google-site-verification=a29cQDLicXmx_KpxGtFuPjFzKNqoMZ3FEdNxkyQfTTk Kang Badi': July 2020

REFLEKSI PERJALANAN HIDUP [ Muqaddimah Syarh Fath al-Mu'in ]

S u b a d i

Bismillah. Dalam muqaddimah Syarh Fath al-Mu'in, yang berjudul I'anatut Talibin fi Hilli Alfazi Fath al-Mu'in, Abu Bakar Syato' mengatakan yang artinya sebagai berikut;

"Segala puji bagi Allah yang mempermudah jalan bagi pencari pengetahuan, yang mempermudah jalan kebahagiaan bagi orang yang bertaqwa, yang mempertajam mata batin untuk kebaikan dalam urusan agama, serta yang menganugerahkan rahasia-rahasia nur keyakinan dan keimanan".

Jika direnungkan, kalimat Abu Bakar Syato' tersebut di atas, kita akan mendapatkan pelajaran yang sangat berharga, yakni uraian tentang perjalanan hidup manusia. Dari sebagian muqaddimah kitab itu, setidaknya ada 4 fase perjalan hidup manusia, Pertama, pencarian pengetahuan; kedua, pencarian kebahagiaan; ketiga, pencarian kearifan; keempat, pencarian jati diri yang sejati.

Pertama adalah pencarian pengetahuan untuk mendapatkanya, dan meningkatkan kompetensi. Pencarian pengetahuan yang sudah dimulai dari sejak duduk di bangku Sekolah Dasar hingga bangku perkuliahan seseorang akan memiliki bekal ilmu pengetahuan dan keahlian atau keunggulan yang cukup, dibandingkan dengan kebanyakan yang tidak mengenyam pendidikan.

Fase pencarian pengetahuan sejatinya juga tidak mengenal henti, belajar sepanjang hayat. Apalagi di masa serba canggih seperti saat ini, era teknologi informasi, kita selalu dimudahkan untuk menambah dan memperdalam pengetahuan dan keahlian, bahkan untuk segala bidang.

Kedua pencarian kebahagiaan. kompetensi dan keunggulan seseorang akan menjadi wasilah terbukanya pintu rezeki. Orang bijak mendefinisikan bahagia itu sangat sederhana, senyum itu sudah menunjukkan kebahagiaan. Meski demikian, terkadang untuk bisa senyum, kebutuhan primer dalam hidup mesti tercukupi. 

Membincang soal rezeki, sebenarnya tidak selalu terikat dengan gaji atau penghasilan. Rezeki menjadi sangat relatif, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Meski kelihatannya banyak, jika tidak disyukuri, bisa jadi penghasilan banyak tersebut malah menjadikan hidup susah. Juga sebaliknya, meskipun penghasilan sedikit, sebab karena selalu disyukuri, yang sedikit tersebut justru bisa menjadi berkah.

Ketiga mendapatkan kearifan. Seseorang yang telah mapan hidupnya, menikmati hidup dengan rasa cukup dan pandai bersyukur, ia akan menjadi sosok yang arif dan bijak. Intinya, pada fase ini menjadi tangga perjalanan hidup seseorang untuk bisa menikmati hidup dengan penuh rasa syukur, apapun yang dianugerahkan Allah kepada dirinya. Sedikit rezeki bisa cukup, banyak rezeki akan menambah berkah hidup.

Keempat adalah mendapatkan anugerah ma'rifat, musyahadah. Fase ini adalah fase tertinggi bagi perjalanan hidup seseorang. Seperti yang banyak dibincangkan oleh orang bijak, bahwa tidak banyak orang yang sampai pada tangga ke empat ini, mendapatkan anugerah ma'rifat dari Allah SWT. Tegasnya, hanya orang-orang tertentu yang bisa sampai pada level keempat ini.

Menurut hemat saya, yang terpenting, meski tidak sampai pada level keempat, setidaknya level hidup bisa mencapai level ketiga, yakni menjadi orang-orang yang arif, sebab kehidupan bisa ditata dengan kesadaran penuh bagaimana bisa menindaklanjuti uraian di atas, seperti nasihat Abu Bakar Syato'. Wallahu a'lam bisshawab. 

Boyolangu, 27 Juli 2020.

  


LOGIKA USUL FIKIH, (cara cerdas menyikapi yang "MUBAH")


S u b a d i 

Bismillah. "Menjalankan yang diperbolehkan (mubah), hakikatnya Meninggalkan yang diharamkan". 

Mari kita pelajari bersama;

Sebagai seorang Muslim, kita tentu sudah mengetahui bahwa pranata hukum Islam megajarkan lima katagori hukum dalam perilaku keseharian, yakni wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah. Aturan ini sejatinya merupakan sebuah keniscayaan agar roda kehidupan berjalan dengan tertib, aman dan damai. 

Wajib, adalah sesuatu yang harus ditunaikan, jika ditinggalkan maka akan mendapatkan dosa. Sunnah, adalah sesuatu yang apabila tunaikan akan mendapatkan pahala, jika ditinggalkan tidak mendapatkan dosa. Haram, adalah sesuatu yang harus ditinggalkan, jika dikerjakan akan mendapatkan dosa. Makruh, sesuatu yang jika dikerjakan tidak mendapat dosa, jika ditinggalkan maka akan berpahala. Dan mubah, mengerjakan atau meninggalkan tidak akan berpahala atau dosa. 

Sungguh, logika usul fikih ini mengajarkan sesuatu yang sangat brilian. Ketika ada sesuatu yang asalnya netral, yakni tidak memiliki konsekuensi apapun, dalam hal ini mubah, bisa menjelma menjadi "meninggalkan yang diharamkan".

Sebagai contoh, untuk mempermudah kita memahaminya, misalnya sebagai berikut :

Kita hidup pasti mempunyai tugas, pekerjaan, dan tanggung jawab yang lain. Di saat kita jeda, setelah selesai mengerjakan tugas, sambil menunggu tugas yang lain, menggunakan waktu luang ini dengan istirahat adalah sesuatu yang yang sangat lumrah, sah-sah saja. 

Istirahat ini dalam usul fikih masuk katagori perkara yang mubah. Akan tetapi jika istirahat ini digunakan secara positif, seperti tidak terlibat ngrumpi dengan teman sejawat, atau ngobrol panjang lembar, sana-sini yang tidak ada faedahnya, maka nilai tambah secara keislaman akan menjadi lebih bermakna dan bertambah karena tidak ikut ngrumpi dan ngobrol yang tiada guna. Tegasnya, nilai tambahnya adalah menghindarkan diri dari perbuatan yang tidak utama atau mulia. 

Apalagi, jika kita mampu mengisi dengan hal-hal yang lebih positif lainnya, seperti mengaji, menulis, membaca, shalat dhuha, dan lain-lain. Tentu, yang mubah itu akan menjadi jauh lebih bermakna lagi, bahkan akan menjadi tambahan pahala. Wallahu a'lam bisshawab. 

Boyolangu, 20 Juli 2020


DAKWAH ITU INDAH & SITUASIONAL


S u b a d i 

Bismillah. "Sampaikanlah dariku meski cuma satu ayat" Alhadits. Bagi saya, dakwah yang disampaikan oleh seorang da'i atu muballigh adalah perintah agama. Seperti disinyalir dalam Hadits tersebut. Tegasnya, orang yang berdakwah berarti telah melaksanakan perintah agama. 

Senyampang kewajiban untuk menyampaikan ilmu kepada sesama, tentunya seiring dengan kewajiban untuk mendapatkan pengetahuan tersebut, yakni bekal ilmu yang hendak mejadi modal berdakwah. Sehingga seseorang yang menyampaikan pesan dan nilai keislaman kepada masyarakat betul-betul mempunyai dan mumpuni dari sisi kedalaman ilmu keislamannya. 

Patut disadari bahwa dalam peradaban Islam, berdakwah tidak terbatas hanya menyampaikan pesan dan nilai keislaman dengan cara ceramah semata, akan tetapi berdakwah dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan metode yang dimiliki oleh seorang pendakwah. 

Para Ulama ada yang produktif dengan literasi, dalam hal ini menulis, maka dakwah mereka dengan tulisan, hingga ribuan karya tulis, artikel, buku, dan kitab terbit dibaca serta dikaji oleh masyarakat luas. Ada orang yang bakat dan keahliannya di bidang seni, maka dakwahnya dilakukan dengan menggunakan media seni. Begitu pula yang mahir dengan ceramah atau pidato, maka metode dakwah yang mereka gunakan adalah ceramah. 

Tidak hanya itu, ada lagi dakwah dengan tindakan nyata, yang kemudian dalam literatur pesantren dikenal dengan dakwah bil hal, sehingga dalam pepatah disebutkan "media perbuatan lebih efektif ketimbang media ceramah lisan" (Lisan al-hal afsahu min lisan al-maqal). 

Rujukan dalam berdakwah dalam praktik menyampaikan kebaikan kepada masyarakat sejatinya adalah Nabi Muhammad SAW sendiri. Dalam literatur Hadits maupun sirah, Nabi dikenal sangat kondisional tatkala menjawab pertanyaan para sahabat yang menjadi murid pengajian Beliau. 

Nabi Muhammad SAW, dalam menjawab pertanyaan para sahabat, jawaban atas pertanyaan yang sama bisa jadi beragam, tergantung siapa yang menyodorkan pertanyaan. Ini terbukti, misalnya, tatkala ada Sahabat yang bertanya kepada Nabi, "wahai Rasulullah, amal perbuatan apa yang paling utama? " / "ayyul a'mali afdalu?"

Karena, orang yang bertanya adalah orang yang berkecukupan, kaya. Maka jawaban Nabi adalah sedekah. Pada kesempatan yang lain, karena orang yang bertanya orang yang tidak mampu, fakir. Maka sedekah diberi penjelasan, bahwa senyum adalah sedekah, al-tabassum sadaqatun. Wallahu a'lam bisshawab. 

Punjul, 19 Juli 2020

LOVERS & HATERS


S u b a d i

Bismillah. Percaya atau tidak, hidup seseorang, siapapun dia, tidak bisa dielakkan berada diantara lovers dan haters, pendukung dan pencela. 

Dulu, sebelum era medsos belum ada, tentu keberadaan lovers dan haters tidak banyak diketahui. Sebab, memuji dan membenci biasanya tidak langsung diucapkan di depan orang yang dipuji maupun dibenci. 

Kini, saat era medsos telah menjadi bagian dari kehidupan manusia, kala jagad medsos telah mewarnai hampir semua sendi kehidupan manusia, lovers dan haters dengan mudahnya diketahui, akibat jejak digital mereka. 

Dengan kenyataan dan situasi seperti ini, semestinya kita sebagai orang yang hidup di zaman sekarang, tidak boleh mengalami keterkejutan -kagetan-, gagap, baper, dan mudah galau. 

Jelas, di jagad medsos, tatkala ada sesuatu yang lagi news, tak bisa dilepaskan dari kedua kelompok tersebut, lovers dan haters. Bagi yang pro dipenuhi dengan pujian dan apresiasi, dan sebaliknya, bagi yang kontra juga tidak kalah sengitnya dengan kritik tajam bahkan hujatan.

Sedikit saja kesalahan atau kasus yang terjadi, bagi yang kontra bisa jadi publik akan mengkuya-kuya di media sosial, bahkan beberapa kasus tertentu yang lebih menarik menjadi bahan bullyan yang seolah tiada henti. Oleh sebab itu, sebagai orang yang hidup di zaman medsos seperti saat ini, kita sudah sepatutnya menjaga diri dengan sangat hati-hati jangan sampai berbuat sesuatu yang tidak dibenarkan. 

Ihtiyad atau sikap hati-hati di era medsos seperti saat ini memang menjadi penting, sebab tidak ada satu kekuatan pun yang mampu menghalangi, sering kali ada sesuatu yang dianggap sebagai news yang asalnya mungkin sesuatu yang biasa, tetapi karena dikemas, maka bisa menjadi mak nyuss. Lebih fatalnya lagi jika sampai dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan ingin mengambil keuntungan, maka pemberitaan pun akan cepat tersebar luas. 

Kita sebagai orang yang hidup dan berada di antara kedua kelompok tersebut, pemuji dan pencela, berhadapan dengan bullyan, kritik, celaan, dan cercaan adalah hal yang lumprah dan wajar. Sangking lumprahnya ada kisah Nabi Musa yang mengadu kepada Tuhan, karena tidak tahan dengan Bullyan

Kisah ini dapat kita temukan dalam kitabnya Abu Nu'aim al-Isfahani yang berjudul Hilyat al-Auliya' wa-Tabaqat al-Asfiya, sebagai berikut ;
Kurang lebih artinya demikian: "Musa berkata kepada Tuhan, wahai Tuhan hentikanlah bullyan orang-orang terhadapku. Lalu Tuhan merespon: jika Aku hentikan bullyan orang kepada manusia, akan aku hentikan dulu bullyan orang terhadapku".

Dalam kisah tersebut, Musa sebagai Nabi dan utusan Allah, ia tidak tahan terhadap hardikan, celaan, hujatan dari kaum fir'aun, lalu ia mengadu kepada Tuhan. Respon Tuhan justru di luar dugaan Nabi Musa sendiri. Jika perkara bully seseorang kepada orang lain mau dihentikan, kata Tuhan, justru orang-orang yang mem-bully Tuhan yang akan diberhentikan terlebih dahulu. 

Walhasil: Pesan dari kisah tersebut, Tuhan saja tidak marah dengan Bullyan hamba dan makhluk yang Dia ciptakan sendiri, Nabi pun juga disindir oleh Tuhan agar tidak larut dalam kegalauan dengan bullyan, apalagi kita manusia biasa yang tidak memiliki pangkat apa-apa. Tegasnya, sikap yang harus di kedepankan menghadapi bully adalah melakukan instropeksi, apa yang kurang dari kita, sehingga kita akan terus berusaha berbenah untuk masa depan yang lebih gemilang. Wallahu a'lam bisshawab. 

Punjul, 19 Juli 2020




"BLANGKON" DALAM KAJIAN SUFISTIK [Belajar dari Prof. Dr. Phil. H. M. Nur Kholis Setiawan, M.A,]

S u b a d i

Bismillah. Sebagaimana jamak kita ketahui, bahwa blangkon menjadi penutup kepala khas orang jawa yang terbuat dari kain batik. Biasanya Blangkon digunakan oleh kaum pria yang mengenakan pakaian tradisional Jawa. Blangkon bentuknya seperti topi, ditaruh di atas kepala, dan keunikannya menjadi semakin istimewa dengan punduk di bagian belakang. 

Secara umum, Blangkon dibagi ke dalam empat jenis, yakni blangkon Yogyakarta, blangkon Surakarta, blangkon Kedu, dan blangkon Banyumas. Bagi sebagaian orang, blangkon hanyalah aksesoris pakaian tradisional Jawa. Tenyata, dalam kajian sufistik, blangkon memiliki makna yang cukup dalam. Sebab itu, menjadi satu alasan logis sehingga orang Jawa memakai blangkon. 

Ihwal blangkon, dalam kacamata sufistik, saya tertarik dengan apa yang disampaikan oleh Prof. Dr. Phil. H. M. Nur Kholis Setiawan, M.A, Sekretaris Jendral Kementerian Agama RI, Guru Besar Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan sederet tugas lain yang diembannya. 

Beliau menuturkan soal blangkon dalam kajian sufistik sebagai berikut;

Arti harfiah blangkon sebenarnya  "belange lakon" (cacatnya kehidupan). Lakon adalah perjalanan hidup, sedangkan belang adalah cacat atau aibnya seorang manusia. Artinya tidak ada orang yang hidup di dunia ini yang tidak punya cacat, kelemahan, atau aib. 

Karena Allah Maha Pengasih, sehingga aib manusia itu tidak ada yang dibukakan. Coba kalau aib dibuka sama Allah, sangat luar biasa, mampu mempermalukan yang dibuka aibnya tersebut. 

Maka yang tersirat dari blangkon itu adalah jangan sampai kita mengulangi belang-belang dalam kehidupan. Tidak ada yang sempurna. Setiap orang memiliki kelemahan dan kelebihan. Orang yang berakal, ketika berbuat salah harus ingat, jangan sampai diulangi lagi. Ketika blangkon ditaruh di atas, maknanya jangan berbuat kesalahan yang diulang-ulang. 

Tegasnya; dengan berkaca kepada blangkon, perilaku manusia diharapkan bisa lebih baik di masa mendatang. Apapun aktivitas, profesi dan tanggung jawab yang diemban, sejatinya bisa menjelma menjadi sebuah ibadah yang mempunyai nilai kemuliaan di sisi Allah SWT. Wallahu a'lam bisshawab. 

Punjul, 19 Juli 2020


3 ASPEK YANG PERLU DILAKUKAN SEBELUM BERGURU KEPADA AHLI TAREKAT


S u b a d i 

Bismillah. Dalam kitab al-Mafakir al-Aliyah fi l-Ma'atsir al-Syadziliyah, Abu Hasan al-Syadziliyah menyatakan sebagai berikut : 
Yang kurang lebih maksudnya demikian; "Tatkala seseorang hendak berguru kepada ahli tarekat selayaknya ia harus mencermati lebih dahulu tiga hal sebelum memutuskan tarekat apa dan siapa gurunya. Pertama, mengetahui dengan pasti prinsip ajaran tarekat dari sang guru. Kedua, ketahui amalan dan doa-doa rutinnya, dan ketiga ketahui sanad atau silsilah sanad dari sang guru, apakah nyambung, muttasil atau tidak kepada Rasulullah. 
--------------------------------------------------

Coba mari kita pelajari bersama ;

Aspek yang pertama, sebelum kita memutuskan untuk berguru dan tarekat apa yang akan kita ikuti, kita harus memahami seberapa pantaskah seseorang itu dijadikan guru atau panutan, tarekat beserta amalannya. Sebagai contoh, seseorang tertarik untuk bai'at tarekat Qadariyah atu Naqsyabandiyah, maka sebelum memutuskan untuk berguru dengan mursyid tarekat tersebut, maka lakukan pendalaman terlebih dahulu, dengan membaca, menggali informasi, maupun tahu persis, apa prinsip-prinsip dasar dari tarekat tersebut.

Aspek yang kedua, kita harus mengetahui amalan dan wirid dari ajaran tarekat yang hendak kita ikuti. Seperti baca shalawat, baca tahlil sekian ribu kali, dan amalan-amalan lainnya. Dengan mengetahui amalan dan wirid sebuah tarekat, kita bisa berkaca dan mengukur diri, apakah kita akan mampu menjalankan atau tidak amalan dari tarekat tersebut. Sehingga kita bisa berfikir ulang untuk meneruskan masuk di dalamnya atau mengurungkan niat. Tegasnya, sebelum membaiat diri pada paham atau ajaran tarekat tertentu, kita musti mengukur diri kita, mampu atau tidak. 

Aspek yang ketiga, jika kita mau masuk dan belajar ilmu tarekat, kita harus tahu silsilah tarekat seorang guru, mursyid. Silsilah sanadnya sampai ke Nabi Muhammad atau tidak. Ketersambungan sanad menjadi dasar legitimsi ajaran sebuah tarekat, alias tarekat tersebut memang layak dan patut diikuti dan dianut. Sebaliknya, jika sanadnya ternyata terputus, tidak nyambung, maka secara otomatis ajaran tarekat tersebut tidak layak diikuti dan dipedomani. Sebab, dikhawatirkan ajaran tarekat yang tidak sambung sanadnya tersebut menjadi ajaran yang sesat dan menyesatkan. 

Walhasil; Ketiga aspek ini menjadi langkah penting untuk diperhatikan dan lakukakan sebelum memutuskan tarekat apa yang akan kita masuki dan kepada siapa kita akan berguru. Langkah ini, sejatinya terkandung sebuah tujuan supaya ketika kita sudah bergabung dengan salah satu satu aliran tarekat, kita bisa semakin nyaman dalam pengembaraan spiritualitas. Sebab, dengan semakin asyik seorang salik menjalani ajaran tarekat, makin asyik pula dalam proses pencarian dan upaya ma'rifatullah. Wallahu a'lam bisshawab. 

Punjul, 19 Juli 2020

TEBARKAN "CINTA" KEPADA SESAMA


S u b a d i

Bismillah. Sungguh, meskipun manusia diciptakan oleh Sang Khalik sebagai makluk terbaik dan di punggungnya memikul tugas yang teramat berat, yakni sebagai khalifah fil ard, manusia tetaplah makhluk yang lemah, dhaif. Sehingga, selalu mengharap kasih dan rahmat Rabnya senantiasa menjadi sebuah keniscayaan yang tak terelakkan. 

Manusia musti menyadari sepenuhnya, bahwa sebesar dan sekuat apapun tubuhnya, pasti akan kembali kepada Sang Pencipta. Setinggi apapun pangkat dan jabatannya, pada saatnya nanti pasti akan berakhir juga. Setampan dan secantik apapun parasnya pada saatnya nanti pasti akan keriput juga. Tegasnya, tak ada yang abadi. Semua akan kembali menghadap Ilahi. 

"Wal akhiratu khoirun laka minal ula" Begitulah firmanNya. Sebab itu, tentang dunia yang tak sebanding dengan akhirat, perlu disikapi dengan wajar, tidak berlebihan. Sebagai manusia yang dibekali piranti akal dan hati nurani, maka menjadikan hal-hal yang bersifat duniawi menjadi wasilah untuk mendapatkan kebahagian ukhrawi yang hakiki adalah "pilihan terbaik". 

Ihwal mendapatkan kebahagian, hanya bisa capai dengan ketenangan hati. Sedangkan doa dan munajat adalah pirantinya. Sebab dengan doa dan munajat, keridlaan, maghfirah, hidayah, dan rahmatNya Insya Allah akan dapat diraih. Yang disempurnakan dengan keteguhan hati, kemurnian niat, laku luhur, dan husnuddzan kepadaNya.

Munajat?  Banyak orang bertanya tentangnya. Ia adalah ekspresi cinta seorang hamba kepada Allah SWT. Sebab Munajat adalah Ekspresi Cinta, maka ia mempuyai wujud yang beragam. Kecintaan manusia kepada Allah, dalam konsepsi tasawuf juga bisa diwujudkan melalui kecintaan kepada ciptaanNya. Tegasnya, orang yang mengharapkan ridlaNya, salah satu ekspresi cintanya kepada Sang Pencipta bisa diwujudkan dengan cinta terhadap sesama. 

Kecintaan terhadap sesama, pastilah memiliki dimensi yang sangat luas. Cinta yang diekpresikan akan memberikan warna positif di tengah-tengah masyarakat. Sungguh, bangsa ini sejatinya juga butuh rasa cinta. Cinta yang membangun, bukan cinta yang menghancurkan. Cinta yang memberi, bukan cinta yang meminta. Cinta yang tulus, bukan cinta yang tendensius. Yakin, persatuan dan persaudaraan antar sesama warga bangsa saat ini berada di atas segalanya. Wallahu a'lam bisshawab. 

Madiun, 18 Juli 2020





𝙇𝙞𝙢𝙖 𝘽𝙞𝙙𝙖𝙣𝙜 𝙎𝙩𝙪𝙙𝙮 𝙆𝙚𝙞𝙨𝙡𝙖𝙢𝙖𝙣 𝙈𝙚𝙣𝙟𝙖𝙙𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙈𝙖𝙙𝙧𝙖𝙨𝙖𝙝 𝙇𝙚𝙗𝙞𝙝 𝙄𝙨𝙩𝙞𝙢𝙚𝙬𝙖


S u b a d 𝙞

Bismillah. Setiap tahun Madrasah semakin diminati oleh kebanyakan masyarakat. Mulai dari jenjang RA, MI, Mts, MA, bahkan Perguruan Tinggi Islam. Antusiasme masyarakat terhadapnya ditandai dengan banyaknya minat orang tua/ masyarakat mendaftarkan putra-putrinya sekolah di Madrasah. 

Bagi wali peserta didik, pasti sedikit banyak telah mengetahui ihwal pengajaran di Madrasah, sehingga mereka sampai menjatuhkan pilihan kepada Madrasah sebagai wadah pendidikan bagi anak-anaknya. Mungkin, ada yang tertarik sebab pendidikan karakter yang lebih lekat dengan Madrasah, mata pelajaran yang seimbang antara pengetahuan umum dan agama, semakin tingginya kesadaran bahwa tantangan mendidik anak berkarakter mulia yang lebih berat, atau tertarik karena sebab-sebab yang lain. Seluruh alasan itu, menurut hemat saya tidaklah salah. 

Satu Sisi Yang Patut Direnungkan;

Ada satu ciri khas yang selalu melekat dan tak pernah terpisahkan sejak awal Madrasah berdiri, yakni adanya lima mata pelajaran keislaman di Madrasah, Al-Quran Hadits, Fikih, Akidah Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab. Sejatinya, kelimanya itu adalah ekstrak dari kajian keislaman, dirasah al-islamiyah. Kenyataan ini, menurut hemat saya perlu disadari dan difahami oleh pelaksana pendidikan dan juga orang tua peserta didik. 

Kelima rumpun ilmu itu, selalu berhubungan erat satu dengan yang lainnya, sungguh tak terpisahkan. Sebagai gambaran sederhana, mengajarkan Al-Quran dan Hadits, misalnya, maka aspek akidah, fikih, dan akhlak yang terkandung di dalam keduanya sama sekali tidak bisa dilupakan, apalagi ditinggalkan. 

Mari kita wedar satu-persatu ;

Pertama, Al-Quran Hadist. Mata pelajaran ini merupakan mata pelajaran yang paling istimewa, sebab mengenalkan sumber dari segala sumber kebenaran dalam pandangan ajaran Islam. Tegasnya, sumber utama dan otoratif dalam ber-islam adalah kedua hal tersebut, al-Quran dan Al-Hadits. 

Sehingga penanaman Al-Quran Hadits sebagi sumber kebenaran dalam Islam sejak dini mempunyai maksud dan tujuan untuk memperkokoh fondasi keislaman peserta didik di Madrasah. Disamping itu juga untuk menumbuhkan kecintaan kepada Al-Quran dan Al-Hadits, sehingga di kemudian hari peserta didik tidak melupakan esensi sumber ajaran Islam. 

Kedua, Fikih. Mata pelajaran yang selalu bersinggungan dengan aktivitas ibadah setiap hari, sepanjang hayat. Fikih menjadi lebih menarik lagi sebab ia mengajarkan intelektualitas, kreativitas, dan keberanian berfikir. Fikih juga mengajarkan toleransi dan perbedaan pendapat serta menanamkan sikap untuk respek terhadap keragaman. 

Tegasnya, Fikih yang diajarkan sejak dini kepada peserta didik selain menjadikan mereka cakap dalam menjalankan ajaran agama Islam, juga menjadikan mereka siap dengan keragaman dan perbedaan. Ini, menurut hemat saya adalah modal besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di kemudian hari. 

Ketiga, Akidah Akhlak. Mempunyai fondasi keislaman yang kokoh, merupakan cita-cita setiap umat Islam. Salah satu modal untuk sampai padanya adalah dengan mata pelajaran ini, Akidah Akhlak. Akidah sebagai dasar keimanan dan Akhlak menjadi ruh dalam ber Islam.

Untuk tujuan yang lebih panjang, dengan pelajaran ini, peserta didik diharapkan memiliki keimanan yang kokoh, karena sudah tertaman sejak awal, kemudian disempurnakan dengan mengetahui kemuliaan akhlak sebagai ruh beragama. Jika mata pelajaran ini, coba kita korelasikan dengan Fikih yang mengajarkan keberanian berfikir dan intelektualitas, maka peserta didik akan dibekali keseimbangan antara semangat mencari tahu dalam dunia pengetahuan, yang dilandasi dengan Tauhid yang kokoh dan Akhlak yang luhur. 

Keempat, Sejarah Kebudayaan Islam. Perlu disadari dengan sepenuhnya, bahwa mata pelajaran ini hendaknya memberi contoh konkrit dalam teladan para tokoh di masa lalu. Fakta menunjukkan bahwa, dalam Sejarah Kebudayaan Islam di masa lalu, para ilmuwan Muslim diberbagai bidang keahlian menunjukkan teladan dan model yang sangat positif, ilmu berkembang dengan pesat, penemuan, dan perbedaan pendapat dalam bidang keilmuan adalah hal yang wajar.

Tegasnya, mata pelajaran ini diajarkan mempunyai tujuan agar peserta didik memiliki kesadaran sejarah akan kemuliaan tokoh-tokoh terdahulu, sehingga diharapkan mampu mengispirasi para peserta didik. 

Kelima, Bahasa Arab. Sadar atau tidak al-Quran dan Al-Hadits sebagai sumber utama ajaran Islam termaktub dengan bahasa Arab. Secara lebih spesifik mata Pelajaran Bahasa Arab diajarkan dalam rangka menjadi modal untuk menggali kebenaran dari sumber kebenaran itu, al-Quran dan Al-Hadits. Serta menjadi modal untuk mengkaji metode berfikir para ulama, yang kebanyakan tersajikan dalam kitab-kitab klasik, kitab kuning.

Lebih jauh lagi, Bahasa Arab sudah harus diajarkan di Madrasah sebagai keahlian penting dalam komunikasi internasional peserta didik di kemudian hari. Sehingga mapel Bahasa Arab ini, pengajarannya sudah harus dikembangkan dengan Bahasa Arab modern, lughah Arabiyah al-asriyah. 

Walhasil; di sinilah letak keunggulan Pendidikan Islam. Pendidikan yang memiliki idealisme penggabungan antara dimensi nalar kritis dan moral religius. Dengan nalar kritis peserta didik akan berkembang dan menjadi generasi yang tangguh, siap dan sigap dengan tantangan yang dihadapi. Pada saat yang sama juga memiliki moral yang mulia dan bersikap tawakal kepada Rabnya, Allah Azza wa Jalla. Semoga bermanfaat, wallahu a'lam bisshawab. 

Boyolangu, 17 Juli 2020.

4 PILIHAN HIDUP & 6 KIAT MERAIH KEBAHAGIAAN SEJATI


S u b a d i

Bismillah. Dalam tulisan kali ini, saya ingin mencoba mengingat kembali ihwal pelajaran hidup yang telah dituturkan Kyai saya, Almahgfurlah K.H. Abdul Aziz, semoga Allah selalu mencurahkan rahmat dan maghfirahNya, amin. 

Pada kesempatan yang sangat berharga itu, Beliau menyampaikan 4 tipe hidup manusia. Mulai yang paling istimewa hingga yang nista. Beliau juga menuturkan bahwa sejatinya hidup ini adalah pilihan, sebab hidup menjadi pilihan, maka setiap orang boleh memilih dan berupaya untuk mencapai apa yang telah menjadi pilihan dan tujuan hidupnya. 

Oleh sebab itu, setiap manusia yang cerdas tentu memilih kehidupan yang baik dan bermartabat. Pada titik ini, bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa "kebahagiaan" lah, sejatinya yang menjadi pilihan dan tujuan hidup seseorang. Meskipun ukuran kebahagiaan bagi setiap orang tidak sama, bukan berarti kita tidak boleh membuat indikator yang bisa menjadi penanda dari sebuah "kebahagiaan". 

Ada 4 tipe hidup manusia yang Beliau sampaikan dalam majlis itu:

Pertama, Sa'idun fiddunya wa sa'idun fil akhirah. Pada tipe ini, memberi gambaran bahwa ada manusia yang hidupnya penuh dengan kebaikan, dhahir-batin. Ibadah dalam rangka menghamba kepada Allah dilaksanakan dengan konsisten, seluruh hidupnya selalu dihiasi dengan beribadah kepadaNya, dan jauh dari perilaku menyimpang. Ibadah menjadi perhiasan diri dan hidupnya. Kemudian, kehidupannya di dunia pun senantiasa menunai ketenangan dan kecukupan. Rumah tangganya sakinah, karir pekerjaannya sukses, dikarunia anak-anak yang soleh, rizkinya selalu melimpah, berkah, dan seterusnya. Tegasnya, yang pertama ini adalah tipe orang yang paling istimewa, sebab dunia dan ibadahnya senantiasa berjalan sempurna. 

Kedua, Sa'idun fiddunya wa saqiyun fil akhirah. Memberi gambaran bahwa, ada orang yang kebutuhan hidupnya selalu tercukupi, hampir tidak ada kendala yang berarti baginya dalam menjalani hidup di dunia, sebab ia selalu berkecukupan bahkan lebih. Apapun yang ia inginkan bisa terwujud dengan mulus. 
Kata lain hidupnya bergelimang harta. Akan tetapi, ia jauh dari agama, sehingga tidak tahu caranya bersyukur dan tidak menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba. Ia hanya menikmati kesenangan dunia semata. Kesuksesan dunia menjadi miliknya. Hidupnya senantiasa dihiasi dengan ragam kemaksiatan, main, judi, mabuk, dan lain-lain. 

Ketiga, Saqiyun fiddunya wa sa'idun fil akhirah. Pada tipe yang ketiga ini, ada seseorang yang hidupnya tak luput dari ujian Allah, kesempitan rezeki, mungkin juga sering dilanda sakit, pekerjaannya keras, untuk mencukupi kebutuhan hidupnya hanya bisa diraih dengan cara banting tulang, siang-malam, dan seterusnya. Meskipun demikian, ia tetap teguh iman, sesibuk apapun, serepot apapun, sesakit apapun ia tetap istiqomah dalam beribadah dan selalu berbaik sangka kepada Allah, bahwa ini hanyalah ujian di dunia, ia mempunyai tujuan yang lebih mulia, ingin meraih sukses di kehidupan selanjudnya, yakni bahagia akhirat. Oleh sebab itu, ia selalu bersabar, qana'ah, dan raja' kepada Allah sampai akhir hayatnya. 

Keempat, Saqiyun fiddunya wa saqiyun fil akhirah. Tipe yang terakhir ini, adalah tipe yang paling tidak diharapkan, sebab selama di dunia hanya kepahitan hidup yang ia rasakan, serba kekurangan, rumah tangganya berantakan, menjadi pesakitan, berjudi menjadi perhiasan, maksiat menjadi rutinitas, dan apalagi ibadah kian semakin jauh dari hidupnya. Ia tak mau mengenal Allah, apalagi sampai mengerjakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang hamba. 

Sebagai manusia yang cerdas, tentu kita menjatuhkan pilihan pada tipe yang pertama, dan setidaknya jika itu menjadi berat, setelah diupayakan maka setidaknya tipe yang ketiga lah kita akan menjatuhkan pilihan, meski hidup di dunia ini terasa berat, akan tetapi harapan untuk meraih kebahagiaan di akhirat setidaknya masih berpeluang besar. Kuncinya hanya bersabar, qanaah, istiqomah, dan husnuddzan kepada Allah. 

6 Kunci Penting Meraih Bahagia
Ada catatan penting dan menarik yang perlu saya bagi, yakni kunci-kunci penting yang dapat digunakan untuk meraih kebahagiaan. Anda juga bisa membacanya di dalam buku Teraju, strategi membaca buku dan mengikat makna, karya Dr. Ngainun Naim, di halaman 95-96 disebutkan setidaknya ada 6 kunci yang dapat ditempuh seseorang yang ingin meraih bahagia, dunia dan akhirat.

6 kunci itu adalah, ibadah, sederhana, menahan diri, dekat dengan al-Quran, bermanfaat bagi sesama, dan bekerja dengan tulus. 

Ibadah, beribadah sejatinya bukan hanya cara manusia untuk meraih bahagia di akhirat saja, akan tetapi, ia juga mampu menenangkan batin seseorang. Dengan ibadah secara tulus hidup seseorang akan lebih bermakna dan lebih berkah. Jadikanlah ibadah menjadi perhiasan hidup. 

Sederhanaseseorang yang hidupnya dijalani dengan kesederhanaan, pasti hatinya akan menjadi tenang. Ia menerima dengan tulus apa-apa yang telah Allah berikan, setiap usaha dan ihtiyarnya senantiasa digantungkan kepada Allah dan hasilnya dipasrahkan kepada ketentuanNya. Sehingga, ia dapat menikmati setiap rezeki yang ia peroleh dengan syukur dan sikap qana'ah

Menahan Diri, dalam konteks yang lebih luas, menahan diri bukanlah perkara yang mudah, sebab dalam rangka sampai pada bahagia seseorang musti mampu menahan untuk tidak terjerembab pada jurang kemaksiatan, di samping itu pula, ia musti menahan untuk tidak meninggalkan sejengkalpun keimanan yang telah menancap di dalam hatinya, sehingga ia terus berusaha konsisten pada jalan kebajikan. Iman, islam, dan ihsan. 

Dekat dengan Al-Quran, bagi umat islam Al-Quran adalah kitab suci, yang menjadi pedoman hidup. Ia laksana peta yang dapat menuntun langkah kaki manusia dalam meniti hidupnya di dunia. Oleh sebab itu, manusia yang ingin meraih bahagia, ia musti berusaha lebih dekat dengan Al-Quran, membacanya terlebih mengkajinya. Dengan demikian arah hidup menjadi lebih terarah dan berkah. Yakinlah, jika kita selalu bersama Al-Quran keberkahan hidup akan semakin dekat dengan kita, dan kelak di akhirat Al-Quran juga akan menjadi penolong kita. 

Bermanfaat bagi sesama, sebagai seorang muslim tentu sudah tidak asing dengan kalimat "khoirunnas anfauhum linnas". Ini sejatinya menunjukkan bahwa manusia di samping sebagai makhluk individu, ia juga sebagai makhluk sosial. Sehingga keberadaannya akan lebih bermakna jika mempu memberi manfaat kepada sesama. Dengan cara memberi manfaat inilah, rasa bahagia itu juga akan kembali ia rasakan. 

Berkerja secara tulus, tak bisa dipungkiri bahwa dalam menjalani hidup di dunia, setiap orang membutuhkan biaya, makan, minum, pendidikan, sandang, dan papan. Jika kita mampu bekerja dengan tulus berarti kita telah bekerja dengan ikhlas. Yakinlah, apapun yang kita kerjakan, jika kita teguh, tekun, tulus, dan ikhlas karena Allah, pasti akan mendatangkan ketenangan hati dan hasil yang kita perolehpun akan menjadi lebih berkah. 

Do'a saya, semoga kita semua ditakdirkan oleh Allah menjadi orang yang bisa meraih bahagia dunia akhirat. Amin. 

Punjul, 15 Juli 2020






JANGAN PERNAH PUTUS ASA "Pelajaran Air Mengalir".


S u b a d i 

Setelah lapar tentu akan ada kenyang, setelah haus juga akan ada kepuasan, setelah begadang akan ada tidur pulas, dan di ujung setiap malam pasti akan dibuka lembar pagi. Itulah sunnatullah, yang Allah tetapkan kepada manusia. 

Dan juga telah menjadi ketentuan, bahwa di setiap masa kesulitan pasti ada masa pertolongan dan kebahagiaan. "sungguh setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan".Q.S. Al-Insyirah; 5&6. Oleh sebab itu, akankah kita akan menjadi bagian dari orang-orang yang berputus asa dari rahmatNya? 

Air, Tirta, dan Banyu adalah makhluk ciptaan Allah. Darinya, kita bisa mengambil pelajaran hidup. Sungguh tiada kesia-siaan, apa-apa yang telah Allah ciptakan di muka bumi ini. Memikirkan ciptaanNya dengan hati yang bening serta pikiran yang jernih adalah bagian dari ibadah, tadabur, tafakur. Sungguh Allah itu Maha Agung. 

Air mengalir hanya untuk menemukan laut. Ia tak akan pernah mau berhenti mengalir sebelum ia menemukan laut. Tidak ada sesuatu pun yang dapat mengahalanginya mengalir menuju ke laut. 

Ya. Meski ia kita bendung dengan bebatuan, pasti ia akan berkelok untuk mencari jalan untuk kembali mengalir. Bahkan jika kita tutup jalannya pun, Air akan terus berusaha merembes untuk kembali bisa mengalir. 

Sampai-sampai jika kita berusaha menyumbat semua celah rembesan itu, Air akan tetap menguap untuk kembali bisa mengalir demi sampai tujuannya, yaitu laut. Sebab, hanya laut lah tempat yang dapat membuatnya senang dan bahagia. Berbuih menari-nari dihembusan angin. 

Tegasnya, hidup ini pun mengalir untuk bisa mencapai kebahagiaan. Akan ada banyak batu, rintangan yang akan menjadi penghalang, ujian dan cobaan. Maka apakah kita akan mampu seperti Air untuk terus menemukan tujuan? Atau mungkin kita akan putus asa untuk kemudian berhenti di antara bebatuan yang pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya? Dan takluk tidak akan mengalir lagi, sehingga larut dalam keterpurukan. Wallahu a'lam bisshawab. 

Boyolangu, 15 Juli 2020




KITA & CORONA ADALAH MAKHLUK, LALU BAGAIMANA KITA BERSIKAP? takut kepada Allah atau Corona ?

S u b a d i

Bismillah. Entah kepan corona akan berakhir. Korban meninggal lantaran corona hari demi hari kian meningkat. Menyikapinya dengan sabar, ihtiyar, dan tawakkal kepada Allah adalah keputusan bijak bagi setiap umat yang cerdas. Untuk hadirnya sikap cerdas ini, tidak hanya cukup dengan pengetahuan semata, akan tetapi juga butuh perenungan. 

Tak jarang, akhir-akhir ini, kita jumpai komentar dan tanggapan seseorang yang bagi saya kurang tepat, bahkan berbahaya dalam menyikapi wabah Corona. Semisal ada yang mengatakan "Jangan takut pada corona, takutlah pada Allah !", Apalah arti keimananmu jika kamu takut pada corona?, dan lain sebagainya. 

Secara sederhana, bagi orang yang masih awam dan pemula dalam beragama, pernyataan dan komentar semacam itu terasa benar dan tepat, sesuai dengan tuntunan syari'at agama. Coba, pejamkan mata sejenak, dan renungkan, sejatinya komentar yang semacam itu besar peluangnya adalah keliru dan sungguh membayahakan jika dilontarkan saat sedang terjadi wabah, seperti saat ini. 

Mengapa ❓

Sebab, akan timbul kesan pasrah total kepada Allah tanpa adanya upaya yang maksimal, sehingga akan mendorong seseorang kepada sikap tidak waspada, dan memungkinkan seseorang bertindak ceroboh. Bahkan, bisa jadi akan memengaruhi kepada orang lain, bahayanya ia bisa tertular atau malah menularkan. Sungguh disayangkan. 

Allah adalah Sang Khaliq, Dia Allah lah yang menciptakan seluruh makhluk, semua yang selain Dia. Tak lain adalah corona yang sudah menjadi kesepakatan bahwa ia adalah makhluk yang membahayakan jiwa manusia. Sehingga, jika kita sampai membandingkan antara takut kepada Allah dan corona, tentu teramat tidak pantas, sungguh tidak bijak. Apalagi dilontarkan seseorang yang berpendidikan, bahkan mempuni soal agama. Sayang sekali. 

Banyaknya orang yang telah terjangkit akibat corona, mulai orang biasa, sampai orang penting, bahkan tak sedikit yang dirawat dan meninggal dunia, membuktikan bahwa corona benar-benar ada di sekitar kita. Dengan demikian, menunjukkan sikap ceroboh dalam menanggapi corona bukanlah sikap yang bijak dan cerdas. 

Tak ada salahnya kita mengingat !

Bukankah Allah itu mempunyai Sunatullah? Ia sebagai Sang Khaliq jika sudah berkehendak, Sunnatullah itu akan terus bejalan dan berlangsung sebagai hubungan sebab akibat. Tegasnya, siapapun jika bertindak masa bodoh dan ceroboh, sekalipun orang yang merasa dekat denganNya, tidak mengindahkan praktik pencegahan, seperti menjaga jarak, menjaga kebersihan, menjaga kesehatan, sebagimana yang telah disepakati ahlinya, boleh jadi ia akan menjadi orang yang ditakdirkan terjangkit atau menularkan virus corona ini. 

Pada tataran ini, SEJATINYA orang yang melanggar Sunnatullah atau hukum alam adalah orang yang tidak taat, tidak patuh kepada Allah. Sehingga, tanggapan dan komentar seperti "jangan takut pada CORONA, takutlah kepada Allah" Bukanlah ucapan yang benar, bahkan bisa menyesatkan. Sekalipun komentar itu dilontarkan orang yang berilmu dan status sosialnya tinggi di masyarakat. 

Orang yang takut kepada Allah itu tidak ditandai dengan sikap sombong dan egois. Orang yang takut kepada Allah itu selalu menjaga kesehatan, menjaga jiwanya sendiri dan juga jiwa orang lain. Orang yang takut kepada Allah itu selalu sadar bahwa Allah tidak menghendaki umatnya menjatuhkan dirinya ke dalam setiap kerusakan. Ceroboh menyikapi wabah corona, misalnya. 

Walhasil, orang yang takut kepada Allah pasti ia adalah orang yang penyayang terhadap orang lain, keluarganya, kerabatnya, sahabatnya, dan semua orang, sebagaimana ia sayang pada dirinya sendiri. Sehingga pasrah secara kaffah kepada Allah itu hanya akan menjadi benar ketika kita sudah berupaya dan berihtiyar secara maksimal. Disadari atau tidak, sikap ini sejatinya bagian dari ketaqwaan yang sesungguhnya. Wallahu a'lam bisshawab. 

Punjul, 13 Juli 2020



CITA-CITA SAYA BERADA di "Ma'arif Menulis"


S u b a d i

Bismillah. Benar, banyak cara untuk merangsang tiap anggota group menulis, untuk mau mulai menulis. Jika kita mau jujur, sebenarnya tidak terlalu rumit untuk memulai menulis. Hanya butuh ketulusan dan kemauan saja. Mengawali menulis terasa sulit, bagi saya hanya karena terlalu banyak mikir. Tidak lebih. 

Apakan saya pantas menulis? Apakan tulisan saya nanti bermutu? Ah, menulis itu apa, gak penting!, mending saya bekerja ini saja. Menulis kan bukan pekerjaan saya, menulis kok bangga, paling gitu-gitu saja. Lah, menulis mulai usia segini dah terlambat deh, kayak orang narsis saja. Menulis kan sudah bagian penulis, ngapain saya harus memaksakan diri untuk ambil bagian yang sama, itu terlalu berlebihan dan tidak etis, atau mungkin tanpa menulis saya sudah banyak berkarnya, menulis bukan sesuatu banget, apalagi istimewa, dan lain sebagainya. Intinya menulis bukan sesuatu yang keren, apalagi beken.

Begitulah, Kira-kira sebagian fikiran kita, meski demikian semoga saja apa yang saya tulis di atas itu salah, tidak benar adanya, ini yang saya harapkan. Akan tetapi, jika itu yang muncul dan tumbuh di benak, bisa dipastikan tak kan kunjung menulis, sebab menulis sudah menjadi momok, bahkan terpatri negatif di otak kita. 

Salah satu cara untuk merangsang hadirnya tulisan adalah dengan meluncurkan sebuah pertanyaan. Ya, benar sekali, dengan hadirnya pertanyaan bisa menjadi lecut hadirnya tulisan, meskipun kesannya dipaksa, bagi saya itu adalah cara kreatif untuk merangsang hadirnya tulisan dari setiap anggota yang bijak. Jangan mikir lagi, langsung saja jawab dan tidak usah terlalu banyak mikir. Tulis saja jawaban yang baik dan bermakna positif, lalu klik OK. Selesai. 

Pertanyaan kedua dari pembimbing adalah tentang cita-cita berada di Ma'arif Menulis. Jawaban yang diharapkan bisa 1 kalimat, satu paragraf, jika dermawan boleh 5 paragraf atau lebih. Jika tidak menjawab, bagi saya bukan soal bisa menulis atau tidak. Akan tetapi, hanya soal mau atau tidak. Itu saja, cukup. Tidak lebih. 

Bismillah, saya menjawab, selain sebagai bentuk terimakasih, juga bagian dari doa ;

Sejatinya aktivitas menulis saya di group ini, umurnya masih sangat jauh jika dibandingkan umur jagung, bisa diartikan masih sangat balita. Suka ngompol dan masih netek. 

Saya juga menyadari, tulisan saya itu, susunan kalimat dan olah kata-katanya pun tidak hanya sederhana, tetapi juga saya rasakan kurang sistematis, sehingga sangat mungkin sulit untuk dipahami. Jujur saja, semua tulisan yang ada selalu saya revisi, saya baca-baca ulang, saya rasakan, saya hayati, dan saya ubah-ubah sesuai selera saya. Yang jelas, sebagai upaya agar tulisan semakin enak dibaca, sehingga mudah dipahami. 

Semua itu, disebabkan karena memang saya masih belajar menulis, olah kata, kalimat, paragraf, hingga menjadi kumpulan paragraf-paragraf yang utuh. Ada yang lima paragraf, yang lebih tentu banyak. Saya sangat senang, dan gembira. Sungguh itu yang saya rasakan. 

Sejatinya yang kedua, saya juga tidak tahu, apakah saya ini penulis yang berbakat atau tidak. Hanya saja, saya sadar dan ingat, bahwa sejak kecil, paling tidak mulai TK saya sudah dijarkan menulis, merangkai huruf menjadi kata dan seterusnya. Dan kegiatan menulis bagi saya adalah perkara yang mulia, coba saya ingat, bahwa ajaran agama, kitab suci, dan berbagai pemikiran orang-orang saleh terdahulu, yang sangat jauh dari masa kita, hingga kini tetap hidup, kita nikmati, pastinya berkat kegiatan menulis. Ya, pasti berkat menulis. Menulis adalah aktivitas mulia, menulis adalah bagian dari agama itu sendiri. 

Saya juga pernah membaca ihwal kisah sosok-sosok yang telah lebih dulu menekuni dunia literasi, membaca dan menulis. Yang saya dapatkan adalah informasi bahwa menulis besar manfaatnya, untuk pengembangan diri, media dakwah, mengabadikan pemikiran, dan bahkan transformasi diri ke arah kemajuan hidup dan kesuksesan. Dan masih banyak lagi jenis manfaat dari menulis.

Cita-cita saya, bismillah. Saya ingin terus konsisten menulis tentang apa saja, yang penting baik dan mempunyai nilai positif. Kemudian semoga kelak menjadi penulis yang sesungguhnya, penulis buku yang bisa dimanfaatkan orang lain. Aamin. 🙏🙏

Punjul, 12 Juli 2020

SEKAPUR SIRIH MENGAWALI TAHUN AJARAN 2020/2021 di MASA PANDEMI C-19


Subadi*

Assalamu'alaikum wr wb. 

Bapak Ibu Guru, Wali Murid yang saya hormati dan anak-anak ku semua yang saya banggakan. 

Pertama mari kita panjatkan puja dan puji syukur kita kepada Allah Ta'ala. Atas segala limpahan taufik dan hidayahNya kita semua bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dengan baik, beribadah dengan baik, dan belajar dengan baik. Semoga kita selalu dalam lindunganNya. Amin

Kedua, shalawat serta salam Allah semoga selalu tercurah kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW. Mudah-mudahan kita semua diakui menjadi umatnya dan kelak mendapatkan safaatnya. Amin. 

Bapak Ibu dan anak-anak ku yang berbahagia, hari ini senin, tanggal 13 Juli 2020, sesuai kalender pendidikan adalah hari pertama anak-anak kita mengawali aktivitas pembelajaran Tahun Pelajaran 2020/2021. 

Meskipun saat ini masih dalam masa pandemi C-19, kita musti tetap bersikap  optimis untuk mengawali kegiatan KBM. Dalam hal ini, sesuai peraturan yang ada, untuk wilayah yang dalam zona merah, orange, dan kuning, masih tetap melakukan proses pembelajaran secara Daring, Pembelajaran Jarak Jauh. 

Benar, sejatinya kita telah merasa jenuh lebih dari 3 bulan belajar dan bekerja dari rumah, namun demikian kita musti tetap waspada dan bersabar dengan mengikuti arahan dan himbauan dari pemerintah, dengan harapan kita terjaga dan terhindar dari wabah corona, mari senantiasa berharap wabah ini segera berlalu. 

Bapak Ibu, dan anak-anak ku yang berbahagia, meskipun proses pembelajaran secara daring ini, banyak kekurangan dan kendala menghadang, kita sama sekali tidak boleh pasrah begitu saja, ihtiyar untuk terus bisa belajar dengan baik musti kita terus upayakan dengan sungguh-sungguh. 

Saat ini, bimbingan Bapak Ibu Wali Murid dan Guru kepada anak-anak sangatlah dibutuhkan, oleh karena itu bersama-sama mari kita dampingi putra putri kita dengan kasih sayang, mengingatkan untuk tekun belajar, beribadah, berdoa, dan beramal saleh. 

Mudah-mudahan, wabah ini cepat diangkat oleh Allah, dan proses pembelajaran bisa kembali normal seperti sedia kala. Amin. 

Kami, seluruh dewan guru MI Tarbiyatussibyan Boyolangu, tentu banyak salah dan kilaf, oleh karena itu sudah sepantasnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. 🙏

Doa kami, semoa kita semua, anak-anak kita kelak menjadi insan yang saleh, bertaqwa, dan meraih kesuksesan di dunia dan akhirat. Amin, amin, amin., 

Waalaikumsalam wr wb.

*Pak Kamad MiTarBoy. 

PELAJARAN BERHARGA DARI SHALAT


S u b a d i 

Sekelumit Tentang Shalat;

Bismillah. Shalat adalah tiyangnya agama, barang siapa mendirikan shalat berarti telah menegakkan agama, dan barang siapa meninggalkan shalat berarti ia telah merobohkan agama. Sebab itu, menjadi muslim yang taat adalah satu sikap yang tepat dan tidak boleh ditawar-tawar, sekalipun berat. 

Membincang soal shalat, kita selalu dihadapkan dengan kata "khusyuk". Dalam makna yang sederhana khusyuk adalah nyantolnya hati dan perasaan kita dengan apa yang kita lakukan, kita hadapi. Ya. Kalau dalam konteks kerja atau belajar bisa kita sebut konsentrasi, fokus. 

Tegasnya, mengembaranya hati dan pikiran melepaskan diri dan jasad yang sedang ada di atas sajadah adalah tanda bahwa kekhusyukan sedang lepas dari diri kita. Hehe. Sungguh, meskipun khusuk merupakan sesuatu yang berat dan tidak mudah, bukan berarti lantas jika kita belum bisa khusyuk dalam shalat lalu kita boleh meninggalkannya. Sama sekali tidak boleh, agama itu mudah, semampu yang kita bisa, kita jalankan dengan konsisten. 

Khusyuk butuh dilatih, sehingga mushallin/orang yang shalat lebih mempunyai ikatan dengan shalatnya. Latihannya demikian: Pertama, dengan menganggap yang akan kita lakukan sebagai shalat yang terakhir. Kedua, tatkala shalat seakan-akan kita sedang diawasi oleh Allah Yang Maha Mengawasi. Ketiga, coba kita pahami, maknai, dan hayati makna yang terkandung dalam setiap bacaan shalat. Keempat, menghindari hal-hal yang membuat kita tidak focus dan konsentrasi. 

Pelajaran Shalat;
Sungguh jika kita mau menyisihkan sedikit waktu untuk merenunginya banyak pelajaran yang dapat kita petik dari ibadah shalat yang istimewa ini, diantaranya sebagai berikut ;

Pertama, shalat mengajarkan tentang kebersihan dan kerapian, membentuk manusia yang sehat. Sebab, sebelum shalat kita musti membersihkan badan diri dari kotoran, bahkan secara batin, berwudhu. Bersih pakaian dan tempat shalat kita. 

Kedua,  shalat mengajarkan dan menanamkan kepada kita menjadi pribadi yang disiplin terhadap waktu, melatih pribadi yang patuh, tunduk dan bertanggung jawab. 

Ketiga, shalat juga mengajarkan aspek sosial, persatuan, kesetaraan, dan tenggang rasa. Ini akan sangat nampak dan terasa tatkala shalat dikerjakan dengan berjamaah. 

Keempat, secara moral, rangkaian gerakan shalat telah mengajarkan pada kita aspek kejujuran dan kesalehan. Ruku' dan sujud yang posisi pantat lebih tinggi dari kepala menggambarkan ketawadhu'an atau rendah hati, serta gambaran bahwa segala kehormatan dan kemewahan di dunia ini tiada artinya di sisi Allah SWT. 

Kelima, secara klinis/kesehatan, ruku' dan sujud, posisi jantung yang lebih tinggi dari kepala, mampu memompa darah dengan lancar dan deras ke seluruh bagian kepala dan otak, sebab itu akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kecerdasan dan konsentrasi dalam berfikir, berkarya, dan beraktivitas setelahnya. 

Sungguh masih banyak lagi pelajaran dan manfaat yang dapat kita peroleh dari ibadah shalat untuk kebaikan hidup kita di dunia ini. Sebab itu, kirannya tepat menjadikan shalat sebagai kebutuhan hidup disamping memang sebuah kewajiban yang musti ditunaikan. 

Tegasnya, di sisi yang lain orang yang meninggalkan shalat sama halnya menjadikan dirinya rela dan ridha terhadap keterpurukan dan penderitaan, di dunia dan di akhirat kelak. Saya berdoa, semoga kita selalu diberi kekuatan oleh Allah untuk terus bisa istiqomah dalam mengerjakan shalat. Amin, wallahu a'lam bisshawab. 

Punjul, 12 Juli 2020.


JANGAN PERNAH LAYU KARENA KRITIKAN


S u b a d i 

"Orang yang paling aku sukai adalah orang yang menunjukkan kesalahanku" (Khalifah Umar Bin Khattab). 

Bismillah. Diakui atau tidak, sebuah kritikan yang proporsional dapat membangun dan memotivasi diri untuk lebih maju dan bangkit. Bahkan, menyadarinya adalah bagian yang tak terpisahkan dari sebuah perjalanan seseorang menuju pada titik yang gemilang, yakni kesuksesan. 

Umumnya, kita tidak akan sanggup berjalan sendiri dalam menapaki kesuksesan, musti ada pawang atau juru kunci yang akan membimbing setiap jengkal langkah kita. Apapun itu, siapa pun orangnya akan bisa menjadi jalan bagi kita menuju titik gemilang itu. 

Coba kita ingat-ingat, buku yang kita baca, bangku sekolah yang kita duduki, seminar yang kita ikuti, pengalaman orang lain, kepedulian orang lain pada kita, bimbingan orang tua dan guru yang ditumpahkan pada kita, bahkan kepedulian seorang lawan tanpa terkecuali, yang selalu memperhatikan dan menghajar habis-habisan. Bisa jadi, atau malah semua itu yang akan melecut dan membuat kita survive dan terus maju. 

Sebab berada di luar pergulatan, maka pengkritik bagi kita akan sangat bermanfaat, kritikannya akan menjadi obyektif, meskipun terkadang terasa pedas dan menjengkelkan.Terlebih, jika hadirnya sosok pelatih yang mengiringi, pasti akan lebih bermanfaat lagi, karena arahan yang diguyurkan selalu membangun dan sarat motivasi. 

Jangan sampai surut langkah sebab kritikan, dan cacian jika ingin sampai pada titik gemilang. Ya, memang sebagian orang sering kali surut langkah ketika tahu kelemahan dan kekurangannya, dari cacian, ejekan, dan kritikan orang lain. Padahal, jika mau Merenungkannya, tahunya kita pada kekurangan diri, lalu menyadarinya adalah bagian anugerah yang diberikan Allah SWT kepada kita. 

Bersyukur kiranya sikap yang tepat untuk kita utamakan, bila kita mempunyai orang yang bisa mengkritik dan mengevaluasi kekurangan kita, dari setiap proses aktivitas yang kita jalani dalam kehidupan ini. Sebab, orang yang tiada pernah ditunjuki kesalahannya, bagaikan berjalan pada kegelapan, yang tak ada penerang dan rambu pengingat akan keselamatan. Apalagi, jika jalan yang kita tapaki adalah hal yang baru dan bekal yang kita miliki masih seadanya. Sudah barang pasti saran, bimbingan, dan kritik membangun niscaya kita butuhkan. Jika, itu yang terjadi, besar kemungkinan muara-muaranya akan sampai pada titik kegemilangan. 

Sungguh, segala sesuatu yang tampak, yang berupa kritikan, celaan, atau bahkan makian hanyalah isyarat bahwa mereka peduli/care dan memerhatikan kita. Sehingga, menjadi yakin bahwa tak akan pernah gagal, mundur, dan hancur diri kita dengan kritikan dan cacian. Tetapi,  hancur dan semakin jauh dari titik gemilang tergantung dari diri kita sendiri dalam mengolah apa-apa yang telah Allah beri dan kuasa kan pada kita. 

Apa sejatinya yang telah Allah beri dan kuasakan itu? Ya berupa kritik, musibah, sanjungan, kelebihan, bakat, kesempatan, dan sebagainya. 

Kisah-kisah orang yang sampai pada titik gemilang, jika boleh saya menyimpulkan mereka rata-rata mampu mengolahnya dengan terus dan banyak belajar, berbenah, ulet, tangguh, dan profesional. Maka yang terjadi adalah kesuksesan dan kegemilangan, selaras dengan yang mereka harapkan. 

Walhasil, barang siapa yang ulet dan bersungguh-sungguh, niscaya dia akan menunai sukses "MAN JADDA WAJADA" amin. Wallahu a'la bisshawab. 

Punjul, 11-12 Juli 2020




POSITIF THINGKING PADA ALLAH


S u b a d i

Bismillah. Abu Hurairah r.a menuturkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah berfirman: " Aku tergantung kepada prasangka hambaKu terhadapKu,  dan Aku menyertainya ketika ia memohon kepadaKu." H.R. Bukhari dan Muslim. 

Allah adalah Ar-Rahman,  Sang Pencurah rahmat bagi setiap makhlukaNya di muka bumi ini.  Dia Allah adalah Sang Penjawab doa/Mujib As-sailin, maka tidak ada doa dan permohonan hambaNya yang di sia-siakan dan tak ada makhluk-Nya yang bakal terlantar. 

Namun jika penderitaan dan kesusahan senantiasa mendera,  lalu apa yang salah? Menjalankan shalat sudah, doa menjadi rutinitas, bahkan taqwa menjadi perhiasan. 

Itulah bagian dari ujian Allah terhadap orang yang beriman. Sabarkah mereka atau bahkan akan berpaling menjadi kufur dan ingkar. Jika seorang Nabi dan Rasul saja mendapatkan ujian dariNya, padahal jelas-jelas mereka adalah kekasihNya yang terjamin, maka kita yang awam ini jika mendapatkan ujian adalah hal yang sangat wajar. 

Bila mana kita,  menduga bahwa Allah tak mengabulkan doa kita, maka itulah yang benar-benar akan terjadi. Namun apabila kita menaruh keyakinan dan harapan bahwa Allah pasti akan mengabulkan doa kita, maka yakinlah itulah yang betul-betul terjadi.

Allah Maha Pengabul segala macam doa yang dipanjatkan hambaNya. Jika kita beranggapan Allah menolak, lalu kepada siapa lagi hambaNya akan memohon? Padahal Allah sangat pencemburu, yang benci terhadap hambaNya yang berdoa kepada selain Dia. 

Tegasnya, menaruh keyakinan bahwa semua doa yang kita panjatkan akan terkabulkan dan tak kan tertolak oleh Allah adalah keniscayaan. Namun, harus pula dipahami bahwa pengabulan doa pada dasarnya terbagi menjadi tiga hal. 

Pertama, langsung dikabulkan seperti apa yang menjadi permintaan kita. Kedua, diganti oleh Allah dengan kebaikan yang lain. Atau yang Ketiga,  disimpan untuk dijadikan pahala bagi kita yang memohon di Hari Akhir kelak. 

"Ud'unii astajib lakum" Kalau saja Allah telah menjamin terkabulnya doa kita, lantas apa yang membuat kita merana dan terus dalam kegalauan?  Toh, andai kata Allah belum memberi nikmat yang melimpah, bisa jadi Allah memberi kita ganti yang lain, yang hikmahnya lebih utama ketimbang doa kita. 

Yakin, bahwa Allah lebih tahu daripada kita sendiri akan apa yang kita butuhkan. Husnuzhzhan terhadap Allah adalah kuncinya.  Kunci untuk terbukanya pintu-pintu rahmat Allah, demi menggapai keberuntungan di dunia dan akhirat. Aamin. Wallahu a'lam bisshawab. 

Punjul, 11 Juli 2020






TAWAKAL & IKHLAS


S u b a d i

Bismillah. Semua orang dapat dipastikan menyadari bahwa dirinya adalah makhluk yang dhaif/lemah, kecuali hanya sedikit. Menyadarinya tentu akan menjadi mudah bagi orang yang mengenali dirinya, dari apa ia diciptakan, untuk apa ia diciptakan, siapa yang menciptakan, dan kemana ia akan kembali.

Sekuat-kuat manusia kekuatannya tak akan ada yang setara dengan gajah, Sekuat-kuat manusia melekan/begadang kekuatannya tak akan sanggup mengalahkan ikan di aquarium,  secepat manusia berlari tak ada yang bisa menandingi larinya macam. Dengan demikian, adakah kiranya kepantasan sikap merasa besar, kuat, dan mampu? La wong dibanding hewan saja keok bin kalah. 

Membincang soal hakikat, sejatinya kita adalah wayang yang digerakkan Sang Dalang, Allah. Sebab, tiada daya dan upaya yang ada kecuali hanya milikNya. "La haula wala quwwata illa billah". Sengotot dan sesungguh apapun ikhtiyar kita, bila Allah tidak menginginkan, maka nihil dan tidak kan tercapai jua akhirnya. 

Impian dan harapan tak lain ibarat bayang-bayang, yang jika kita lari dia akan ikut menjauh, dan bila kita diam, maka dia akan diam pula. 

Maka, bila hal itu yang menjadi kenyataan, sekiranya menjadi tepat, kita melangkahkan kaki pada satu titik yang bernama tawakal. Pasrah atas apa yang menjadi keinginan dan kehendak Allah. Sebab, Dialah yang lebih tahu apa yang terbaik bagi kita dari apa yang kita peroleh dan hasilkan. 

Dan akhirnya, ihklas terhadap segala ketetapan dan takdirNya menjadi etape terakhir atas apa yang kita dapatkan. 

Jika kita mau merenung sejenak, niscaya di balik nilai kepasrahan,  ikhtiyar, dan keikhlasan kita,  tersimpan suatu pertolongan yang maha dahsyat, yaitu Allah akan memberi kecukupan terhadap apa-apa yang kita butuhkan. Saya masih sangat ingat dengan apa yang dipesankan Romo Kyai Haji Abdul Aziz, "Idza 'azamta fatawakkal 'alallah, Allahu hasb". 

Walhasil, manusia yang hanya mengandalkan kejeniusannya, kekuatannya, kelihaiannya, maka tunggulah kekecewaannya. Sebab telah melupakan dan mengabaikan kuasa Allah Robbul Jalil. 

Tegasnya, seluruh manusia akan menjadi rugi kecuali yang beriman. Yang beriman akan menjadi rugi kecuali yang berilmu. Yang berilmu akan menjadi rugi kecuali yang mengamalkan. Yang mengamalkan akan menjadi rugi kecuali yang ikhlas. Wallahu A'lam bissawab. 

Punjul, 9 Juli 2020




SEJATINYA REJEKI ITU RAHASIA ALLAH


S u b a d i

Bismillah. "Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang bakal dia peroleh keesokan hari. Dan tidak ada seseorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan menemui ajal. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". Q.S. Luqman ayat 34.

Sahabat, sesungguhnya manusia tidak ada yang tahu rejeki apa yang akan didapatnya keesokan harinya. Meskipun kepayahan dalam ihtiyar telah ia jalani, manusia sejatinya hanyalah sebagai perencana. Bagaimanapun,  Dialah Allah yang tetap menentukan, kapan dan berapa banyak rejeki yang akan diberikan kepada setiap manusia. 

Seorang pegawai pun yang telah dipastikan rejeki bulanannya, sejatinya pula ia tak akan pernah tahu gaji bulan depan akan didapat atau tidak. Maha Suci Allah. Ya, sebab bisa saja dia meninggal dunia sebelum gajian, bisa pula dia terkena PHK, bisa pula gajinya dibawa sangat majikan, dan kemungkinan-kemungkinan yang lain.

Kalau sudah begini, maka tidak ada kata bekerja ngawur,  jauh dari etika, dan bekerja dengan alpa pada Allah Sang Maha Pemberi Rejeki. Dengan menyadari bahwa rejeki semata-mata rahasiaNya, maka setiap ihtiyar mencarinya akan senantiasa disandarkan kepadaNya. Bekerja, berdoa, dan tentu memasrahkan seluruhnya kepada ketentuan Allah Rabbul Jalil. 

Pada hakikatnya pula, rejeki bukanlah bermakna sekedar harta benda dan kekayaan. Lebih jauh dari itu, rejeki juga berupa kesehatan, ketentraman hati dan jiwa, keshalihan pasangan hidup dan dhurriyat, dan ketaatan kita akan ibadah. Semoga kita, senantiasa diberikan rejeki yang berkecukupan dan berkah. Aamin. 

Punjul, 8 Juli 2020








5 KEUTAMAAN SHALAT

S u b a d i

Bismillah. Sahabat, shalat adalah bentuk pengabdian dan penghambaan terbesar seorang hamba yang dhaif kepada Rabnya. Dengan shalat seorang hamba sejatinya juga sedang menjalin komunikasi denganNya. Dengan shalat sejatinya pula ia sedang membentengi dirinya dari segala bentuk kemungkaran. 

Ibadah shalat mempunyai beberapa keutamaan dibanding dengan syari'at Allah yang lain. Bahkan untuk mengenali jiwa kemukminan dan kekufuran dalam diri seseorang bisa disorot dan dilihat dari shalatnya. Nabi SAW bersabda:  "Janji yang mengikat erat antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkan shalat, sesungguhnya ia telah kafir". H.R. Ahmad. 

Keutamaan ibadah shalat dibanding dengan ibadah yang lain diantarnya adalah: 

Pertama,  shalat tidak seperti perintah Allah dalam ibadah yang lain. Sebab, perintah shalat langsung dari Allah tanpa melalui perantara malaikat Jibril. Yaitu perintah yang turun pada saat peristiwa Isra' Mi'raj. Peristiwa ini, jika boleh ditegaskan menujukkan kekhususan ibadah shalat ketimbang ibadah-ibadah yang lain.

Kedua,  ibadah shalat wajib dikerjakan dalam keadaan bagaimanapun juga,  walupun dalam keadaan sakit,  perjalanan jauh/safar,  atau bahkan dalam keadaan perang. Ia bisa dikerjakan dengan cara bagaimanapun juga,  berdiri, duduk, berbaring, dan isyarat atau dalam hati. 

Ketiga, ibadah shalat perintah mengerjakannya pun bersifat yaumiyat / harian. Karena jika dibandingkan dengan ibadah yang lain, cukup sekali seumur hidup, yaitu ikrar syahadat. Puasa cukup setahun sekali dalam bulan Ramadhan. Zakat fitrah hanya setahun sekali. Zakat mal hanya tatkala sampai nishab dan haul saja. Terlebih ibadah haji yang hanya perlu seumur hidup sekali, itupun dengan syarat bila mampu. 

Keempat,  ibadah shalat adalah ibadah yang pertama kali pertama dihisab di Hari Akhir. "Hal pertama yang akan dihisab pada seorang hamba di Hari Kiamat adalah shalatnya". Al-Hadits.

Kelima,  shalat menjadi ukuran diterimanya kebaikan ibadah yang lain. Rasulullah SAW bersabda: "Amalan yang pertama kali dihisab dari seseorang di akhirat nanti ialah shalatnya, jika shalatnya diterima, maka akan diterima amalan kebaikan dia yang lain, tetapi jika shalatnya ditolak, maka akan ditolak pula amalan-amalan kebaikannya yang lain". H.R. Tabrani. 

Sungguh 5 hal ini tidak akan bisa mewakili keutamaan dari ibadah shalat. Selebihnya silahkan ditambahkan sendiri. Yang sedikit ini semoga bermanfaat, dan kita semua semoga diberi kekuatan oleh Allah SWT untuk terus istiqamah menjalankan shalat dengan baik dan kusyuk. Aamin. Wallahu A'lam Bisshawab. 

Punjul,  7 Juli 2020


𝗥𝗮𝗻𝘁𝗮𝗶 𝗞𝗲𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯𝗮𝗻

𝘒𝘦𝘸𝘢𝘫𝘪𝘣𝘢𝘯 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘴𝘰𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘬𝘶𝘪...