Hidup di dunia ibarat mampir ngombe, yang abadi hanyalah kehidupan di akhirat. Sehingga patut untuk direnungkan oleh setiap manusia perbuatan apa yang seharusnya bermanfaat untuk dilakukan di dunia, sekaligus sebagai bekal untuk kehidupan setelah mati, akhirat. 

Keempat, pergantian tahun merupakan momen yang penting untuk mencanangkan tekad dan harapan baru dalam diri setiap orang. Artinya, tahun yang menjelang akan segera dijalani, harus lebih baik dari tahun yang baru saja dilewati. Datangnya tahun baru musti membawa semangat baru untuk kehidupan yang lebih baik, baik dalam konteks duniawi maupun ukhrawi. 
__________________________
Sebagai kesimpulannya, dengan melihat setidaknya 4 perspektif tersebut, alangkah tidak tepatnya bila tahun baru selalu dirayakan dengan hura-hura, pesta-pesta, dan foya-foya. Apalagi dirayakan dengan berbagai tindak kemaksiatan. Semua itu akan menjadi lebih bermakna jika disertai dengan muhasabah, zikir, kegiatan yang bernilai kebaikan, dan berdo'a kepada Allah SWT. Wallahu a'lam bisshawab.

Punjul, 22-23, Agustus 2020


SOSOK PEMBANGKIT SEMANGAT [3] HASAN BIN ZIYAD [Santri Tua Abu Hanifah]


S u b a d i

Bismillah. Apakah Anda mulai ngaji sudah tua? Atau mulai menekuni dunia literasi [menulis buku] sudah usia 40, 50, atau bahkan lebih? Atau mungkin sesuatu hal yang lain? Jangan kawatir, jangan pernah putus asa, sebab banyak orang yang usianya tidak lagi muda namun ternyata menunai sukses besar. 

Percayalah, hakikatnya, umur, jodoh, rizqi adalah urusan Tuhan. Jangan pernah berandai-andai tentang umur seseorang, karena semua itu urusan Tuhan. Anda tidak percaya? Jawabannya ada di bawah ini. Hehe

Ya, Hasan bin Ziyad, seorang ulama' kenamaan, ketika nyantri kepada Abu Hanifah, sudah berusia 80 tahun. Ia sangat mempeng belajar, tidak pernah tidur malam, selama 40 tahun. 

Mencengangkan!, coba kita bayangkan, nyantri selama 40 tahun, kemudian pada usia 120 tahun, beliau diangkat menjadi mufti Kufah pengganti Abu Yusuf. 

Menurut catatan sejarah, Hasan bin Ziyad menjadi mufti selama 40 tahun, dan wafat dalam usia 160 tahun. 

Untuk itu, mulai sekarang, bagi kita-kita yang sudah tidak muda lagi, namun mempunyai spirit mulia untuk memulai sesuatu yang positif dan bermanfaat, mari "mantapkan mental" kita. 

Tua-tua keladi, semakin tua semakin menjadi jadi. Percayalah pendapat ahli hikmah, "orang semakin banyak umurnya, semakin matang dan dewasa cara berfikirnya". Semoga bermanfaat. 

Punjul, 19 Agustus 2020


"Bhinneka Tunggal Ika"


S u b a d i

Bismillah. Hari ini Senin, 17 Agustus 2020 seluruh Bangsa Indonesia sedang merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang ke 75. Tema yang diusung pada HUT RI tahun ini adalah "Indonesia Maju" dengan logo "Bangga Buatan Indonesia".

Tema "Indonesia Maju" memiliki arti, yakni untuk merepresentasikan Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Hal ini terlihat dari gambar 75 pada tema Indonesia Maju yang terinspirasi dari dari simbol perisai di dalam lambang Garuda Pancasila. Selain itu, juga memuat arti kesetaraan dan pertumbuhan ekonomi untuk rakyat Indonesia, dan progres nyata dalam bekerja untuk mempersembahkan hasil yang terbaik kepada semua rakyat Indonesia.

Sedangkan arti dari logo “Bangga Buatan Indonesia" yakni sebagai upaya menumbuhkan kecintaan warga negara Indonesia terhadap produk lokal atau buatan dalam negeri.
--------------------------------------------------
Ekspresi Cinta

Masyarakat Indonesia setiap tahun senantiasa merayakan hari istimewa ini. Di tiap-tiap depan rumah berdiri tiang untuk mengibarkan bendera Merah Putih, mengadakan berbagai macam jenis perlombaan, menggelar istighasah dan doa bersama, tumpengan, dan bahkan berbagai cara unik mengibarkan bendera Merah Putih pun hadir sebagai wujud ungkapan rasa cinta kepada Negara sekaligus hiburan tersendiri bagi rakyat luas, misalnya mengibarkan bendera di puncak gunung, di tebing, di pohon tinggi, dan bahkan sampai mengibarkan bendera Merah Putih di dasar laut yang dalam, serta cara-cara unik lainnya.

Mengisi hari kemerdekaan dengan berbagai macam kegiatan positif memang diperlukan, selain untuk mengenang jasa para pahlawan, juga untuk memupuk rasa nasionalisme anak bangsa. Sehingga kecintaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia selalu terjaga dan lestari hingga selama-lamanya. Sebuah jargon mengatakan "cinta tanah air, bagian dari iman".
------------------------------------
Sejarah Bhinneka Tunggal Ika

Dalam tulisan singkat ini, saya ingin menyampaikan sedikit catatan tentang sejarah Bhinneka Tunggal Ika, karena ini merupakan catatan sejarah, agar tidak menyimpang atau mengaburkan sejarah, saya hanya ingin mengutip dari sumber saja. Menulis tentang sejarah Bhinneka Tunggal Ika ini merupakan cara saya dalam memperingati HUT RI ke-75 tahun ini. 
-------------------------------------
Menurut catatan Suhandi Sigit, dalam Bhinneka Tunggal Ika Maha Karya Empu Tantular, 2011. Sigit menuturkan bahwa bunyi lengkap dari ungkapan Bhinneka Tunggal Ika dapat ditemukan dalam kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu Tantular pada abad XIV di masa kerajaan Majapahit. 

Dalam kitab tersebut tertulis "Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wisma, Bhinneka rakwa ring apan kena parwa bosen, Mangka ng Janatwa kalawan Siwatma Tunggal, Bhinneka Tunggal Ika Tan han dharma mangrwa".

Artinya, bahwa agama Buddha dan Siwa (hindu) merupakan zat yang berbeda, tetapi nilai-nilai kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah Tunggal. Terpecah belah tetapi satu juga, artinya tidak ada darma yang mendua. 

Lebih lanjut, Ahmad Syafi'i Ma'arif dalam Bhinneka Tunggal Ika Pesan Empu Tantular Untuk Keindonesia Kita, sebuah makalah, Jakarta, MPR RI, 2011. Menyebutkan ungkapan dalam bahasa Jawa Kuno tersebut, secara harfiah mengandung arti Bhinneka (beragam), Tunggal (satu), Ika (itu) yaitu beragam satu itu. 

Doktrin yang bercorak teologis ini semula dimaksudkan agar antara agama Buddha (jina) dan Hindu (Siwa) dapat hidup berdampingan dengan damai dan harmonis, sebab ajaran yang terkandung dalam keduanya adalah Tunggal (satu). Mpu Tantular sendiri adalah penganut Buddha Tantrayana, tetapi merasa aman hidup dalam kerajaan Majapahit yang lebih bercorak Hindu. 

R.M, A.B. Kusuma, dalam bukunya Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: 2004. Menuturkan bahwa semboyan Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi pembicaraan terbatas antara Muhammad Yamin, Bung Karno, I Bagus Sugriwa dalam sidang-sidang BPUPKI sekitar dua setengah bulan sebelum proklamasi. 

Bahkan Bung Hatta sendiri mengatakan Bhinneka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno setelah Indonesia merdeka. Setelah beberapa tahun kemudian ketika merancang lambang Negara Republik Indonesia dalam bentuk Garuda Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika di masukkan ke dalamnya. 

Menurut penuturan Z. Yazni, dalam bukunya Bung Hatta Menjawab, Jakarta: Gunung Agung, 1979. Mengatakan secara resmi lambang tersebut dipakai dalam Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat yang dipimpin Bung Hatta, 11 februari 1950 berdasarkan rancangan yang dibuat oleh Sultan Hamid II (1913-1978). 

Tulisan Empu Tantular tersebut oleh para pendiri bangsa diberikan penafsiran baru kerena dinilai relevan dengan keperluan strategis bangunan Indonesia merdeka yang terdiri dari berbagai agama, kepercayaan, ideologi politik, etnis, bahasa dan budaya. Dasar pemikiran tersebut yang menjadikan semboyan "keramat" Ini terpampang melengkung dalam cengkeraman kedua kaki Burung Garuda. Burung Garuda dalam mitologi Hindu adalah kendaraan (wahana) Dewa Wisnu. (Ma'arif A.Syafi'i: 2011). 

lanjut Syafi'i, terkait semboyan yang ditulis Empu Tantular, dapat diketahui bahwa wawasan pemikiran pujangga besar yang hidup di zaman kejayaan Majapahit ini, terbukti telah melompat jauh ke depan. Nyatanya, semboyan tersebut hingga sekarang masih relevan terhadap perkembangan bangsa, negara, dan bahkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global. 

Menurut hemat saya, para pendiri bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam nampaknya cukup toleran untuk menerima warisan Empu Tantular tersebut. Sungguh, sikap toleran ini sejatinya adalah watak dasar suku-suku bangsa Indonesia yang telah mengenal beragam agama, berlapis-lapis kepercayaan, dan tradisi, jauh sebelum Islam datang ke Indonesia. 

Oleh sebab itu, kita sebagai anak bangsa yang mewarisi kemerdekaan NKRI ini, mari terus bersatu, berjuang bersama untuk menjaga serta mengisi kemerdekaan NKRI dengan kegiatan-kegiatan positif dan produktif. Meski kita berbeda-beda, namun tetap satu jua. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Maka bersatulah. Indonesia Yes !!

Punjul 17 Agustus 2020

𝗥𝗮𝗻𝘁𝗮𝗶 𝗞𝗲𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯𝗮𝗻

𝘒𝘦𝘸𝘢𝘫𝘪𝘣𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘴𝘰𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪...